Kelangkaan
benih bawang merah hampir tidak pernah dialami petani. Tapi, jangan dikira
permasalahannya hanya sampai di situ.
Luas tanam bawang merah terus
bertambah tiap tahun. Praktis, kebutuhan benihnya pun terus meningkat. Selama
2010 saja, luas tanam bawang merah di Indonesia mencapai 120 ribu ha, dengan
total kebutuhan benih 144 ribu ton. Diperkirakan angka ini bertambah tiap
tahun, seiring pertambahan penduduk.
Kekhawatiran yang muncul, akankah
pertanian bawang merah mengalami kelangkaan benih? Kemungkinannya ada, tapi
sangat kecil. Ditilik dari kebiasaan petani sejak lama, benih akan selalu
tersedia walaupun benih yang ada belum tentu berkualitas, bersertifikat, dan
terjamin menghasilkan bawang yang baik.
Menurut Direktur Perbenihan
Hortikultura, Ditjen Hortikultura, Ir. Sri Wijayanti Yusuf, M. Agr. Sc.,
“Kecenderungannya ‘kan petani menyimpan benih mereka, jadi banyak di gudang.
Mungkin di daerah tertentu kekurangan, tapi daerah lain banyak.”
Kemungkinan kekurangan benih, menurut Yanti --sapaan akrabnya-- boleh jadi terjadi ketika bawang yang disimpan belum siap ditanam. “Ada selisih waktu antara panen dan tanam. Kalau (bawang) konsumsi dipanen, 2,5–3 bulan ‘kan dia dorman, padahal dia mau tanam sekarang. Sebenarnya dia punya di gudang, tapi belum siap.”
Hal yang sama diungkapkan Agusman Kastoyo, Ketua Umum Asosiasi Perbenihan Bawang Merah Indonesia (APBMI). “Kalau ketersediaan benih lokal, kebanyakan petani memiliki kesiapan. Cuma, untuk musim kemarau, mau nggak mau impor, sudah dari dulu,” urainya.
Lokal vs Impor
Petani boleh saja menyimpan bawang merah hasil panennya untuk dijadikan benih, tapi tidak selalu bisa digunakan tiap musim tanam. Perbedaan musim di Indonesia cukup berpengaruh.
Benih lokal sangat cocok ditanam pada musim hujan atau kondisi basah. “Daunnya tebal, jadi tahan hujan atau angin,” papar Agusman. “Produktivitasnya cukup tinggi, 18 ton per ha.” Sebaliknya, benih impor ditanam pada musim kemarau. “Daunnya tipis, kalau musim hujan tidak akan tahan. Paling hanya panen 2-3 ton per ha. Tapi, kalau kemarau bisa 18 ton per ha, yang lokal paling tinggi 10-12 ton per ha,” ujarnya.
Yanti menambahkan, sebenarnya varietas lokal menawarkan kelebihan, yaitu tahan dua kondisi cuaca, baik musim hujan maupun kemarau. Namun, “Varietas lokal itu hujan atau kemarau (produktivitas) tetap berkisar 15 ton per ha. Tapi, kalau musim kemarau, yang impor bisa 18 atau 20 ton per ha,” urainya. Sentra produksi benihnya tersebar di Brebes, Nganjuk, Probolinggo, Pamekasan, Bima, serta Enrekang.
Varietas lokal unggul yang terbukti dapat bertahan pada dua kondisi cuaca adalah Bima Brebes dan Manjung. Sedangkan, untuk varietas impor, “Super Phillips dari Filipina. Tapi kita sudah bikin sendiri di sini,” kata Yanti.
Keunggulan varietas lokal pun dipaparkan Agusman, “Bima Brebes warnanya cukup merah. (Ukurannya) besar sekali tidak, tapi sangat disukai konsumen. Kalau dari Probolinggo ada Bawang Hijau, dari Nganjuk ada Katumi. Tapi hampir 80% petani pakai Bima Brebes.”
Benih impor selama ini didatangkan dari Filipina dan Thailand. Tiga tahun belakangan ini juga ada dari Vietnam.
Perhatikan Kualitas
Toh, tidak semua petani mampu menghasilkan benih berkualitas baik. “Mereka simpan untuk tanamannya sendiri, istilahnya Jalur Benih Antar Lapang (Jabal). Kalau dijual, ya ke tetangganya, nggak sampai pindah provinsi,” ujar Yanti. “Penggunaan benih Jabal itu sekitar 75%. Lalu 20%-nya benih bermutu, 5%-nya impor.”
Dijelaskan oleh Agusman, penyimpanan benih tidak dapat dilakukan sembarang petani. “Kalau petani yang bagus, dia seleksi dari kebun sendiri. Dari bawang yang bagus dia ambil 2 ton untuk disimpan jadi benih. Petani kecil hanya beli dari penangkar,” jelasnya.
Penangkar benih tidak seluruhnya bisa disebut penangkar sejati. “Penangkar sejati itu artinya walaupun harga konsumsi tinggi, tetap dia jadikan benih, nggak dijual,” ungkap Yanti. Sedangkan yang membuat benih untuk persediaan tanamnya cenderung terpengaruh harga pasar.
Benih bawang merah memang belum ada suplai dari perusahaan benih besar, kecuali PT East West Indonesia yang memproduksi benih dalam bentuk biji. Namun, bukan berarti tidak ada yang berkualitas baik. ”Benih bermutu itu dari penangkar kami. Di setiap sentra bawang merah ada. Benih bermutu ini disertifikasi, untuk kebenaran varietas dan kesehatan benihnya,” katanya lagi.
Perbedaan kualitas antara benih Jabal dan benih bersertifikat jelas. Benih Jabal sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai benih karena petani cuma menjual yang tadinya untuk konsumsi, yang disimpan untuk benih sendiri. Sementara benih bersertifikat harus melalui beberapa tahapan seperti pengawasan oleh tim Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB).
Pemilihan benih tentu berpengaruh pada produktivitas bawang merah. Benih yang tidak dipersiapkan secara baik, pertumbuhan dan varietasnya bisa tidak seragam, serta produktivitas dapat lebih rendah. Pasalnya, benih jabal banyak yang tidak diseleksi dengan baik. Benih bermutu dan bersertifikat pengawasannya dilakukan sejak masih di lapang dengan menetapkan petakan yang akan dijadikan benih serta membuang yang sakit.
“Mungkin karena ini produktivitas kita rendah. Kalau benihnya bagus, bisa di atas 20-22 ton per ha. Tapi, karena tidak bagus, produktivitas nasional masih 17-18, bahkan 14-15,” jelas Yanti.
Pengaruh Harga
Kendala lain adalah harga benih yang tidak konsisten. Perilaku pembenih yang menjual bawang simpanannya sebagai bawang konsumsi saat harga tinggi turut mempengaruhi harga. Simpanan benih di gudang berkurang, harga pun meningkat.
Sebaliknya, saat harga rendah, penyimpanan benih di gudang tidak “diutak-atik” dan dijual sebagai benih. Tersedianya benih jelas menurunkan harga. Harga benih standar pun perlu ditetapkan agar tidak terpengaruh harga bawang konsumsi. Kelangkaan benih kemungkinan besar akan terjadi pada musim tanam berikutnya setelah harga bawang konsumsi tinggi.
Standar harga benih memang baru menjadi program pemerintah selanjutnya. Mengatasi masalah harga ini bisa dengan memperkuat penangkar benih lewat pembinaan dan pemberian fasilitas. “Penangkar kami bina, kami berikan fasilitas, ya gudangnya, ya benih sumbernya, biar dia tidak terpengaruh harga konsumsi,” ujar Yanti.
Upaya lain pemerintah untuk mengatasi ketersediaan benih dengan membuat balai benih yang berfokus ke bawang merah sebagai penyedia stok benih. Sementara yang baru dikembangkan adalah balai benih di Kramat, milik pemerintah daerah Jateng. Dengan ketersediaan yang cukup, harga bawang konsumsi tidak akan menggoyang harga benih.
Renda Diennazola dan Windi Listianingsih