Minggu, 23 Oktober 2011

LIPUTAN KHUSUS : Musim Hujan Datang Penyakit Menyerang

Penyakit menjadi kendala utama dalam budidaya jagung pada saat musim hujan, tetapi bukan berarti tidak bisa dicegah.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memprakirakan, dari 342 zona musim, sebanyak 131 zona (38,3 persen) memasuki awal musim hujan pada Oktober ini. Sementara 121 zona (35,38 persen) mengalami musim hujan sejak November. Sisanya mendapatkan curahan hujan mulai Agustus, September, Desember, Maret 2012, April 2012, dan Mei 2012.

Bulai Tetap Utama

Ada baiknya petani jagung bersiap menghadapi tantangan musim hujan agar dapat menekan risiko seminimal mungkin. Salah satu penantang utama adalah penyakit bulai yang disebabkan cendawan Peronosclerospora Peronosclerospora maydis (java downy mildew) atau P. philippinensis (philippine downy mildew).

“Jika petani menanam di musim hujan kondisinya lembap sekali, dan kondisi lembab akan menimbulkan jamur (cendawan) patogen. Penyakit bulai yang saat ini sedang marak,” kata Wirastanto, Campaign Manager Corn, PT Syngenta Indonesia, produsen benih dan pestisida di Jakarta. Senada dengan Wirastanto, Ir. Pinekantoro, Manajer Benih PT Saprotan Benih Utama, produsen benih di Semarang, Jateng, mengakui, penyakit bulai masih mengintai tanaman jagung. 

Menurut data yang dihimpun Syngenta, dari luas lahan 3,4 juta ha (versi pemerintah 4,1 juta ha), sekitar 19–20 persen sudah terserang penyakit bulai. Kawasan yang banyak terserang adalah Sumut di Kab. Langkat, Deli Serdang, dan Simalungun. Kemudian, Sumbar di Kab. Pasaman dan Agam. Lalu, di kawasan Lampung Tengah dan Lampung Timur. Disusul Jabar meskipun tidak semua daerah, Jateng di Kebumen, Grobogan dan Purworejo; Jatim di Kab. Kediri, Nganjuk, Tuban, dan Lamongan. Dan terakhir wilayah Sulsel di Kabupaten Luwu dan Sidrap.

Bulai memang amat meresahkan petani. Cendawan penyebabnya mulai menyerang dari awal penanaman kemudian pada umur 20 hari muncul gejala serangan.  Gejalanya mudah dikenali, seperti daun berwarna klorotik (putih seperti tepung) pada bagian atas dan bawah memanjang sejajar tulang daun dengan batas jelas. Bagian daun yang masih sehat berwarna hijau normal. Pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan pembentukan tongkol terganggu sampai tidak bertongkol sama sekali.

Untuk mengantisipasi penyakit tersebut, petani dapat memilih benih yang secara genetik memang membawa sifat tahan. Atau bisa juga menggunakan benih yang sudah diberi perlakuan sehingga tahan terhadap ancaman bulai. Sejumlah varietas benih berikut diklaim produsennya tahan bulai, yaitu DK 979 dan DK 77 dari PT Monsanto Indonesia; kemudian BISI-816, BISI-222, BISI-12 dari PT Bisi International Tbk; Bima 2, Bima 3 dari PT Saprotan Benih Utama; NK 6326 dari PT Syngenta Indonesia, dan P12 dari Dupont Indonesia.

Varietas yang terakhir itu, menurut Danindra R. Manungku, Marketing Manager DuPont Indonesia, hanya ada di Sumut dan Lampung. Karena itu untuk petani di Pulau Jawa, Dupont menyarankan varietas P21 yang sudah diberi perlakuan antibulai sehingga benih berwarna biru. “Ini di lapangan terbukti cukup tahan terhadap penyakit bulai,” promo Danindra.

Selain menanam benih unggul tersebut, petani disarankan menjaga sanitasi sekitar kebun agar kelembapan tinggi yang memicu perkembangan cendawan tidak terjadi. Bila kasus cukup banyak, petani bersama-sama memutus siklus penyakit dengan mengharamkan lahannya dari pertanaman jagung selama satu periode.

Yuwono IN, Windi L., Ratna BW

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain