Serangan penyakit utama kentang mengganggu produksi, hampir sama setiap musim tanam. Petani harus pintar-pintar melakukan pencegahan.
Petani kentang masih menghadapi momok menakutkan serangan penyakit. Penurunan hasil produksinya pun tidak tanggung-tanggung. Untuk serangan penyakit busuk daun kentang misalnya, dapat menurunkan hasil hingga 70%.
H. Unang, petani kentang varietas Atlantik di Kampung Cinangsih, Desa Pulosari, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini pun mengalaminya. “Kalau sudah terserang penyakit, ya bisa sangat turun hasilnya,” katanya saat ditemui AGRINA di rumahnya akhir Juni lalu.
Unang mengungkapkan, serangan penyakit yang paling ditakuti petani adalah penyakit layu dan busuk daun kentang atau lodoh. “Biasanya serangan lodoh akibat pengaruh cuaca yang hujan terus atau kelalaian petani sendiri, seperti lupa menyemprot,” aku pria 48 tahun ini.
Penyakit akibat cendawan Phytophtora infestans ini menimbulkan penurunan hasil sangat besar jika menyerang pada awal masa pertumbuhan karena mempengaruhi pembentukan umbi. Namun, bila serangan cendawan datang pada umur tanaman mendekati panen dan umbi sudah terbentuk, kehilangan hasil lebih sedikit, sekitar 20-30%.
Fungisida Sistemik
Dengan teknik budidaya tepat mulai dari pengolahan tanah hingga penggunaan pestisida yang tepat, Unang dapat meminimalkan serangan busuk daun. Pemilihan fungisida pun perlu diperhatikan. Untuk mengatasi busuk daun kentang, penyemprotan dengan fungisida kontak dan translaminar atau sistemik dapat dilakukan. Contoh fungisida sistemik yang dapat menjadi pilihan adalah Trivia, seperti yang digunakan Unang. “Trivia ini ‘kan sistemik, dan dapat dicampur dengan fungisida lain yang bersifat kontak,” tambahnya.
Ratna Indah Cahyaningsih, Senior Crop Manager Vegetable Bayer CropScience Indonesia memaparkan, fungisida dengan bahan aktif fluopikolid dan propineb dapat mengatasi busuk daun kentang secara lebih efektif. “Fluopikolid bersifat sistemik lokal, dapat bekerja di jaringan tanaman saat cendawan sudah penetrasi. Sedangkan propineb bekerja secara kontak mencegah terjadinya perkembangan spora. Kombinasi kedua bahan ini pun dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan kualitas umbi,” ungkapnya.
Trivia diaplikasikan sebanyak 250 gram (g) per drum atau 200 liter (l) air. Aplikasi perdana, Unang membutuhkan 450 g per 300 l per ha lahan. Dosis ini bertambah hingga enam drum seiring pertumbuhan tanaman. Penyemprotan dilakukan tiga hari sekali. Hingga panen rata-rata penyemprotan sebanyak 16 kali. “Kalau tanaman sudah terserang penyakit, disemprot dua hari sekali, tapi dosisnya dikurangi. Jadi 150 g per 200 l air,” jelasnya dalam bahasa Sunda.
Hasil panen kentang Unang dalam keadaan normal rata-rata 14 ton per ha. Jika kondisi lingkungan sedang bagus, pria yang sudah bertani sejak usia 15 tahun ini bisa memanen 25 ton per ha. “Saat serangan penyakit sedang parah, saya pernah sampai 8 ton per ha,” ujar suami dari Hj. Awang ini.
Sejak empat tahun menggunakan Trivia, Unang melihat, umur tanamannya lebih panjang. “Kalau umurnya panjang, pengisian umbinya pasti lebih bagus, umbinya lebih besar. Yang umur pendek biasanya umur 70-80 hari sudah dipanen, kalau bapak bisa 90 hari sampai paling lama 120 hari. Rata-rata sih 100 hari,” tutupnya.
Renda Diennazola