Pengendalian hama dan penyakit kakao menjadi kunci agar kembali dapat berproduksi 1,5 – 2 ton per ha per tahun. Oleh karenanya, pengendalian hama dan penyakit dijadikan salah satu sasaran dalam Gernas Kakao.
Menteri Petanian Suswono mengatakan, anggaran program Gerakan Nasional Peningkatan Mutu dan Produksi Kakao atau Gernas Kakao pada 2011 mencapai sekitar Rp1,5 triliun untuk 15 provinsi. Anggaran untuk program Gernas Kakao tersebut meningkat dibandingkan 2010 ini sekitar Rp500 miliar. Mentan berharap dengan dana gernas pro kakao yang dianggarkan melalui APBN tersebut dapat menjadikan Indonesia negara penghasil kakao terbesar dunia mengalahkan negara Ghana dan Pantai Gading yang menjadi penghasil kakao terbesar dunia saat ini.
Program gernas kakao sebelumnya dicanangkan di sembilan provinsi, empat di antaranya di Sulawesi yakni Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Karena program tersebut dianggap pemerintah pusat berhasil, maka jumlahnya bertambah menjadi 15 provinsi pada 2011, di antaranya enam provinsi di Pulau Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Barat dan NTT dan Papua.
Sasaran
Gernas Kakao diluncurkan karena produktivitas tanaman kakao Indonesia selama 5 tahun belakangan ini menurun drastis, dari 1.000 kg/ha/tahun menjadi 660 kg/ha/tahun. Penurunan tersebut terutama disebabkan semakin meningkatnya tanaman kakao yang rusak akibat tanaman tua dan meluasnya serangan hama penggerek buah kakao (PBK) dan penyakit vascular streak dieback (VSD). Hingga akhir 2008 tanaman kakao rusak telah mencapai 450 ribu ha, terdiri dari 70 ribu ha rusak berat, 235 ha rusak sedang, dan 145 ribu ha rusak ringan.
Gernas Kakao dilaksanakan selama tiga tahun, 2009 – 2011, dengan kegiatan utama peremajaan, rehabilitasi, dan intensifikasi. Sasaran gerakan ini adalah, pertama, perbaikan pertanaman kakao rakyat seluas 450 ribu ha, terdiri dari peremajaan 70 ribu ha, rehabilitasi 235 ribu ha, dan intensifikasi 145 ribu ha. Kedua, pemberdayaan petani melalui pelatihan dan pendampingan kepada 450 ribu petani.
Ketiga, pengendalian hama dan penyakit tanaman seluas 450 ribu ha. Dan keempat, perbaikan mutu kakao sesuai SNI. Khusus mengenai pengendalian hama dan penyakit kakao, terlebih dahulu perlu diinventarisasi hama dan penyakit yang menjadi masalah utama di pertanaman kakao. Kemudian baru diupayakan pengendaliannya.
Produksi Anjlok 60 – 70% Akibat Hama
“Ada dua hama dan dua penyakit yang menjadi masalah utama pada kakao,” ungkap Wahyu Hidayat, petani kakao di Desa Laro, Kec. Burau, Kab. Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Dua hama utama itu adalah penggerek buah kakao (PBK) dan penghisap buah kakao. Sedangkan penyakitnya yakni busuk buah dan vascular streak dieback (VSD).
PBK disebabkan oleh Conopomorpha cramerella. Buah kakao yang diserang berukuran panjang 8 cm sehingga masak awal, yaitu belang kuning hijau atau kuning jingga dan terdapat lubang gerekan bekas keluar larva. Pada saat buah dibelah biji-biji saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu buah jika digoyang tidak berbunyi.
Kepik penghisap buah atau Helopeltis spp. Buah kakao yang terserang tampak bercak-bercak cekung berwarna cokelat kehitaman dengan bercak kecil pada ujung buah. Serangan pada buah muda menyebabkan buah kering dan mati, tetapi jika buah tumbuh terus, permukaan kulit buah retak dan terjadi perubahan bentuk. Bila serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan daun layu, gugur kemudian ranting layu mengering dan meranggas.
“Kedua hama tersebut dapat dikendalikan dengan cara panen sesering mungkin agar siklusnya terputus. Selain itu, lakukan juga sanitasi di sekitar tanaman dan pemupukan untuk meningkatkan daya tahan tanaman,” jelas Wahyu yang juga petugas PPL. Namun jika hama tetap ada dapat dikendalikan dengan insektisida.
“Insektisida yang saya gunakan sejak 3 tahun lalu adalah Alika dan terbukti buah kakao aman dari serangan hama,” jelas Muh. Syarif Andri, petani kakao di Desa Lera, Kec. Wotu, Kab. Luwu Timur. Penyemprotan Alika, menurut Wahyu, dilakukan mulai buah berukuran sejari hingga panen sebanyak 5 kali aplikasi.
VSD Membuat Tanaman Mati
Penyakit busuk buah disebabkan cendawan Phytophthora palmivora. Buah kakao yang terserang berbercak cokelat kehitaman, biasanya dimulai dari ujung atau pangkal buah. Penyakit ini disebarkan melalui sporangium yang terbawa atau terpercik air hujan. Biasanya penyakit ini berkembang dengan cepat pada kebun yang mempunyai curah hujan tinggi dengan kondisi lembap. Serangan penyakit ini dapat menyebabkan kehilangn hasil 50 – 60%.
“Pengendalian penyakit buah terutama melakukan sanitasi terutama pada piringan tanaman. Selain itu, perlu dilakukan pemangkasan pada tanaman kakao dan tanaman pelindung agar tidak lembap,” jelas PPL lulusan Universitas Cokroaminoto Palopo ini. Namun untuk tindakan preventif, tambah Wahyu, sebaiknya tanaman disemprot fungisida Revus setiap dua minggu sekali.
Penyakit VSD disebabkan oleh cendawan Oncobasidium theobromae. Penyakit ini menyerang semua stadia tanaman. Infeksi awal hanya terjadi pada daun muda yang belum mengeras, selanjutnya infeksi menyebar mengikuti jaringan pembuluh xylem. Gejala pertama biasanya menguningnya daun, terutama pada daun kedua atau ketiga dari ujung. VSD merupakan penyakit utama yang ditakuti petani kakao karena dapat menyebabkan tanaman mati.
Pengendalian VSD secara efektif dapat dilakukan dengan pangkas cabang atau ranting yang terserang VSD. “Kemudian disemprot insektisida Amistartop 10 ml/tangki 15 l. Untuk perlindungan penyemprotan dilakukan dua minggu sekali, namun jika ada serangan frekuensi bisa ditingkatkan hingga tanaman benar-benar pulih dari VSD,” jelas Wahyu. Amistartop berfungsi ganda karena mengandung ZPT. Pengatur tumbuh untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan entres tanaman.
Untung Jaya