Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) meminta pemerintah untuk mengaji ulang kebijakan impor beras. Sebab jika impor beras akan dilakukan terlebih dalam jumlah yang sangat besar secara psikologis akan memukul harga beras dalam negeri.
“Impor beras itu harus pakai perencanaan matang, jangan tiba-tiba. Kan pemerintah sudah tahu tingkat produksi, dan harus disiapkan juga rencana pasca importasi. Kita memaklumi importasi karena pemerintah tidak punya stok beras yang cukup,” kata Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional HKTI Rahmat Pambudy di sekretatiat HKTI Jakarta, Kamis (9/12/).
Selain itu, janganlah kata-kata impor digunakan sebagai dalih, ketidakadaan beras di dalam negeri. Maka, lanjut Rahmat, dengan datangnya impor beras secara besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah, HKTI secara tegas menolak kebijakan tersebut.
Bahkan, penolakan itu sudah disampaikan saat pemerintah mengajak diskusi dengan HKTI. Namun dengan tidak adanya ketersediaan beras dalam negeri pemerintah harus mencarikan solusi agar kondisi seperti ini tidak berkelanjutan.
Rahmat menjelaskan, saat ini produksi beras ada sekitar 60 juta ton gabah kering giling (GKG), kalau harga beras turun 100 rupiah per kilogram, jika dikalikan jumlah GKG maka uang enam triliun rupiah hilang karena dampak dari impor. Bahkan hal ini belum termasuk dampak hilangnya devisa yang dibelanjakan untuk impor serta pengangguran yang bakal terjadi.
Melihat ini, Rahmat berharap, pemerintah menyiapkan opsi untuk mengatasi kondisi darurat. Sebab, jika tidak ada tindakan untuk mengatasinya maka beras impor akan terus masuk secara berkelanjutan untuk memenuhi gudang Bulog (Badan Urusan Logistik). “Jadi harus ada perencanaan pasca impor, langkah apa untuk menutup kekurangan. Kita berharap tahun depan tidak ada lagi impor beras,” tegasnya.
Untuk ke depannya, tambah Rahmat, pemerintah bersama organisasi petani dan petani merencanakan produksi secara matang, dan waktu empat bulan dalam proses pertanaman seharusnya tidak terlalu sulit. Jadi harus ada perencanaan pascaimpor, langkah apa untuk menutup kekurangan. “Kita berharap tahun depan tidak ada lagi impor beras,” pungkasnya.
Yuwono Ibnu Nugroho