Jaminan pasar dari GarudaFood, perbaikan teknik budidaya dan pascapanen dari IFC, menggairahkan petani kacang tanah di Nusatenggara Barat.
Nusatenggara Barat (NTB) menyimpan potensi lahan yang baik untuk pengembangan budidaya kacang tanah. Gubernur NTB, Dr. H. M. Zainul Majdi mengungkapkan, masyarakat di wilayahnya telah lama mempunyai kultur menanam kacang tanah sebagai komoditas pertanian utama, khususnya di Kabupaten Lombok Utara, Lombok Barat, dan Lombok Tengah.
“Namun, pertumbuhannya dari tahun ke tahun belum terlalu signifikan karena petani atau warga kita belum melihat ada satu kemitraan yang betul-betul optimal,” katanya. Produksi kacang tanah NTB saat ini sekitar 45 ribu ton per tahun dengan produktivitas 1,2—1,4 ton per hektar (ha). Dengan hasil tersebut, NTB baru menyumbangkan sekitar 6% kebutuhan kacang tanah nasional.
Tantangan yang dihadapi pertanian kacang tanah NTB pun tidak sedikit. Dalam sambutannya pada acara “Tatap Muka Petani Kacang Tanah Mitra PT Bumi Mekar Tani (BMT) dalam Rangkaian Kerjasama Penguatan Lead Firm antara PT BMT (GarudaFood Group) bersama International Finance Corporation” di Desa Tempos, Kec. Gerung, Lombok Barat (17/3), Gubernur memaparkan beberapa permasalahan kacang tanah di NTB.
“Produktivitas masih rendah, kurangnya pasokan benih yang baik, kurangnya permodalan dan pasar, serta kurangnya dukungan riset pertanian yang memadai,” katanya yang disampaikan Dr. Masyhud, Kepala Badan Koordinasi Penyuluh Provinsi NTB.
Saat ditemui di kantornya, Gubernur menambahkan, kemitraan yang ada masih perlu dibangun lebih baik lagi agar semakin banyak petani mau ikut serta di dalamnya. “Masih banyak petani kita yang lebih memilih menjual kepada pedagang lepas, yang mungkin menawarkan harga lebih baik dibandingkan kemitraan itu,” ujar Tuan Guru Bajang, sapaannya.
Sementara itu, Ningrasih, petani kacang tanah di Desa Loloan, Kec. Bayan, Lombok Utara, membenarkan. Menurutnya, harga kacang tanah dalam payung kemitraan minggu kedua Maret 2011 berkisar Rp2.500—Rp2.900 per kg. “Harga di pasaran saat ini Rp2.000—Rp3.000 per kg, makanya petani ada juga yang tergiur (menjual kepada) tengkulak,” ungkap pemilik kebun seluas dua hektar ini.
Solusi Kemitraan
Melihat kenyataan tersebut, International Finance Corporation (IFC) membangun kemitraan dengan GarudaFood untuk membantu meningkatkan produktivitas, memberikan jaminan pasar bagi petani, serta berujung pada peningkatan kesejahteraan petani. Kemitraan yang terjalin sejak 2007 ini berhasil merangkul lebih dari 8.000 petani kecil di kawasan Nusatenggara Barat, dengan luas lahan mencapai 3.000 ha. Luasan tersebut tersebar di 8 kabupaten dan 36 kecamatan di Lombok dan Sumbawa.
Dalam hal ini, IFC, anggota kelompok Bank Dunia, membantu mengembangkan model matarantai pasokan (supply chain) yang menguntungkan, memasok modul-modul pelatihan, serta memberikan konsultasi dan pelatihan kepada petugas lapangan GarudaFood.
“Kami (IFC) menyediakan investasi dan pendampingan teknis yang bertujuan untuk mendukung pembangunan sektor-sektor swasta di negara-negara berkembang. Tujuannya menciptakan peluang bagi masyarakat supaya mereka bisa meningkatkan taraf hidupnya. Memberikan pelayanan yang dibutuhkan inilah pada akhirnya bisa mengangkat masyarakat dari kemiskinan,” ungkap Bruce Moats, IFC Corporate Relations Director.
Di sisi lain, GarudaFood menyebarkan pelajaran yang telah diperoleh kepada para petani melalui PT BMT, anak perusahaannya yang bertanggungjawab dalam pengadaan bahan baku kacang tanah. Selain itu, berperan pula dalam penyediaan bibit berkualitas dan peralatan pertanian yang dibutuhkan. Selanjutnya, hasil panen petani yang ikut dalam kemitraan akan kembali dibeli oleh GarudaFood. Bahkan, ada insentif tambahan bagi petani yang menghasilkan kacang tanah berkualitas prima.
Hartono Atmadja, Managing Director GarudaFood, mengungkapkan, dengan kemitraan, kualitas kacang tanah yang dihasilkan meningkat, sehingga kualitas produk GarudaFood pun meningkat. “GarudaFood merupakan perusahaan yang ingin membawa perubahan dengan menciptakan nilai tambah bagi para stakeholders-nya. Apa yang telah kami capai selama ini merupakan hasil kerjasama bermitra yang baik selama ini,” tuturnya.
Keuntungan Bersama
Sebagai penghubung antara petani dan pembeli besar, IFC mendapatkan dukungan dari Kemitraan Australia Indonesia (AusAID) sebagai sumber dana terbesar. “AusAID merupakan sumber dana dasarnya, pelaksanaannya oleh IFC. Ini merupakan bagian AUD$300 juta dari jumlah total nilai kerjasama Indonesia dengan Australia,” kata Daniel Hunt, Regional Coordinator for Nusatenggara, Australian Government Aid Program.
Untuk program kemitraan IFC dengan GarudaFood ini, dana yang disediakan sebesar US$600 ribu. “Termasuk di dalamnya studi-studi dan pelatihan-pelatihan bagi petugas-petugas GarudaFood ataupun petugas-petugas lapangan,” tambah Ernest E. Bethe, Program Manager Agribusiness IFC.
Win-win solution, itulah yang tergambar dalam kemitraan tiga pihak ini. Melalui berbagai pelatihan, pendampingan, dan bimbingan teknis, petani dapat menjalankan budidaya yang lebih baik. “Petani tidak hanya akan mendapat jaminan harga pasar, tetapi juga akan mendapat pelatihan, (sehingga) petani akan bisa meningkatkan kualitas produksi, bisa menjadi lebih kompetitif, meningkatkan produktivitas, dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan,” papar Bruce.
Bagi GarudaFood, kemitraan dengan petani memberi jaminan pasokan kacang tanah yang dibutuhkan. “Mereka akan mendapatkan pasokan produk berkualitas secara berkesinambungan,” tambah Bruce. Karena keberhasilan itulah, IFC menyerahkan manajemen proyek ini sepenuhnya kepada GarudaFood. “Tentunya, GarudaFood akan melanjutkan pendekatan ini secara berkesinambungan. Kami berharap pendekatan atau proyek ini akan kami lakukan kembali,” timpal Hartono.
Renda Diennazola, Peni SP