Sumber pangan lokal sebagai cadangan pangan akan memberikan efek positif, seperti terhidupinya para petani dan tumbuhnya industri pangan lokal, baik dalam skala rumahtangga maupun kecil dan menengah.
Bagi masyarakat pedesaan di Jawa, tiwul yang dibuat dari tepung gaplek, yaitu ubi kayu alias singkong (cassava ), yang dikeringkan merupakan cadangan pangan di saat musim paceklik atau kala harga beras tak terjangkau oleh kantong masyarakat. Tiwul dikukus atau dimaak sebagai ganti nasi.
“Singkong atau cassava yang dibuat menjadi gaplek dan tiwul ini sebagai salah satu dari penganekaragamanan konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal sangat tepat. Selain itu kegunaan cassava cukup luas, terutama untuk industri makanan dan sebagai produk antara untuk mendukung industri tersebut,” kata Anton Djuwardi Direktur Utama PT Sinar Sukses Sentosa, saat ditemui di Pondokgede, Bekasi Jawa Barat, Rabu (16/11).
Melihat dari segi nutrisi, tambah Anton, ada empat unsur nutrisi yang terdapat di dalam cassava ini yaitu karbohidrat, lemak, protein dan mineral. Sebagai sumber pangan karbohidrat dan bahan bakar pembangkit energi tubuh singkong juga setara dengan nasi.
Kandungan karbohidrat dan serat singkong sangat tinggi sehingga siapa saja yang makan akan merasa cepat kenyang dan tahan lama. Kandungan serat yang tinggi pada singkong juga sangat baik bagi kesehatan.
Sementara itu, dari segi budidaya singkong dapat tumbuh di tanah yang kurang subur, tidak memerlukan banyak pupuk ataupun pestisida. Produktivitasnya tinggi, terlebih apabila dilakukan secara intensif, dengan bibit dari varietas unggul dan di tanam di lahan yang sesuai.
Bisa Kurangi Beban Impor
Sayangnya, kata Anton, semua makanan berbahan baku singkong pun di identikan dengan makanan orang miskin, inferior dan untuk pakan ternak. Persepsi ini sudah melekat di masyarakat dan merendahkan makanan seperti tiwul sebagai makana tradisional ini sama halnya menjelek-jelekan bahkan menyepelekan potensi yang dimiliki bangsa Indonesia.
Tanpa disadari justru kita akan menjadi bangsa yang rendah diri, kurang percaya diri, takut mandiri, dan tak mampu berkreasi. Padahal singkong atau cassava ini memberikan berebagai bentuk alternatif makanan selain nasi yang juga bergizi.
Padahal, Tiwul yang berbahan baku singkong juga bisa jadi makanan bergengsi jika diolah secara baik dan kualitasnya dijaga. Keanekaragamanan pangan pun semakin banyak. Selain itu dengan alternatif ini akan bisa mengurangi beban ketergantungan pada beras yang sering di impor.
Namun untuk memploklamirkan kembali tiwul sebagai bahan makanan alternatif pengganti nasi dan makanan bergengsi butuh perjuangan. Untuk itu “Stop untuk mengolok-olok makanan sendiri,” tandas Anton
Tri Mardi Rasa