Senin, 16 April 2012

LIPUTAN KHUSUS : Menatap Derap Kaum Kartini pada Agribisnis

Menatap Derap Kaum Kartini pada Agribisnis

Memang, ada yang sedikit lain dalam Liputan Khusus kami kali ini. Sebab, pada edisi ini AGRINA menampilkan derap langkah sejumlah wanita di dunia agribisnis, baik mereka yang berpredikat pengusaha maupun yang mampu meniti kepemimpinan puncak organisasi agribisnis. Pemilihan tema ini seiring dengan kehadiran AGRINA ke tangan pembaca yang hanya beberapa hari menjelang Hari Kartini yang kita rayakan tiap 21 April.    

Cita-cita dan pemikiran Kartini (21 April 1879 – 17 September 1904) tentang pemberian kesempatan luas bagi kaum perempuan negeri ini untuk mengembangkan jatidirinya setara dengan kaum pria tentu masih harus terus digemakan. Meskipun, sebagian besar boleh jadi telah menjelma jadi kenyataan sehari-hari dalam kehidupan bangsa kita. Setidaknya, inilah satu cara kita mensyukuri pencapaian ini.   

Rising Star

Sejumlah sosok wanita yang kami kami tampilkan tentu sudah melalui sejumlah pertimbangan. Beberapa kriteria yang kami gunakan, antara lain, sang tokoh merupakan rising star (pendatang baru yang bersinar), profilnya belum banyak diekspos di media massa lain, dan apa yang mereka lakukan mampu membangkitkan inspirasi bagi masyarakat, khususnya kaum wanita.  

Kali ini, misalnya, kami hadirkan sosok Desty Dwi Sulistyowati. Perempuan  ini memasuki kancah agribisnis berbekal kreativitas. Ia menampilkan Midori (Miniature Doll in Agribouquet) pada 2007 sebagai ide pertamanya. Lantas, pada 2008 kreasinya bertambah dengan Tanobi (Tanaman Ornamental Ubi) serta pendirian Creative Shop (Cresh) pada 2009.

Lantas, dari bisnis sapi perah dan pengolahan susu skala UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) ada Neneng Siti Rahmah. Pada tahun 2000, ia mengembangkan peternakan sapi perah dan awalnya hanya mampu berjualan 8.000 gelas plastik susu segar. Belakangan, ia mulai memproduksi yoghurt dan es yoghurt.

Pun ada Yatinem di bisnis daging ayam. Ia kerap dijuluki Ratu Ayam dari Pasar Pesing Koneng, Kedoya Utara, Jakarta Barat.  Awalnya, ia hanya mampu menjual 100 ekor per bulan, kini menjual 2.000 ekor tiap hari. Yati adalah salah satu pedagang yang telah menerapkan prinsip Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) dengan sistem pendingin.

Pada bisnis olahan ikan, bisa disebut Jamilah El Fajriyah. Wanita ini giat membuat beragam dimsum tanpa tambahan bahan pengawet. Ia memproduksi bermacam varian dimsum yang dimodifikasi dari ikan, di antaranya soumay kakap, mantau udang wijen, dan aneka pao. Yang menarik, sebelum terjun ke bisnis ini, ia sempat menjabat jabatan general manager satu perusahaan plastik terkemuka.

Di bidang hortikultura dan perkebunan, kami hadirkan sosok Hj. Indarwati. Ia adalah pedagang-pengumpul jahe, karet, kakao, dan kopi di daerah Way Kanan, Lampung. Berkat kerja kerasnya, ia mampu memiliki puluhan petak kebun sawit dan karet, serta 6 hektar kebun jahe dan gudang penyimpanan.

Kualitas Istimewa

Kami tampilkan pula Desi Kusumadewi, Direktur Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Hadirnya Desi menjalankan roda RSPO tentu lantaran kualitas istimewa yang dimilikinya, mengingat banyak pria yang juga layak menduduki posisi bergengsi itu.

Tentu, selayaknya, lebih banyak lagi sosok yang ditampilkan. Namun, dalam kesempatan penulisan kali ini --dengan segala keterbatasan yang ada-- sederetan nama itu terpaksa kami simpan dulu. Dan, saat yang tepat, profil mereka akan kami suguhkan.

Nah, pembaca, selamat menikmati!



Desty Dwi Sulistyowati Terjerumus yang Mengasyikkan

Sangat jarang ditemukan insan muda yang peduli bahkan mencintai dunia pertanian. Niatnya adalah terus menjadi bagian kemajuan pertanian Indonesia.

Jika kita tanya siswa-siswi tingkat akhir SMU di kota besar, sangat jarang di antara mereka yang tertarik menjadi sarjana pertanian. Pasalnya, hanya menjadi petani yang ada di benak mereka. Dan kenyataan yang banyak dilihat petani memang bukan profesi yang menjanjikan, tidak menghasilkan banyak uang. Dunia pertanian bukan pilihan.

Satu di antara yang menaruh minat di bidang pertanian adalah Desty Dwi Sulistyowati. Kuliah di program studi Agronomi (sekarang Departemen Agronomi dan Hortikultura), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) memang cita-citanya sejak dulu.

“Pertanian itu sudah passion saya sejak kecil. Saya senang mengamati lingkungan alam sekitar terutama tumbuh-tumbuhan. Alhamdulillah cita-cita saya menjadi Insinyur Pertanian tercapai,” ungkapnya. Tidak hanya kuliah, aktivitas kreatifnya memperkenalkan pertanian justru membawanya menjadi salah satu wirausahawan muda di bidang agribisnis. Bahkan dia mengaku, “Bermain di agribisnis itu seperti terjerumus di jalan yang mengasyikkan.”

Produk Pertanian Kreatif

Menyimpan ketertarikan besar di bidang pertanian, mendorong Desty untuk menceburkan diri ke bisnis. Satu prinsip unik terus dipegangnya. “Kalau mau jadi enterpreuneur, harus punya mindset begini. Nggak ada yang mau nerima gue jadi pekerja, jadi mau nggak mau gue harus usaha sendiri. Kalau nggak, gue hidup dari mana? Bukan berarti kita tidak punya kemampuan kerja, tapi dengan mindset itu, kita akan tetap istiqomah (teguh pendirian) untuk jadi enterpreuneur,” papar mahasiswi Pascasarjana IPB ini.

Semangat ini pun berbuah kreativitas. Dengan bekal ilmu pertaniannya, Desty merasa mempunyai tanggung jawab moral dalam memajukan pertanian Indonesia. Sejak kuliah di tingkat pertama, Desty ikut serta dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) IPB. Dengan latar belakang departemen AGH, Desty menggali ide bagaimana berkreasi dengan tanaman. “Nyari idenya saja setahun. Bikin ini kayaknya nggak bagus, bikin itu kayaknya nggak mungkin, susah, ada saja,” kenangnya.

Akhirnya, ide muncul setelah dara 25 tahun ini melihat presentasi salah satu dosen pada seminar PKM di Departemen AGH. Saat itu, sang dosen mencetuskan ide pembuatan boneka menggunakan sayuran dan buah. “Tapi buah dan sayur itu ‘kan nggak tahan lama ya. Akhirnya tercetus ide dari umbi, rimpang, dan tanaman sukulen. Tanaman ini juga dikenal tahan banting,” ujar peraih gelar Sarjana Pertanian IPB 2010 ini.

Dari ide itu terwujud kreasi pertamanya berupa Midori (Miniature Doll in Agribouquet) pada 2007, yaitu kreasi umbi hias dalam keranjang. Kreasi pertamanya ini mendapatkan dana hibah Dinas Pendidikan Tinggi dalam PKM Kewirausahaan 2007. Dengan ide yang sama, setahun kemudian kreasinya bertambah berupa Tanobi (Tanaman Ornamental Ubi). Tidak hanya sampai di situ, Desty mendirikan Creative Shop (Cresh) yang disebutnya sebagai One Stop Shopping for Creative Product of Agriculture pada 2009.

Dengan Cresh-lah Desty terus melaju. “Saat itu kami berpikir, kalau jual satu macam produk saja, keuntungannya tidak banyak. Akhirnya kita putuskan jual berbagai macam produk pertanian kreatif,” ucapnya. Kreasi lainnya seperti Botashi (Boneka Tanaman Sukulen Hias Mini), terarium, boneka Horta, dan beberapa produk pertanian lainnya pun bermunculan di tokonya. Karena gencar mengikuti berbagai pameran dan bazar agar produknya dikenal dengan target pasar mahasiswa, boneka-boneka uniknya acap kali dipesan sebagai kenang-kenangan acara seminar, wisuda, hingga doorprize. Kini pemasarannya pun sudah meluas ke wilayah Jabodetabek dan beberapa pesanan dari luar kota.

Generasi Muda untuk Indonesia

Bertahan di bidang agribisnis tentu tidak mudah. Seperti yang diakui wanita ceria ini, risikonya sangat tinggi. “Sifat produk agribisnis ‘kan mudah rusak, meruah, dan memakan tempat. Namun, selama manusia di dunia masih membutuhkan tanaman sebagai pelengkap dalam kehidupannya, selama itu pula usaha di bidang agribisnis memiliki peluang. Seperti slogan departemen AGH, “Agronomy feed the world, Horticulture nourish the people.”

Semangat wirausaha putri pasangan Slamet Rahardjo dan Sutrismiyati ini memang tinggi. Berbagai penghargaan dan kesempatan diraih berbekal kreativitas dan passion-nya memajukan pertanian. Beberapa prestasi yang diraih Cresh di antaranya medali perak kategori poster pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) XXII di Universitas Brawijaya Malang pada 2009, dan finalis lomba Inovasi Bisnis Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga pada 2010.

Tidak puas hanya berkibar di dalam negeri, Desty pun melebarkan sayap ke negeri orang. Tercatat pada Oktober 2010 anak kedua dari tiga bersaudara ini mengikuti International Student Paper Competition bertema Renews 2010 di Rutes Rathaus, Berlin, Jerman. Lalu, pada Maret 2012 lalu, Desty didaulat mempresentasikan karya tulis ilmiahnya pada Third Annual Indonesian Scholar Conference di Chung Hua University, Hsinchu, Taiwan.

Respon positif dan dukungan masyarakat memberikan energi positif baginya. Selain bisa dibeli sebagai suvenir dan hadiah, ilmu kreatifnya turut dibagikan dalam bentuk pelatihan kepada masyarakat, khususnya anak-anak. Dengan semakin banyaknya permintaan, mulai 2012 Desty dan timnya menginisiasi konsep Bisnis Wisata Pendidikan Kreatif dengan Karakter Lingkungan, Seni, dan Budaya Pertanian Tradisional Khas Indonesia dalam wadah Rumah Pendidikan Pertanian Kreatif.

Lagi-lagi, kecintaannya yang besar terhadap pertanian mendorong Desty membentuk generasi muda cinta pertanian. “Saya ingin memberikan sesuatu buat pertanian Indonesia, sesuatu yang selanjutnya akan menciptakan efek domino. Kami ingin mengembangkan potensi pertanian di desa, supaya generasi muda nggak melulu mencari penghidupan di kota. Harapannya, kita bisa perlihatkan pada dunia, ini lho Indonesia, melalui karya-karya di bidang pertaniannya,” tutup pengagum Sandiaga S. Uno ini.

Desty menjadi contoh generasi muda, cerdas, dan tekun mewujudkan impian melalui kecintaannya yang besar pada pertanian.

Renda Diennazola, Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain