Kondisi harga sawit tahun ini memang sedang membaik. Hal itu dibuktikan dengan harga CPO yang sudah mencapai US$1.100/ton. Padahal, tambah Bambang Aria Wisena ketua Bidang Organisasi di sela acara temu wartawan di Jakarta, Senin (15/11), angka ramalan tahun ini hanya mencapai US$800/ton akibat cuaca yang kurang baik.
Di beberapa negara memang ada yang mengalami kegagalan, seperti di Rusia dan Ukraina sehingga produksi CPO mereka turun. Bahkan, tambah Bambang hingga saat ini kelapa sawit masih menjadi primadona karena orang sudah mulai kehilangan kepercayaan kepada dolar Amerika Serikat.
Ditambah harga CPO yang melambung tinggi dan sedangkan kebutuhan manusia terhadap minyak nabati terus meningkat. “Kebutuhan dunia mencapai 160 juta ton per tahun minyak nabati, 30 persen di antaranya dipenuhi CPO,” paparnya.
Joko kembali melanjutkan, maka dengan tingginya permintaan CPO dari luar, dirinya berharap kepada pemerintah agar penetapan harga patokan ekspor (HPE) tidak lagi mengguanakan dolar Amreka, tetapi menggunakan rupiah. “Pada saat ini, HPE masih menggunakan dolar Amerika. Pada awal tahun depan, kami paksa pakai rupiah, supaya harga nasional menjadi referensi,” pungkasnya.
Yuwono Ibnu Nugroho