Senin, 17 Januari 2011

LIPUTAN KHUSUS : Pedasnya Bisnis Cabai

Harga cabai eceran yang mencapai di atas Rp100 ribu per kg “menyengat” ibu-ibu rumah tangga, pedagang makanan, pejabat kementerian terkait, hingga presiden.

Komoditas hortikultura yang satu ini memang kerap mengundang perhatian tatkala harganya melambung gila-gilaan. Pada zaman Orde Baru harga komoditas pencipta rasa pedas ini masuk ke agenda sidang kabinet. Sampai-sampai waktu itu Presiden Soeharto menganjurkan penanaman cabai dalam pot.

Pun saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, cabai juga sempat meramaikan sidang kabinet karena ikut memicu inflasi. Sebelum akhirnya dibahas di sidang penting itu, terlebih dahulu meruak berbagai komentar. Ada yang menuduh tengkulak mengambil untung terlalu besar. Ada juga yang menyalahkan pedagang. Sementara kalangan pakar hortikultura dan petani mengeluhkan kegagalan produksi akibat berlangsungnya cuaca ekstrem sepanjang 2010.

Arief Darmono, petani cabai di Desa Kadupugur, Kecamatan Kadudampit, Sukabumi, Jabar, mengakui, sejak tiga tahun terakhir cuaca tidak menentu sehingga produksi tidak maksimal. Bahkan, menurut rekan-rekan sesama petani yang berkunjung ke kebunnya, mendapat setengah kilo per tanaman saja susah.

Hal senada diungkap Dadi Sudjana, Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai  Indonesia (AACI) pada workshop organisme pengganggu tanaman yang digelar Ditjen Hortikultura, Kementan (13/1). “Sekarang ini gagal panen cabai karena gangguan OPT (organisme pengganggu tanaman) dan iklim,” katanya.  Tidak hanya produksi cabai konsumsi yang anjlok produksinya, cabai untuk benih pun sama saja. “Produksi benih juga turun tinggal 20%--30%,” ujar Cipto Legowo, produsen benih cabai di Semarang.

Memancing Impor

Menyoal harga yang melambung, Arief maupun Dadi sepakat itu lantaran seretnya pasokan akibat gagal panen. Namun harga yang demikian “menyiksa” konsumen tersebut tidaklah dinikmati sepenuhnya oleh petani. “Harga di tingkat petani berkisar Rp25.000—Rp35.000 per kg,” ujar Dadi. 

Sedangkan data Kementerian Perdagangan, harga rata-rata harga cabai besar per Desember 2010 mencapai Rp31.161 per kg, naik 44,87% dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp21.509 per kg. Hingga Januari 2011 harga rata-rata cabai biasa telah naik hingga Rp41.584 per kg.

Sementara itu, cabai merah keriting per Desember 2010 sebesar Rp33.652 per kg, atau naik 37,195 dari harga rata-rata November yang sebesar Rp24.528 per kg. Hingga Januari 2011 ini, rata-rata harga cabai merah keriting mencapai Rp44.939 per kg.

Tingginya harga cabai tampaknya mengundang masuk produksi dari mancanegara. Dadi memergoki cabai yang diduga dari Taiwan merambah Pasar Induk Kramatjati, Jakarta, pada 12 Januari lalu. Selain dijual di Jakarta, cabai segar impor itu juga dikirim ke Bukittinggi, Sumbar. “Cabai itu dijual Rp17.000 per kg,” katanya. Informasi adanya cabai impor itu sontak mengundang tanya Hasanuddin Ibrahim, Dirjen Hortikultura saat workshop berlangsung. Pasalnya, Dirjen belum mengetahui hal tersebut.

Ketika AGRINA minta komentarnya tentang cabai tersebut, ia mengatakan, “Kualitas cabai itu sendiri secara fisik masih dibawah kualitas cabai lokal. Dilihat dari warna pun sudah terlihat sedikit pucat jika dibandingkan cabai lokal yang cerah. Selama ini impor lebih banyak masuk dalam bentuk cabai kering untuk industri mi instan.

“Dengan datangnya cabai impor itu, kita serahkan kepada pemerintah saja karena dia yang lebih tahu,” pungkas Dadi.

Peni SP, Syatrya Utama, Yuwono Ibnu Nugroho

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain