Senin, 16 April 2012

LIPUTAN KHUSUS : Neneng Siti Rahmah Pantang Menyerah, Itu Kuncinya

Jangan cengeng menghadapi kenyataan. Apapun yang terjadi tetap berusaha. Itulah mestinya yang harus dilakukan industri sapi perah.

Peternak sapi perah umumnya menghadapi masalah klasik harga beli susu segar yang rendah dari industri pengolahan susu (IPS). Sementara biaya produksi, khususnya pakan konsentrat, makin mahal. Namun Neneng Siti Rahmah tidak mau menyerah begitu saja dalam situasi yang cenderung semakin sulit. Satu dari segelintir wanita peternak sapi perah ini memilih bergerak ke sisi hilir dengan membuat olahan susu.

Bersama suaminya, Iwan Ramkar, pengelola Koperasi Peternak Sapi Perah (KPS) Gunung Gede di Sukabumi, Jabar, ini mendirikan usaha berskala mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memproduksi susu segar, yoghurt, dan es yoghurt. Bukan hanya bertahan, usaha Neneng kian berkembang. Apa rahasianya? “Meskipun usaha yang sedang dijalani mengalami pasang surut, tetap berusaha. Janganlah usaha sedang naik semangat, tetapi sedang menurun kemudian menyerah,” tandas Neneng yang memiliki 100 ekor sapi perah tersebut.

Masuk Jaringan Ritel

Perjuangan Neneng dimulai dari tahun 2000 sekembalinya merantau dari Jepang. Tabungannya sebesar Rp100 juta digunakannya untuk mengembangkan peternakan sapi perah milik orangtuanya sehingga berjumlah 50 ekor. Berbekal jiwa pantang menyerah itulah ia tetap mengembangkan bisnis sapi perah meskipun untungnya tidak terlalu besar.

Untuk mendapat margin yang lumayan, Neneng membuat susu pasteurisasi dalam gelas plastik (cup). Mulanya, penjualan tidak lebih dari 8.000 gelas. Itu pun dimulai dari berkeliling Sukabumi menggunakan pengeras suara dengan menumpang mobil sewaan. Ia juga rajin menyambangi lapangan olahraga untuk memasyarakatkan produknya.

Semangatnya mempromosikan manfaat konsumsi susu segar ke masyarakat, khususnya anak-anak SD pun menuai hasil. Kini produknya yang berlabel Hasmilk mulai dikenal. “Dengan motto HAS Milk yang artinya Halal, Aman, dan Sehat kini masyarakat mulai tertarik dan mau mencoba,” ungkap mantan tenaga pemasaran iklan ini gembira.

Ingin mengembangkan usaha, wanita kelahiran Bandung 7 Oktober 1969 ini memulai diversifikasi produk pada 2004 dengan membuat yoghurt dan es yoghurt. Yoghurt itu dibedakan menjadi dua, yaitu yoghurt isi ulang 1.000 ml dengan harga Rp10 ribu dan yoghurt kemasan botol isi 1.150 ml dipatok Rp16 ribu. Sedangkan es yoghurt dijual dengan harga Rp5.000/kemasan ukuran 250 ml. Pembuatan produk-produk itu menghabiskan 600 liter susu sehari. 7,5 juta

“Sekarang dalam sehari bisa memproduksi 1.200 liter. Yang 600 liter digunakan untuk olahan, sisanya dijual dalam bentuk susu segar dan dijual ke IPS,” urainya baru-baru ini.  Bahan baku susu segar diambil dari peternakan sendiri dan produksi KPS Gunung Gede. Hitung-hitung, omzetnya sekitar pendapatannya Rp17 jutaan sehari.

Neneng patut berbahagia lantaran usahanya kian berkembang. Saat ini ia sudah mampu memasok 70 gerai dan sebentar lagi produknya akan masuk ke jaringan peritel raksasa. “Memang, tidak lama lagi produk saya akan masuk Carrefour. Belum lama pihak mereka (Carrefour) sudah berbicara dengan saya. Hanya karena pergantian manajer, produk saya tertunda masuk. Bahkan jika mampu, ditawarkan untuk memasok ke semua Carrefour,” tuturnya bersemangat.

Menembus Sertifikasi BPOM

Perjalanan bisnis Neneng tentu saja tak selalu mulus. Berkembangnya usaha yang selama ini dirintis, kata ibu empat anak, itu lantaran sering melakukan promosi lewat pameran UMKM. Aktivitas promosi dilakukan saat produksinya rendah. Walhasil, sewaktu produksinya meningkat habis terjual karena masyarakat sudah mengenal produknya.

Meski industri susu segar tampak bertambah banyak, Neneng tak gentar. Pasalnya, jumlah UMKM yang bergerak di bidang olahan susu masih sedikit. Penyebabnya, menurut dia, sulitnya mengikuti sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan perizinan lainnya. “Sebab syarat yang diberikan BPOM untuk membuat produk olahan susu bagi UMKM masih disamakan dengan perusahaan susu skala besar,” paparnya.

Lanjut jauh ia menjelaskan, persyaratan itu mencakup antara lain, cara pemerahan susu, peralatan yang digunakan, hingga bentuk bangunan untuk produksi. Artinya, ventilasi bangunan, saluran pembuangan, hingga alur produksi dari mulai susu diperah hingga jadi produk olahan berjalan secara berurut, dengan begitu bangunan harus berbentuk huruf U atau L. Fungsinya agar tempat masuk susu hingga keluarnya menjadi produk olahan tidak melalui satu pintu.

Padahal jika dilihat secara finansial, kemampuan UMKM dengan perusahaan besar sangatlah berbeda. Berkat kerja keras dan menyewa jasa konsultan yang membenahi bangunan untuk alur produksi susu, Neneng akhirnya berhasil mendapatkan sertifikasi dari BPOM tahun silam. Dengan demikian, langkah menuju kesuksesan yang lebih tinggi sudah terlihat. Siapa terinspirasi?

Yuwono Ibnu Nugroho

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain