Dunia sempat dikejutkan temuan padi hasil rekayasa genetik “Golden Rice” (padi emas) pada tahun 2000. Padi varitas baru yang berhasil didapatkan ini adalah sebuah temuan mutakhir dalam bidang bioteknologi tanaman pangan. Ide rekayasa padi yang mengandung beta-karoten pada awalnya muncul ketika para ahli biotek menemukan sebuah fenomena banyaknya anak-anak yang mengalami kekurangan vitamin A di benua Asia dan Afrika.
“Dengan mengonsumsi beras ini, masyarakat juga bisa memenuhi kebutuhan mereka akan daging, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Apalagi bahan makanan yang mengandung vitamin A ini biasanya harganya sangat mahal sehingga ini sangat membantu bagi kesejahteraan masyarakat itu sendiri,” imbuh kata Randy Hauntea, Global Coordinator International Service for the Acquisition of Agri-Biotech Applications (ISAAA) pada seminar Global Status of Commercialized Biotech GM Crops in 2010 di gedung Kementerian Pertanian, (14/3).
Randy menambahkan, golden rice kaya vitamin A karena mengandung beta-karotena (pro vitamin A). Bahkan dengan kandungan beta-karotena menyebabkan warna beras menjadi kuning (seperti nasi kuning) karena efek kandungan vitamin A itu. Rencananya golden rice akan disuntikkan ke varietas padi Indonesia (Ciherang). Diperkirakan, proses penyuntikan ini telah selesai pada 2013 sehingga bisa mulai ditanam di Indonesia pada 2014 mendatang. “Produktivitas beras ini diprediksi mampu mencapai 7 ton/hektare atau melebihi kemampuan rata-rata 5,3 ha/ton,” jelasnya.
Namun, lanjut Randy saat ini teknologi rekayasa genetika ini masih menuai pro dan kontra. Begitu juga dengan padi emas ini yang belum sepenuhnya diterima masyarakat dunia. Sebagian masyarakat tidak menyetujui budidaya padi emas karena adanya kekhawatiran akan terjadinya perubahan lingkungan atau ekosistem. Mereka takut padi emas yang ditanam bisa menularkan sifat mutasinya ke tanaman lain.
Sehingga, lanjut Randy, memungkinkan bila padi emas ini ditanam bersama padi jenis lain dalam satu lahan yang berdekatan maka polen (benang sari) padi emas dapat membuahi padi lain. Maka yang ditakutkan adalah apabila sifat yang diciptakan oleh ilmuwan ternyata bisa berubah dan melenceng jauh dari yang diharapkan. Selain itu masyarakat juga masih takut mengkonsumsi padi emas karena alasan kesehatan.
Ketua Dewan ISAAA Dr. Clive James menjelaskan, saat ini tidak perlu ketakutan adanya teknologi rekayasa genetika, sebab sudah banyak negara yang menggunakannya. Bahkan di Indonesia sudah ada yang namanya Komisi Keamanan Hayati (KKH) yang akan menilai apakah suatu teknologi tanaman tersebut diperbolehkan untuk dibudidayakan di Indonesia atau tidak.
Lebih lanjut Clive menjabarkan, penemuan genetika golden rice adalah lembaga penelitian padi internasional (IRRI) di Los Banos, Philipina. Rencananya, hasil rekayasa genetika itu yang masih berupa gen yang akan dikombinasikan dengan varietas tanaman padi tahan hama wereng dan tahan kemarau.
Yuwono Ibnu Nugroho