Penurunan produksi pada 2011 lebih disebabkan karena serangan penyakit busuk buah dan VSD yang dipicu oleh tingginya curah hujan sepanjang tahun sebelumnya.
Sedia payung sebelum hujan, mungkin hal tersebutlah yang harus dilakukan petani kakao saat ini mengingat Januari sudah memasuki musim penghujan. Tujuannya untuk mencegah datangnya penyakit busuk buah yang disebabkan cendawan Phytophthora palmivora dan penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) dengan biang keladi cendawan Oncobasidium theobromae. Pasalnya, kedua jenis penyakit ini berperan besar menurunkan produksi kakao tahun lalu dari 575 ribu ton menjadi 430 ribu ton.
“Perubahan cuaca yang signifikan tahun 2010 dengan curah hujan yang lebat, kemudian tahun 2011 hampir tidak ada hujan membuat (buah) kakao banyak yang rontok. Selain itu banyak penyakit yang datang seperti busuk buah dan VSD,” ungkap Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo). Selain itu, Zulhefi juga berpendapat, penggunaan bibit SE yang belum teruji menjadi menurunkan produksi.
M. Darwis, Kepala Bidang Produksi Dinas Perkebunan Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, membenarkan hal tersebut. Banyaknya curah hujan menyebabkan kebun menjadi lembab dan banyak genangan air. “Pada kondisi lembab di permukaan buah akan muncul serbuk berwarna putih. Serbuk itulah Phytophthora palmivora,” jelas Darwis.
Berkurang hingga 80 Persen
Penyakit busuk buah, menurut Ir. Edin Saefudin, Campaign Manager PT Syngenta Indonesia, sangat merugikan. “Jika tanaman kakao sudah terkena VSD ataupun busuk buah, produksi akan berkurang bisa mencapai 80 persen. Jadi seumpama tanaman kakao yang idealnya dapat berproduksi sekitar 700 kg per ha, jika sudah terkena penyakit tersebut, produksinya bisa hanya mencapai 200 kg per ha,” paparnya kepada AGRINA.
Kerugian akibat penyakit itu dialami Mustomin, petani kakao di Desa Ulumowewe, Kecamatan Mowewe, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Pada 1990 tanaman kakaonya yang biasa berproduksi hingga 600 kg per ha, hanya menghasilkan 300 kg per ha karena terkena busuk buah. “Yang sudah terkena penyakit tersebut, buahnya akan kempes,” tutur ayah enam anak ini.
Pengamatan Darwis, busuk buah dapat menyerang buah kakao dari mulai masih muda sampai dewasa. Kemudian buah yang terinfeksi menunjukkan gejala terjadinya pembusukan disertai bercak cokelat kehitaman. Serangan dimulai dari ujung pangkal buah. Perkembangan bercak cokelat ini cukup cepat sehingga dalam waktu beberapa hari seluruh permukaan buah menjadi busuk.
Sedangkan VSD memperlihatkan gejala daun menguning dengan bercak berwarna hijau. Yang terserang biasanya daun urutan kedua atau ketiga dari titik tumbuh. Bila disayat pada bekas duduk daun, terlihat tiga buah noktah berwarna cokelat kehitam-hitaman. “Sedangkan pada ranting jika dibelah membujur terlihat garis cokelat. Biasanya pada saat batang dipotong, maka batang tersebut kosong,” jabar Darwis.
Masalah Utama
Busuk buah dan VSD juga disebut Final Prajnanta, Head of Marketing Bayer CropScience Indonesia, sebagai masalah utama bagi petani kakao. Bila dibandingkan, tingkat serangan busuk buah bisa mencapai 65 persen, sedangkan VSD 35 persen. “Ibaratnya setiap petani kakao pasti mengalami serangan Phytophthora, tetapi tidak semuanya mengalami VSD,” ucap Final.
Kendati begitu, petani tidak perlu khawatir terhadap penyakit-penyakit tersebut karena ada metode untuk mencegahnya. Beberapa perusahaan yang berkonsentrasi memajukan pertanian Indonesia menawarkan beberapa jurus untuk mengatasi penyakit itu.
Final misalnya, menyarankan pengendalian busuk buah dengan melakukan pemantauan ke kebun paling tidak tiga hari sekali. Kunjungan ke kebun seminggu sekali, menurut dia, bisa terlambat. Jika menemukan buah yang terserang busuk buah, dikendalikan dengan fungisida. “Untuk mengendalikan busuk buah yang disebabkan cendawan Phytophthora bisa menggunakan fungisida Trivia produksi Bayer. Trivia sudah teruji di berbagai daerah pertanaman kakao,” jelasnya.
Sebaiknya, saran Final, sebelum penyemprotan fungisida, petik semua buah yang sudah menunjukkan gejala busuk buah lebih dari 50 persen. Agar tidak menjadi sumber penyebaran cendawan, buah terserang harus dimusnahkan. Selanjutnya baru dilakukan penyemprotan fungisida Trivia dengan konsentrasi dan dosis sesuai yang tertera pada label kemasannya.
Jika dari hasil pemantauan selanjutnya masih ditemukan gejala busuk buah, penyemprotan perlu diulang dengan frekuensi 10 – 14 hari sekali. Biasanya dalam satu musim petik dilakukan penyemprotan sekitar tiga hingga empat kali.
Selain pada buah, Phytophthora juga dapat menyerang batang yang acap disebut busuk batang atau kanker batang. Petani biasanya menguaskan larutan Trivia pada batang yang terserang. Mula-mula batang terserang itu dikerok, baru kemudian dikuaskan Trivia dengan konsentrasi 3 – 5 g per liter air.
Sedangkan Edin menawarkan solusi yang berbeda untuk mengendalikan busuk buah dan VSD. Caranya, dengan menggunakan campuran fungisida Amistartop sebanyak 5 ml dan insektisida Alika sebanyak 5 ml dalam 15 liter air atau satu tangki. Untuk satu hektar dibutuhkan 15 tangki cairan semprot. “Dengan cara tersebut sekaligus mengendalikan penyakit dan hama dan juga berfungsi sebagai booster atau memacu pertumbuhan,” jelas Edin.
Campuran tersebut, imbuh dia, bisa mempercepat proses pembuahan tanaman yang direhabilitasi dengan metode sambung samping atau sambung pucuk. Walhasil, dalam waktu tiga bulan batang utama sudah dapat dipotong. Tanpa menggunakan produk tersebut, pemotongan batang perlu waktu enam bulan. Selain itu, tanaman juga rentan terserang busuk buah dan VSD.
Sambung Samping
Di samping mencegah penyakit busuk buah, untuk meningkatkan produksi Mustomin juga merehabilitasi tanamannya dengan metode sambung samping. Caranya, tanaman lama yang berproduksi rendah atau pernah terserang busuk buah sebagai batang bawah disambung dengan batang atas (entres) dari klon unggul.
Entres menggunakan klon Sulawesi I dan Sulawesi II. Setelah satu hingga dua bulan batang utama dipotong dan dibuang jauh dari kebun. Tujuannya agar pada tahun berikutnya tanaman baru ini menghasilkan buah cukup banyak dan bermutu baik. “Dengan sistem sambung samping ini, selain dapat menghilangkan busuk buah juga dapat meningkatkan produksi hingga 2 ton per ha,” papar Mustomin yang juga Ketua Kelompok Tani Lelumpu Tani Tunas Mekar.
Untuk menjaga produksi selanjutnya, Darwis menyarankan pemangkasan agar kondisi seputar tanaman tidak lembap. “Minimal satu kali dalam sebulan agar sinar matahari dapat masuk,” pungkasnya.
Yuwono Ibnu Nugroho