Minggu, 27 Maret 2011

LIPUTAN KHUSUS : Lebih Terjamin dengan Bermitra

Pendampingan, pelatihan, dan bimbingan lapangan berdampak positif bagi produksi dan juga kesejahteraan petani.

Peningkatan produksi jelas dirasakan petani peserta program kemitraan. Sebelum ikut dalam kemitraan, produksi kacang tanah di lahan Ningrasih hanya 1,5—2 ton per ha. Setelah menjadi peserta kemitraan, “Produksinya 6–7 ton per dua hektar atau 3—3,5 ton per hektar,” kata petani yang diberi penghargaan sebagai petani paling loyal ini. Bahkan, Amat Lini, petani dari Desa Kuangjukut, Kec. Pringgerate, Lombok Tengah, memperoleh hasil 5,4 ton per ha.

Begitu pula yang dialami Sukri. Sebelum bergabung dalam kemitraan, produksi kacang tanahnya hanya 2—2,5 ton per ha. Setelah bergabung meningkat menjadi 3,5–4 ton, bahkan 5 ton per ha. “Keuntungan bermitra itu, perusahaan di sini sudah menjamin pasar, jadi tidak ada kata turun-naik. Sudah dipatok harga sejak masuk kemitraan,” ujarnya. Teknik budidaya juga lebih baik. “Kalau sebelumnya, jarak tanam kadang-kadang ada yang 25, 30 cm, bahkan lebih. Nah, setelah kami ikut, maksimal antara 40 dengan 15 cm. Sangat jauh berbeda,” imbuhnya.

Ningrasih menyebutkan, bentuk bantuan yang diberikan berupa benih dan bimbingan teknis. “Benih dikasih utang, untuk satu hektar sekitar 180 kg. Bentuk bimbingan teknisnya penanaman, penyiangan, pemupukan, dan alat pertanian. Alat digunakan berkelompok,” urainya. Benih, pupuk, dan pestisida ini adalah utang petani yang dibayar setelah panen.

Abdullah Hadiansyah, Estate Manager PT BMT, menjelaskan, pelatihan yang diberikan kepada petani berupa teknik budidaya mulai dari persiapan tanam hingga pascapanen, berbentuk sekolah lapang minimal tiga kali pada satu musim tanam. “Mulai dari pengolahan lahan yang baik, persiapan lahan, bagaimana penggunaan alat-alat pertanian di lahan tersebut untuk mengurangi biaya usaha tani, cara tanam, pemeliharaan, termasuk pengetahuan mengenai hama dan penyakit. Yang terakhir adalah panen dan pascapanen,” ujarnya.

Kualitas panen mempengaruhi harga jual. Peningkatan harga ditentukan komposisi biji kacang tanah yang tua dengan yang muda dalam sampel. Semakin besar komposisi biji tua, semakin tinggi harganya. Kualitas standar, dengan perbandingan biji kacang tanah tua dan biji muda 1 : 1 dibeli Rp2.500 per kg. Jika perbandingannya 3 : 1, maka harga menjadi Rp2.750, 4 : 1 menjadi Rp2.800, dan yang paling baik 7 : 1 dengan harga Rp2.900 per kg.

Menanggapi harga kacang tanah peserta kemitraan yang dikatakan lebih rendah dari tawaran tengkulak, Rahmat Syakib, Operations Officer IFC Advisory Services Agribusiness Linkages, menyatakan hal tersebut tidak dapat langsung dibandingkan. “Jangan sampai ada yang membandingkan harga di tingkat kolektor. GarudaFood membeli (kacang tanah) untuk kadar air 50%, yang baru panen, yang masih segar. Sedangkan harga di pasar ‘kan kacang kulit kering, ada juga kacang pipil,” tukasnya.

Masih Kekurangan

Meskipun produksi kacang tanah NTB meningkat dengan adanya kemitraan ini, bukan berarti kebutuhan kacang tanah dalam negeri terpenuhi. “Dari 45 ribu ton yang dihasilkan di sini (NTB), yang diserap oleh GarudaFood hanya sekitar 10%. Sebetulnya, bagi kami yang industri, kebutuhan untuk pasar nasional itu jauh lebih besar,” ujar Hartono.

GarudaFood membutuhkan sekitar 40 ton kacang tanah dalam bentuk polong per hari untuk diolah di pabrik pengolahan setengah jadi di NTB. “Baru terpenuhi sekitar 60%-nya. Artinya, masih banyak idle capacity yang masih bisa kita tingkatkan. Itulah yang menjadi tantangan kami untuk meningkatkan suplai kacang tanah di daerah ini,” tambahnya.

Belum terpenuhinya kebutuhan itu juga dipengaruhi luas lahan yang masih belum mencukupi. “Tiap tahun kami membutuhkan sekitar 10 ribu—12 ribu ton, itu kira-kira butuh sekitar 6 ribu ha. Sementara, saat ini saja kami baru ada 3.000 ha,” kata Abdullah.

Kacang tanah yang dipasok ke pabrik GarudaFood harus memenuhi sejumlah persyaratan. “Yang pertama, kacang tanah harus segar. Maksimal sampai di pabrik 24 jam setelah panen. Yang kedua, kacangnya tua atau padat. Kemudian bersih, artinya tidak terlalu banyak tanah ataupun sisa tanaman lainnya. Lalu, kadar airnya di atas 40% karena kami beli kacang yang segar,” rincinya.

Kualitas kacang tanah yang diharapkan memang tidak selalu dapat terpenuhi. Namun, pasar bagi petani sudah jelas. Walaupun kualitas yang dihasilkan di bawah standar yang ditetapkan, kacang tanah tetap dibeli GarudaFood, namun dikenai sistem penalti. “Misalkan kami sepakati harganya Rp2.500, tapi kalau secara kualitas tidak memenuhi persyaratan, itu akan kami kenai potongan sesuai dengan tabel yang kita punya. Itu ada persentase penurunan kualitasnya berapa, beserta pengurangan harganya,” tambah Abdullah. Kacang yang tidak memenuhi persyaratan kualitas itu nantinya akan diolah untuk produk kacang tanpa kulit.

Keuntungan jaminan pasar inilah yang sebenarnya sangat dibutuhkan petani. Jika pasar terjamin, petani pun tidak akan ragu untuk mulai menanam kacang tanah karena hasil yang didapatkan juga tidak kalah dengan pertanian tanaman pangan.

Renda Diennazola, Peni SP

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain