Jika hawar pelepah menyerang, sudah pasti petani bakal dirugikan. Makin awal serangan terjadi, makin besar kehilangan hasil yang ditimbulkan.
Penyakit hawar pelepah menjadi momok sepanjang tahun bagi petani padi. Serangan hawar pelepah bisa menurunkan produksi hingga 30%. Penyakit ini disebabkan cendawan Rhizoctonia solani. Menyerang padi mulai dataran rendah sampai dataran tinggi. Penyakit hawar pelepah sangat sulit dikendalikan karena banyak tanaman inangnya. Hawar pelepah umumnya terjadi seketika tanaman mulai membentuk anakan hingga menjelang panen. Ia juga bisa muncul pada tanaman muda.
Hawar pelepah mengganas saat kelembapan udara tinggi, misalnya sewaktu musim penghujan. Penyakit ini ditandai dengan rusaknya pelepah daun padi. Pada bagian bawah permukaan daun muncul bercak-bercak besar berwarna cokelat dengan putih di tengahnya. Jika kondisi memungkinkan, penyakit bisa naik sampai ke daun bendera.
Secara alami, perkembangan fisiologis tanaman juga turut berpengaruh pada penyebaran cendawan. Makin tua tanaman makin rimbun sosoknya, praktis kelembapan makin tinggi membuat cendawan lebih leluasa menyebar. Jika tidak diatasi, proses pengisian malai bakal terganggu, gabah tak terisi sempurna sehingga persentase gabah kosong makin besar. Produksi padi pun merosot.
Cukup Dua Kali Aplikasi
Kini petani telah memiliki senjata untuk mengatasinya. “Sejak memakai Opus 75 EC, tanaman terlihat lebih subur. Dan hasilnya meningkat, dibandingkan tanpa menggunakan Opus ada tambahan produksi 0,5–1 ton per ha. Jika biasanya panen 5,5 ton, dengan Opus bisa jadi 6–6,5 ton per ha,” ujar Amran, petani padi di Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Memang untuk itu ada tambahan biaya sebanyak Rp220 ribu untuk dua kali penyemprotan. Namun, kata Amran, dibanding dengan tambahan produksi yang didapat, ia masih memperoleh keuntungan.
Hal senada diungkapkan H. Thabrani Nurdin, petani padi di Wadas, Telukjambe Timur, Karawang. “Kelebihan lain Opus, bisa mempertahakan daun bendera tetap hijau hingga menjelang panen. Daun bendera pada padi tetap hijau meskipun malai sudah menguning,” ucap Thabrani.
Hal itu disebabkan, “Opus 75 EC tidak hanya mengatasi serangan hawar pelepah, tapi juga bekerja meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan tanaman sehingga daya tahan tanaman meningkat. Daun bendera tetap berwarna hijau sampai menjelang panen, proses fotosintesis berjalan penuh sehingga pengisian bulir lebih sempurna,” jelas Sarip Hasanuddin, Sales Representative PT BASF Indonesia untuk wilayah Pantura Jawa Barat dan Banten. Di samping itu, rendemennya pun meningkat, kualitas gabah lebih baik, dan beras lebih putih cemerlang.
Dosis anjuran penggunaan Opus 75 EC sebanyak 15 ml untuk satu tangki ukuran 15 liter. Fungisida yang berbahan aktif epoksikonazol 75 g/l ini bekerja secara sistemik. Berbentuk cair dikemas dalam botol ukuran 250 ml dan 80 ml. “Opus disemprotkan dua kali dalam satu musim tanam, umur 45 hari setelah tanam (HST) atau pada saat padi bunting dan 60 HST atau saat malai keluar 50% dari tiap rumpun,” jelas Sarip. Jika pengisian malai bisa berlangsung lancar tanpa gangguan cendawan, petani bisa berharap banyak waktu panen tiba.
Oleh karena itu, Amran, Thabrani, dan petani kelompok mereka selalu mengikuti anjuran petugas lapangan PT BASF karena mereka tidak ingin kehilangan hasil saat panen tiba. “Produksi harus meningkat terus untuk masa yang akan datang apalagi jika ada pendampingan dari awal hingga akhir, karena kami ingin produksi 8 ton per ha,” jelas Thabrani.
Tri Mardi Rasa