Senin, 23 Mei 2011

LIPUTAN KHUSUS : Stabilkan Harga Jelang Hari Raya

Ramadan dan lebaran datang dua bulan lagi. Siap-siap lonjakan harga cabai. Apakah tidak dapat diantisipasi?

Kebutuhan bahan pokok menjelang bulan Ramadan hingga selesai Lebaran yang meningkat tajam bukan menjadi hal yang aneh lagi. Dan sewajarnya hukum ekonomi, kenaikan permintaan suatu barang, akan diikuti oleh kenaikan harga barang tersebut. Apalagi jika tidak diiringi ketersediaan jumlah barang tersebut di pasaran.

Kejadian ini pun terus terulang pada cabai. Menurut Dr. Ir. Yul Harry Bahar, Direktur Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat, Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, “Dari data yang kami miliki, harga naik itu biasanya bulan puasa, Idul Fitri, serta di akhir tahun. Itu terjadi peningkatan harga karena permintaan memang meningkat. Permintaan meningkat itu biasanya naik 20% dari kondisi normal.”

Antisipasi bukannya tidak dilakukan untuk mengatasi masalah akut ini. Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat pun telah meluncurkan dua langkah untuk mengatasi lonjakan harga yang di luar batas. “Untuk cabai kami mempunyai dua program,” kata Yul. Program pertama adalah Gerakan Perempuan untuk Optimalisasi Pekarangan (GPOP) yang baru akan diresmikan akhir Mei ini. “Gerakan ini khusus ditujukan kepada ibu-ibu PKK, mencakup sekitar 100 ribu keluarga miskin di tujuh kota besar,” tambahnya.

Rencana pelaksanaan program ini adalah Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Lampung, dan Medan. GPOP bermaksud menggerakkan ibu-ibu rumah tangga untuk menanam cabai di pekarangan rumah masing-masing. Total 100 ribu keluarga yang akan ikut serta memang tidak lebih dari 1% dari konsumen cabai nasional, tetapi akan berdampak sangat besar. Pasalnya, ibu rumah tangga menjadi pihak yang paling merasakan imbas kenaikan harga. Program ini diharapkan ikut mempengaruhi tekanan harga pasar.

Yul menambahkan, “Kenapa di kota? Karena permasalahan harga itu di kota, di petani harga nggak tinggi. Kenapa sampai di kota jadi tinggi? Berarti ‘kan kekurangan suplai, atau kerusakan di jalan, atau distribusi tidak benar. Maka filosofinya, produksi sendiri langsung di dapur petani. Dia nggak perlu lagi biaya transportasi.”

Dalam GPOP, masing-masing rumah tangga mendapat enam polibag bibit cabai berumur satu bulan. Terdiri dari tiga polibag cabai rawit dan tiga polibag cabai keriting. Teknik budidaya secara sederhana pun akan diberikan, berikut dengan pupuk dan biopestisida. “Kalau tanam bulan Mei, nanti bulan Agustus akan panen. Jika satu keluarga panen satu genggam cabai saja pada satu kali panen, dia ‘kan tidak perlu beli lagi. Mereka pun akan terlatih, mengurangi ketergantungan akan pasar,” jelas Yul.

Satu lagi langkah antisipasi pemerintah adalah Gerakan Tanam Cabai (Gertabe). Bedanya dengan GPOP, gerakan ini dilaksanakan di beberapa sentra tanaman cabai. Tiga bulan sebelum ramadan dan hari raya dilakukan penanaman cabai secara bersamaan di beberapa sentra produksi. Sehingga pada waktu panen bulan Agustus, cabai tersedia dan lonjakan harga yang luar biasa tidak perlu terjadi.

Sediakan Benihnya

Antisipasi lonjakan harga tentu percuma tanpa ketersediaan benih yang cukup. “Kami sudah siapkan. Kalau untuk GPOP, bentuknya ‘kan tanaman cabai umur sebulan, itu sudah disiapkan di balai-balai benih. Kalau Gertabe, di mana-mana ‘kan sudah mulai tanam, jadi masih tersedia,” tutur Ir. Sri Wijayanti Yusuf, M. Agr. Sc, Direktur Perbenihan Hortikultura, Ditjen Hortikultura.

Ketersediaan benih untuk memenuhi kebutuhan hari raya dapat dikatakan aman. “Untuk tiga-empat bulan ke depan, kalau untuk benih cabai masih cukup,” tandas Yanti, sapaan akrabnya. Yang perlu diperhatikan, sambung dia, adalah pemilihan benih berkualitas agar hasil panen yang didapatkan juga optimal.

Penggunaan benih yang baik di kalangan petani memang sudah meningkat. Sosialisasi melalui petugas lapang, baik dari perusahaan benih maupun Kementerian Pertanian cukup efektif dilakukan. “Yang penting, benih yang digunakan adalah benih bersertifikat, varietas unggul, dan bermutu sesuai dengan standar mutu benih,” lanjut lulusan Faperta IPB.

Namun, tambah Yanti, ketersediaan benih untuk 2011 masih mengkhawatirkan, terkait banyaknya tanaman cabai yang gagal panen sepanjang 2010 akibat cuaca buruk. “Antisipasinya adalah mengizinkan impor benih yang sudah dilepas lebih dari dua tahun. Tapi itu hanya untuk 2011. sebenarnya ini tergantung cuaca juga. Kalau kemarau jelas pada bulan Juni, Juli, Agustus, berarti produksi benih cabai kita bagus, sehingga untuk tahun 2011 (stok benih) aman.”

Sementara itu, untuk GPOP benih yang diberikan dari tipe penyerbukan terbuka (open pollinated/OP) supaya dapat diperbanyak oleh ibu-ibu rumah tangga. “Saat panen, kita ajari bagaimana panen untuk benihnya sehingga musim berikutnya dia sudah bisa tanam dari benihnya sendiri,” urai Yanti lagi.

Benih Tentukan Kualitas Panen

Ketersediaan benih akan berbanding lurus dengan ketersediaan cabai di lapang. Sementara, jumlah cabai di lapang pun terpengaruh dari kualitas benih yang ada. Kendalanya, penelitian lebih banyak berfokus pada peningkatan produktivitas tanaman, bukan terhadap ketahanan penyakit. Namun, pada umumnya, benih asal lokal yang OP cenderung lebih tahan dibandingkan benih hibrida. “Petani memang biasanya lebih suka menanam yang hibrida karena produktivitasnya lebih tinggi,” ungkap Yanti.

Saat ini di pasaran telah beredar benih yang tahan terhadap penyakit utama cabai seperti layu fusarium, patek atau antraknosa, dan virus kuning. Tentu hal ini akan sangat membantu petani dalam meningkatkan kualitas dan produksi cabainya. Tinggal sosialisasi benih-benih tersebut yang perlu ditingkatkan.

Penggunaan benih tahan saja tidak cukup, teknik budidaya yang baik pun diperlukan supaya hasil panen optimal. Dalam mengatasi serangan busuk batang saat penghujan misalnya, menurut Dr. Suryo Wiyono, Kepala Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Faperta IPB, perlu dilakukan perbaikan drainase dan tidak menggunakan mulsa plastik. Penggunaan mulsa palstik dapat meningkatkan kelembapan tanah. Media tanam dapat dicampur dengan cendawan antagonis Trichoderma sp. yang bisa didapatkan di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit di daerah. Pupuk kandang yang digunakan sebaiknya sudah matang agar tidak menjadi media tumbuh bagi cendawan Pseudomonas capsici dan Fusarium oxysporum. Agar lebih efektif, penyemprotan fungisida sesuai aturan juga diperlukan (AGRINA edisi 145, 1 Februari 2011)

Dengan berbagai upaya yang dilakukan, kenaikan harga cabai di luar kewajaran sangat mungkin untuk dicegah.

Renda Diennazola, Untung Jaya

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain