“Pemanfaatan benih transgenik sulit dihindari, khususnya di saat ancaman krisis pangan dan anomali iklim. Pengembangan tanaman transgenik sudah merupakan kebutuhan masyarakat dunia atas problema mengatasi kebutuhan pangan,” kata Ketua Komisi Keanekaragaman Hayati Agus Pakpahan dalam acara diskusi terbatas di Jakarta. (31/10).
Selain itu, lanjut, Agus, saat ini pengembangan bioteknologi atau benih transgenik hanya dalam tempo 14 tahun (1996-2011) sudah bisa berkembang. Semula, pemanfaataan benih transgenik di areal lahan pertanian hanya 1,7 juta ha kemudian menjadi 148 juta ha. Lalu, awalnya, hanya Amerika Serikat, Argentina dan Kanada yang mengembangkan. Namun kini, sudah menjadi tren hingga negara di Asia seperti India, Pakistan,Vietnam dan China. Bahkan, Thailand, Vietnam serta Malaysia nampaknya turut mengadopsi.
Namun saat ini di Indonesia penggunaan benih transgenik produk tanaman pangan justru masih menjadi pro-kontra. Salah satunya yaitu ada yang mengatakan penggunaan benih padi transgenik dikhawatirkan membuat posisi petani terus bergantung terhadap satu varietas. “Padahal, sepengetahuan informasi yang saya gali, tidak ada satupun petani yang didikte diwajibkan menggunakan varietas tanaman transgenik tertentu. Apalagi dalam UU 12 ada perlidungan terhadap pribadi petani,” jelasnya.
Padahal paramaternya bukan pada pencapaian produksi tanaman. Namun kapasitas produksi dimana dilahan yang semakin sempit bisa menghasilkan produksi hingga berulang-ulang tidak tergantung dari alam ditengah-tengah anomali iklim seperti saat ini. “ Contohnya, Thailand bisa hasilkan pangan empat kali lebih besar dari Indonesia,” saran Pakpahan.
Yuwono Ibnu Nugroho