Beberapa hama penyakit yang mengganggu bawang merah di antaranya ulat grayak
(Spodoptera exigua), pengorok daun (Liriomyza sp.), dan penyakit bercak ungu (Alternaria porri). Gangguan hama penyakit dapat meningkat akibat kondisi
cuaca. “Cuaca tidak menentu seperti
tahun lalu hingga kini sangat berpengaruh terhadap bawang merah terutama
serangan hama penyakit. Jika tidak dikendalikan, kerugian yang ditimbulkan
cukup besar bahkan bisa gagal panen,” kata Suwito, petani bawang merah di Dusun
Gaeng, Desa Ngudikan, Kec. Wilangan, Kab. Nganjuk
Namun menurut Sudarno, Sales Supervisor East Java Crop Protection PT BASF Indonesia, hama penyakit itu sebenarnya tidak sulit ditangani jika petani menyiapkan langkah pencegahan yang tepat dengan menggunakan pestisida yang tepat pula. “Dosis tepat, waktu dan teknik aplikasi yang tepat dapat mengendalikan hama penyakit secara efektif,” jelas Darno sapaan akrabnya.
Lakukan Pencegahan
Rampage 100 EC, insektisida berbahan aktif klorfenapir 100 g/l, dirasakan Suwito ampuh untuk mengendalikan hama ulat grayak dan pengorok daun. Untuk lahan seluas satu hektar membutuhkan 750 ml Rampage 100 EC sekali semprot. Aplikasinya dimulai sejak umur 7 hari. Jika tidak ada serangan berat, intervalnya bisa 3–4 hari hingga umur 55 hari. “Penyemprotan umur 7 hari bertujuan untuk pencegahan. Hal ini akan jauh lebih bagus daripada penyemprotan sesudah terjadi serangan. Aplikasi biasanya dilakukan pagi hari sekitar pukul 08.00 - 09.00 WIB atau sore hari antara pukul 15.00 - 16.00 WIB,” urai Suwito.
“Rampage 100 EC bekerja secara kontak dan lambung sehingga hasilnya dapat langsung terlihat. Ulat bawang merah itu kebanyakan menyerangnya dari dalam daun bukan dari luar, karenanya mungkin saja ada sisa-sisa ulat di dalam daun, jadi perlu diulang lagi dengan interval rata-rata dua-tiga hari,” jelas Suwito. Salah satu keuntungan yang didapat Suwito sejak menggunakan Rampage 100 EC adalah biaya produksinya dapat ditekan dibandingkan produk lain.
”Dalam satu tahun tanam bawangnya dua kali, rotasinya padi-kedelai-bawang merah-bawang merah. Tidak ada perlakuan khusus, murni tanah diolah, dikeringkan, lalu ditanami, pupuknya biasa pakai SP-36, ZA, dan NPK,” jelas pria 38 tahun ini. Dibandingkan tanaman padi atau kedelai, menurut Suwito, bawang merah lebih menjanjikan. Tiap hektar bawang merah bisa mendapat 17,5 – 21 ton. Sedangkan kedelai hanya 1,75 ton dan padi sekitar 6 – 7 ton.
Sudarno menambahkan, “Sekarang PT BASF Indonesia mempunyai produk baru CABRIOTOP 60 WG yang terdaftar untuk tanaman bawang merah. Cukup dengan dosis 2 - 2,5 kg per ha yang diaplikasikan saat umur 3 dan 6 minggu setelah tanam, dapat meningkatkan jumlah daun dan anakan bawang merah. Di samping itu, CABRIOTOP 60 WG juga dapat menghasilkan bobot umbi yang lebih besar dan hasil bawang merah yang lebih tinggi.”
Yang tidak kalah penting, CABRIOTOP 60 WG juga mengendalikan penyakit trotol atau bercak ungu yang sering dihadapi petani saat ini. Penyakit bercak ungu ini menunjukkan gejala awal berupa bercak kecil, berwarna putih hingga kelabu. Jika membesar, bercak ini tampak bercincin-cincin dan warnanya agak keunguan yang dapat meluas.
Indah Retno Palupi (Surabaya)