Wanita-wanita masa kini yang sibuk merasa tidak punya waktu lagi untuk meracik dan menghaluskan bumbu sendiri. Solusinya adalah bumbu siap masak yang sekarang tersedia di pasaran.
CV Selamat Putera Pratama menangkap peluang bisnis bumbu praktis ini sejak 1943. “Dulu, yang pertama kali pemasak kambing. Nah itu dari tahun 1943,” ungkap Renanthera Dewi, SE, sang Direktur memulai kisah suksesnya. Produk yang sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka tersebut sampai sekarang masih beredar. Bahkan, menurut pengakuan Dewi, produk tersebut tidak pernah kehilangan penggemarnya. “Karena pemakai yang sudah dari dulu jadi sudah fanatik, diubah sedikit susah. Maunya warna ini, rasa ini, sementara di daerah lain tidak masalah. Pakai sealer mesin, mereka tidak mau, jadi harus dibakar pakai lilin,” tuturnya.
Praktis dan Halal
Melihat tingginya animo masyarakat terhadap bumbu ini, Dewi dan suaminya pun melanjutkan bisnis tersebut. Perlahan namun pasti usaha ini pun berkembang dengan mengusung empat merek, yaitu Cap Tuan Selamat (merek dagang pertama), Nikma, Alamia, dan Sero. Masing-masing merek membidik segmen pasar yang berbeda. Nikma dikhususkan untuk bumbu-bumbu masakan padang, sedangkan Alamia dikhususkan untuk bumbu masak selera rumah. “Nikma aja ada 12 label, maksudnya bumbu rendang, gulai ayam, bumbu kambing dan lain-lain. Kalau yang Alamia ada enam, yaitu nasi goreng, ayam goreng, kuah bakso, kuah lodeh, dan lain-lain,” rincinya.
Sambutan masyarakat yang bagus terhadap bumbu ini tak lepas dari kepraktisannya. “Kuah dididihkan dulu, baru setelah mendidih kuahnya, kita masukkan bumbunya. Kalau mau dapat aromanya yang wangi, kita masukkan saja cengkeh barang lima biji, dan kayu manis,” saran Dewi.
Di samping praktis, laris manisnya bumbu produksi Dewi juga ditunjang status kehalalannya. Wanita berjilbab ini sadar proses pengolahan membuat status produknya tidak jelas. Seperti kata Ir. Lukmanul Hakim, M.Si., Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Karena itu, Dewi mengupayakan sertifikasi halal di samping hak paten. Sejak 1990, CV Selamat Putera Pratama berhak mencantumkan logo halal pada semua produk bumbunya. Walhasil, “Orang pakai produk kita sudah tidak was-was lagi,” ucapnya.
Masih Butuh Pemasok
Sayangnya, dengan pasar sudah tersebar merata di Jawa dan Sumatera, perusahaan yang memiliki pabrik di Padang dan Tangerang ini masih menghadapi kendala pemenuhan bahan baku. Untuk memenuhi pesanan, Dewi harus menyediakan berton-ton bahan baku. “Keseluruhannya 40 ton,” ungkapnya.
Lebih dari itu, timpal Afrizal, sebagian besar bahan baku tidak ada di Indonesia. Menurut Marketing Manager CV Selamat Putera Pratama ini, “Ketumbar, jinten, adas kita impor. Ketumbar tidak ada memang di Indonesia, susah nyari ketumbar.”
Untuk bahan-bahan, seperti cengkeh, jahe, dan kunyit, perusahaan mengandalkan suplai dari dalam negeri. Jumlah kebutuhan jahe dan kunyit saja, pengusaha asal Padang ini menyebut, kira-kira satu ton per bulan. “Satu ton kering itu dihasilkan dari 4 - 5 ton basah,” jelasnya.
Mengingat pemenuhan kebutuhan bahan dasar, seperti kunyit, jahe, dan cabe jawa masih terbatas, Dewi masih membuka peluang bagi pemasok lokal untuk menyuplai bahan baku ke perusahaannya. Spesifikasinya, dalam kondisi irisan kering dengan kadar air maksimal 10%.
Sejak membuka kantor dan gudang di Tangerang, Banten pada 2006, bumbu praktis dan halal ini ditemui di Tiptop, Farmers, dan pasar tradisional di Sumatera dan Jawa. Pengiriman langsung dengan metode kanvasing membuat suplai di pasar tetap terjaga.
Para pembaca yang berminat untuk menjadi penjual atau pemasok bahan baku dapat menghubungi Afrizal melalui nomor telepon (012) 559 2108.
Ratna Budi Wulandari, Liana Gunawati