Senin, 12 September 2011

LIPUTAN KHUSUS : Diperlukan Kebijakan Konsisten

Pentingnya pengawasan yang ketat sumber pasokan daging sapi untuk pasar umum, khusus, dan industri.

Menteri Pertanian Suswono merasa optimistis swasembada daging sapi (pasokan impor maksimal 10 persen dari kebutuhan daging sapi nasional) pada 2014 tercapai. “(Tahun) 2014, kuota impor (sapi bakalan untuk digemukkan dan daging impor) sekitar 10 persen dari (kebutuhan daging sapi nasional),” kata Suswono, kepada pers beberapa waktu lalu.

Menteri menyatakan hal itu setelah mendapat hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilakukan Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik. Menurut PSPK yang mencakup 33 provinsi, 497 kabupaten atau kota, 6.699 kecamatan, dan 77.548 desa atau kelurahan itu, populasi sapi potong 14,8 juta ekor, yang terdiri dari sapi jantan 4,7 juta ekor (32 persen) dan betina 10,1 juta ekor (68 persen).

Bertimbang ke Kebijakan Lama

Namun hitungan Thomas Sembiring, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Daging Indonesia (Aspidi), kita belum bisa mengurangi impor. Dari populasi sapi jantan, yang dewasa (di atas dua tahun) dan siap potong sekitar 1,5 juta ekor. Dengan bobot daging 180 kg per ekor, daging yang dihasilkan sekitar 270 ribu ton. Padahal, kebutuhan daging sapi tahun ini 424 ribu ton. Berarti masih ada kekurangan pasokan daging sapi 154 ribu ton, yang harus ditutupi dari impor sapi bakalan yang digemukkan dan dari impor daging sapi.

Drh. H. Soehadji, Dirjen Peternakan, periode 1988–1996, sependapat dengan Thomas. “Jika Menteri Pertanian mengatakan, dengan populasi itu dapat melakukan swasembada daging sapi, (berarti) itu ada unsur muatan politis,” komentar Ketua Dewan Daging Sapi Nasional itu.

Untuk mengatur perimbangan pasokan daging sapi dari dalam negeri dan impor, menurut Soehadji, dibuat ketentuan bahwa peternakan rakyat sebagai tulang punggung pasokan daging sapi, penggemukan sapi impor bakalan sebagai pendukung, dan impor daging sebagai penyambung. Selain itu, diatur pula kuota impor untuk perusahaan berskala kecil dan baru berusaha selama satu tahun, misalnya, tidak akan menjatah sebesar perusahaan beskala besar yang sudah lama berusaha. “Ini untuk mengurangi human error,” jelasnya.

Kenyataannya, menurut Soehadji, sekarang ini peternak rakyat tidak lagi menjadi tulang punggung pemasok daging sapi nasional. Selain itu, sistem pemberian impor tidak lagi mengacu kepada skala usaha dan lama berusaha. “Akibatnya, sebagian pihak leluasa ‘bermain’ dalam importasi sapi (bakalan) dan daging. Dan, lihat sendiri, masalah daging sapi jadi geger seperti akhir-akhir ini karena sistem kontrol tadi ditiadakan,” tukasnya.

Pasar daging sapi ini terbagi tiga, yaitu pasar umum (masyarakat), khusus (hotel, restoran, dan supermarket), dan industri. Menurut Soehadji, pasokan daging sapi  peternak rakyat dan usaha penggemukan sapi bakalan impor, boleh memasuki ketiga pasar itu. Sedangkan daging impor hanya untuk pasar khusus dan industri. “Prinsip ini di masa pemerintah sekarang seperti diabaikan,” ungkapnya kepada AGRINA, Agustus lalu.

Padahal, sebelum 1978 kita pernah mengekspor. Misalnya, 1973, dengan populasi sekitar 6,6 juta ekor, kita mengekspor 51.109 ekor dan 1975 dengan populasi sekitar 6,4 juta ekor, jumlah ekspor 31.886 ekor. Karena populasi sapi potong berkurang, untuk mengamankan pasokan di dalam negeri, pada 1978 ekspor dihentikan. “Jika kita melihat beberapa puluh tahun lalu, sapi potong kita pernah menjadi trend setter,” lanjut bapak kelahiran Sawahlunto, 26 Februari 1936 ini.

Soehadji menegaskan, jika kita konsisten menerapkan kebijakan bahwa peternak rakyat sebagai tulung punggung pasokan, penggemukan sapi bakalan impor sebagai pendukung dan impor daging sapi sebagai penyambung, serta pengaturan ketiga pasar tadi, boleh jadi industri sapi potong kita selama 66 tahun kemerdekaan ini bakal berkembang lebih baik.

Syatrya Utama dan Yuwono Ibnu Nugroho

 

 

Tabel Populasi Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau Tahun 2011 (ekor)

 

Wilayah           Sapi Potong     Sapi Perah       Kerbau            Jumlah

 

Sumatera        2.724.364       2.388               512.816           3.239.568                              

Jawa               7.511.972       592.436           363.008           8.467.416

Bali dan Nusra                        2.101.521       194                  257.587           2.359.302

Kalimantan     437.273           365                  41.541             479.179

Sulawesi          1.771.848       1.741               110.393           1.883.982

Maluku dan Papua                  258.075           11                    19.671             277.757

 

Indonesia         14.805.053     597.135           1.305.016       16.707.204

 

Sumber:

Diolah dari hasil awal Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011, Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain