Serangan penyakit busuk daun kentang telah menjadi momok bagi petani kentang selama bertahun-tahun. Akankah ini terus menjadi tradisi?
Setiap memasuki musim hujan, kekhawatiran petani kentang tetap sama, serangan penyakit busuk daun. Penyakit ini dituding menjadi penyakit utama yang menyebabkan penurunan produksi kentang secara drastis bahkan gagal panen. Penyakit yang disebabkan cendawan Phytophtora infestans ini dapat menurunkan produksi kentang hingga 60% jika tidak ditangani secara cepat dan tepat.
Mau tahu kehebatan serangan cendawan itu? Coba saja tanyakan kepada Ade Rubini. Petani di Desa Marga Mekar, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung Selatan, Jabar, ini mengalaminya. Serangan busuk daun itu bikin anjlok hasil panennya hingga 70%. “Tahun 2010 lalu apalagi cuacanya basah sepanjang tahun. Jadi penyakit ini mudah menyebar,” ungkapnya.
Penyakit bernama lain lodoh ini memang sangat berpotensi menyerang kentang yang ditanam pada kondisi lingkungan dingin dan lembap. “Perkembangan penyakit yang sangat cepat dan parah umumnya terjadi pada kondisi lembap dan banyak hujan,” ujar Ratna Indah Cahyaningsih, Senior Crop Manager Vegetable Bayer CropScience Indonesia.
Gejala serangan penyakit ini berupa timbulnya bercak-bercak basah berwarna cokelat kehitaman pada permukaan daun. Jika daun dibalik akan terlihat kumpulan sporangium cendawan yang berwarna putih. Tidak hanya menyerang daun, cendawan juga dapat merambah ke batang dan umbi.
Mula-mula serangan terjadi pada daun bawah. Namun jika tidak segera diatasi, serangan akan merambat ke atas, hingga ke daun-daun muda. Udara lembap akan menyebabkan daun membusuk dan tanaman mati. Umbi yang terserang akan melekuk dan agak berair. Daging umbi pun berwarna coklat dan busuk.
Penularan penyakit ini pada tanaman sehat pun dapat terjadi sangat cepat dan mudah. “Penyebaran penyakit oleh spora yang terbawa angin, percikan air hujan, maupun terbawa alat-alat pertanian,” ungkap Ratna. Ade menambahkan, “Kalau kita berjalan dari tanaman sakit ke tanaman sehat, spora bisa terbawa di sepatu atau tangan kita sehingga tanaman sehat pun tertular.”
Tanggulangi dengan Tepat
Penyakit ini memang berbahaya, tetapi bukan berarti tidak dapat ditanggulangi. “Pemantauan terhadap tanaman dan perkembangan penyakit sangat diperlukan,” kata Ratna. Ade menyarankan untuk segera mencabut, membuang, dan menjauhkan daun yang menunjukkan gejala serangan lodoh. “Kalau tidak segera dibuang, bisa menulari seluruh areal tanaman,” imbuh Ketua Kelompok Tani Sawargi ini.
Hal ini menjadi penting lantaran lodoh dapat menyerang sejak tanaman baru menginjak umur 15 hari. Semakin muda umur serangan lodoh, semakin berbahaya pula ancamannya. “Semakin awal (cendawan) Phytophtora ini datang, semakin kecil hasil (panen)-nya. Paling hanya bisa panen 20%-30%,” kata Ir. Kusmana, pemulia kentang di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang, Kab. Bandung. Jika serangan terjadi saat tanaman menjelang panen, risiko penurunan produksi tidak terlalu besar karena umbi kentang telah terbentuk.
Pengendalian penyakit dengan aplikasi fungisida pun tetap diperlukan. “Penyemprotan fungisida kontak dan translaminar atau sistemik seperti fungisida Trivia,” saran Ratna. Lulusan Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Faperta IPB, 1999, ini pun menambahkan, fungisida dengan bahan aktif fluopikolid dan propineb dapat mengatasi busuk daun dengan efektif. “Fluopikolid bersifat sistemik lokal, dapat bekerja di jaringan tanaman saat cendawan sudah penetrasi. Sedangkan propineb bekerja secara kontak mencegah terjadinya perkembangan spora. Kombinasi kedua bahan ini pun dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan kualitas umbi,” terangnya.
Aplikasi fungisida dimulai pada saat 15 Hari Setelah Tanam (HST). Selanjutnya, interval aplikasi dapat disesuaikan dengan intensitas serangan yang terjadi. “Kalau serangan tidak terlalu parah, semprot tiga hari sekali. Tapi kalau serangan parah atau kondisi cuaca hujan terus, bisa sampai tiap hari nyemprot,” jelas Ade. Petani mitra PT Indofood Fritolay ini pun menganjurkan, “Yang penting itu 5T. Tepat waktu, tepat dosis, tepat sasaran, tepat aplikasi, dan tepat fungisida.”
Pilih Varietas
Penanggulangan lodoh dari sisi budidaya akan lebih efektif jika ditunjang dengan pemilihan varietas kentang yang tepat, dan penggunaan benih berkualitas. Menurut Dr. Ahsol Hasyim, MS., yang terpenting adalah pemilihan benih yang baik. “Kalau benih itu sehat, bagaimana pun penyakit tidak akan mampir. Ketahanan terhadap penyakitnya pun akan bagus,” papar Kepala Balitsa itu.
Berbagai varietas kentang yang tersedia di pasaran mempunyai toleransi berbeda-beda terhadap penyakit ini. “Serangan Phytophtora itu memang tergantung varietasnya. Kalau varietas Atlantik dan Granola, itu umur 4 atau 5 minggu sudah banyak terserang. Apalagi Atlantik, dia sangat peka terhadap Phytophtora,” timpal Kusmana.
Karena itu, Balitsa mengembangkan beberapa varietas kentang yang toleransinya baik terhadap busuk daun kentang. “Contohnya Repita. Ketahanannya terhadap busuk daun kentang sudah cukup baik,” Kusmana menjelaskan. Serangan memang masih terjadi, namun sangat sedikit sehingga tidak mempengaruhi produksi. “Mungkin kurang dari 10%, masih di bawah ambang kerusakan,” imbuhnya.
Namun, varietas ini pun masih memiliki kekurangan. “Di tingkat konsumen tertentu masih belum terlalu disukai. Bentuknya kurang bagus dan daging umbinya putih. Konsumen lebih suka yang kuning,” jelas Ahsol. Karena itulah, ayah enam anak ini menantang para peneliti koleganya untuk mengembangkan varietas kentang yang toleran busuk daun, disukai konsumen, dan produksi tinggi. “Kalau memang misalnya Repita tidak laku, kenapa tidak tanam Granola? Tapi perlindungannya harus bagus, benihnya juga harus sehat,” tambahnya lagi.
Menjawab tantangan tersebut, Kusmana memaparkan, Balitsa telah mengembangkan beberapa varietas baru, “Sebenarnya Repita sendiri permintaan di daerah tertentu sudah cukup baik. Namun agar lebih disukai konsumen, contohnya kita silangkan dengan Atlantik. Kita sudah ada, insya Allah dua tahun lagi kita lepas.”
Kita tunggu saja varietas baru itu agar si lodoh tidak merajalela.
Renda Diennazola