Apabila tidak ada penambahan luas panen, sementara jumlah penduduk naik 1,4%, alih fungsi lahan 110 ribu ha, tidak sampai 2030 Indonesia akan kekurangan pangan.
Gambaran suram itu disampaikan Winarno Tohir, pada kesempatan memaparkan presentasinya. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) ini memulai bahasannya dari lahan per kapita. Menurutnya, masih banyak orang yang belum tahu mengapa lahan kita luas tetapi dalam produksi beras kalah dari Vietnam dan Thailand.
Ia pun menyodorkan data luas lahan per kapita dari International Rice Research Institute (2002). Saat itu luas panen Indonesia 11,532 juta ha, dengan penduduk masih 217 juta jiwa, sehingga ketemu luas panen per kapita 531 m2. Pada saat yang sama luas lahan per kapita Vietnam mencapai 926 m2 dan Thailand 1.606 m2 atau dua dan tiga kali lipat kita. “Itulah mengapa dua negara tersebut menjadi eksportir. Sedangkan Malaysia dan Filipina 315 dan 516 m2, sama dengan kita, mereka impor,” ujar Winarno.
Kondisi tersebut lalu disimulasikan untuk 2009 dan 2010 (lihat tabel). Hasilnya, tidak begitu berbeda dengan sewindu yang lalu. “Kita harus sadar luas panen kita hanya 542 m2. dan 552 m2. Tahun 2009 kondisi normal sehingga kita tidak impor. Kalau kita mau aman, paling tidak luas lahan per kapita lahan kita 1,5 kali lipat, yaitu 813 m2 dan luas panen 19,26 juta ha,” hitungnya. Sungguh masih jauh dari data 2010.
Di bagian lain ia mengutip data Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., Guru Besar Universitas Sebelas Maret yang memperkirakan pada 2030, China, India, Mesir, Pakistan, dan Indonesia tidak mampu mengejar angka kebutuhan dengan angka produksi alias tekor. “Indonesia produksi beras 48 juta ton, sedangkan konsumsinya 60 juta ton,” katanya.
Bermaksud memberi peringatan, “Tahun 2011, menurut saya, mengkuatirkan karena panen sekarang banyak banjir, panen mengisi lokal untuk menurunkan harga yang sekarang ini dan perlu waktu sampai tanam lagi, maka 2011 akan naik terus harga ini. Dunia jangan diharapkan karena produksinya pun turun dan yang produksi beras hanya Thailand dan Vietnam. Jadi, kita tidak bisa berharap lagi dari luar,” tegasnya.
Terkait alih fungsi lahan, untuk berswasembada beras berkelanjutan, kita harus mempertimbangkan neraca lahan. Kalau kita membeli 50.000 ha di Papua, maka tidak bisa diartikan mengganti yang alih fungsi di Jawa. Mestinya mencetak sawah baru, bukan membeli. “Kalau membeli sama juga bohong,” tukas Winarno.
Karena itu, apabila tidak ada penambahan lahan pertanian tanaman pangan khususnya beras atau luas panen tidak bertambah, sementara jumlah penduduk naik 1,4% setiap tahun dan alih fungsi lahan setiap tahun 110 ribu ha, maka tidak sampai 20 tahun ke depan Indonesia akan kekurangan pangan.
Solusinya bagaimana? “Kita mesti berkonsentrasi dan harus bersama-sama. Kenapa kita nggak kita bikin RSPO (roundtable on sustainable palm oil) tapi untuk beras dan tanaman pangan karena nggak ada yang pintar menghadapi anomali iklim ini,” usul Winarno. Mirip dengan situasi masa lalu, ada semacam posko yang dapat memberikan solusi terhadap permasalahan di lapangan.
Akhirnya Winarno menyimpulkan, perlunya intensifikasi dengan ketersediaan benih, pupuk, permodalan, perbaikan sarana dan prasarana, juga harus ada HPP elastis. Ini semua perlu dukungan anggaran negara, minimal 10% dari APBN.
Peni SP, Renda Diennazola, Windi Listianingsih
Perkembangan Luas Per Kapita Tahun 2009 2010 Luas panen (juta ha) 12,84 13,08 Populasi (jiwa) 237 juta 237 juta Luas lahan per kapita (m2) 542 552 Produktivitas ton per ha 4,97 5,13 Produktivitas GKG kg per ha 276 283 Produktivitas beras kg per ha 173 178,85 Konsumsi kg per kapita 139,15 139,15 Selisih produksi dan konsumsi per kapita 33 39,70 (kg beras) Catatan: - Rendemen 63,2% - Sumber: Winarno Tohir, diolah |