Serbuan wereng batang cokelat sepanjang 2011 diramalkan lebih ringan ketimbang tahun lalu. Namun, petani tetap harus waspada bila tak ingin dirugikan hama top ini.
Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) yang berbasis di Karawang, Jabar, meramalkan, luas serangan wereng batang cokelat (WBC) atau Nilaparvata lugens khususnya di Pulau Jawa tahun ini menurun. Jabar dari 50.721 ha jadi 11.116 ha, Jateng dari 23.192 ha ke 13.744 ha, Jatim 21.899 ha berkurang sampai 19.428 ha, sementara DIY sedikit meningkat.
Ramalan itu tampaknya cukup akurat. Ini paling tidak dialami Sabar, petani padi di Desa Wanajaya, Kec. Tambakdahan, Kab. Subang, Jabar. “Kondisi (serangan) wereng musim ini dapat dikatakan ringan. Cuma di beberapa titik saja yang kena. Dulu di pembenihan saja sudah banyak, sekarang di pembenihan normal,” bebernya kepada AGRINA, awal Desember ini.
Kondisi mirip juga diungkap Eko Wahyudi. Menurut perkiraan fasilitator Sekolah Lapang BASF di Banyuwangi, Jatim, ini, “Populasi wereng masih ada, tapi agak berkurang 20 persen.”
Pun Herry Sugiono, Crop Spesialist for Rice Herbicide & Fungicide Bayer CropScience, produsen pestisida di Jakarta. “Di Jawa Barat nggak ada. Di Purwodadi, Jawa Tengah, sudah muncul. Saya (pertengahan November) kemarin ke Ponorogo (Jatim) habis,” katanya.
Meredanya serangan wereng, menurut pengamatan petani dan staf lapangan di Jabar dan Jatim, lantaran dipraktikkannya tanam serentak. Selain itu, petani juga mulai menanam varietas tahan wereng, di antaranya Inpari 13, keluaran BB Padi. “Yang kemarin sempat tanam bisa panen. Kebetulan, yang tanam kemarin itu petani binaan Bayer,” imbuh Herry.
Tidak Boleh Lengah
Daya rusak WBC ini kian tinggi. Selain mengisap cairan tanaman yang bisa berakibat padi mengering, hama ngetop ini juga menyebarkan virus kerdil hampa atau kerdil rumput. Virus ini bikin padi tak membentuk malai atau bulirnya kosong.
“Sebagai hama, satu ekor per rumpun nggak masalah. Repotnya kalau WBC sudah membawa virus, satu ekor pun sudah cukup berbahaya,” ucap Prof. Dr. Ir. Y. Andi Trisyono, pakar wereng Fakultas Pertanian UGM. Menurut Andi, awal tahun ini serangan sangat tinggi, kemudian turun drastis pas kemarau, lalu naik lagi di beberapa titik DIY dan Klaten awal musim hujan. Karena itu, petani harus rajin memantau keberadaan WBC di pertanaman. “Musim hujan ini harus diamati secara detil karena sewaktu-waktu bisa meledak dalam skala luas. Kalau tidak diperlukan, sebaiknya menghindari insektisida agar tidak mengganggu keseimbangan musuh alami,” pesannya.
Jalan keluar dari persoalan WBC memang semestinya terpadu. Mulai dari pengamatan, pergiliran tanam, lalu pemanfaatan varietas tahan, praktik budidaya yang tepat, baru cara kimia. Dalam cara terakhir ini, Jarot Warseno, Senior Crop Manager Rice Bayer CropScience Indonesia, menjelaskan, pihaknya memiliki paket lengkap pengendalian wereng. Mula-mula, benih diperlakukan dengan Gaucho untuk mengantisipasi serangan di pembibitan. Setelah itu, ada Confidor, Curbix, dan Baycarb yang digunakan tergantung berat-ringannya serangan. “Kalau ringan, cukup pakai Confidor plus Baycarp. Di daerah yang sudah resisten imidakloprit dengan Curbix dan Baycarp. Semua produk harus dijaga supaya nggak cepat resisten. Idealnya, kembali ke monitoring,” saran Jarot.
Peni SP, Ratna Budi Wulandari, Untung, Renda