Sama-sama bahan bakar berupa gas, tapi biogas jauh lebih aman dan hemat dibandingkan dengan elpiji.
Sumber energi akhir-akhir ini menjadi masalah yang sangat sensitif bagi masyarakat. Inisiatif bantuan berupa tabung gas berukuran 3 kg menjadi teror tersendiri bagi penggunanya. Dalam beberapa bulan terakhir sering terjadi ledakan akibat kebocoran gas.
Melihat kasus tersebut, perwakilan kedutaan Belanda di Indonesia berinisiatif menyediakan energi alternatif dari limbah kotoran sapi. Inisiatif ini disambut baik oleh Rabobank Foundation, yang bersama Rabobank Indonesia bekerja sama dengan Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU) untuk membangun fasilitas biogas. Hal tersebut disampaikan Henk Mulder dalam sambutan acara Signing Ceremony Rabobank Foundation – KPSBU di Lembang, Bandung (19/8). “Pembangunan biogas ini kami yakini akan membawa dampak positif baik dari sisi sosial ekonomi, maupun pelestarian lingkungan,” ujar Presiden Direktur Rabobank itu.
Menurut Mulder, kerjasama ini juga dilatarbelakangi karena masyarakat desa sering menghadapi masalah dalam memenuhi kebutuhan energi. “Energi yang dihasilkan jelas dapat membantu masyarakat sekaligus mempromosikan kesadaran akan hemat energi dan mengurangi konsumsi energi yang dihasilkan dari kayu bakar, minyak tanah, dan gas alam,” katanya. Inisiatif ini, imbuhnya, juga akan membantu mengurangi emisi CO2 hingga 17 ton per tahun.
Bantuan Pinjaman
Rabobank Foundation merupakan bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR) Rabobank Group untuk memberikan bantuan kepada masyarakat kurang beruntung dalam lingkup agribisnis dan makanan. Bantuan ini berupa penyediaan pinjaman kepada para anggota KPSBU untuk berinvestasi dalam pengolahan biogas. “Skema kerjasamanya, kami sebagai fasilitator yang kemudian penyaluran kreditnya dilakukan oleh Rabobank Internasional, yang semua persyaratan kreditnya mengikuti bank komersial,” ujar Hartawan Indriadi, Project Officer Rabobank Foundation.
Pinjaman tersebut senilai Rp4,5 miliar untuk pembangunan 1.000 biogas digester berukuran 6 m3. Satu unit digester kurang lebih dapat menampung kotoran tiga ekor sapi yang merupakan rata-rata kepemilikan peternak. “Untuk rencana 1.000 unit ini, investasi secara total Rp6,5 miliar. Namun yang diberikan kredit Rp4,5 miliar, yang Rp2 miliar itu subsidi dari pemeritah daerah,” tambah Hartawan.
Pembayaran pinjaman dilakukan melalui rekening koperasi di Rabobank Indonesia. Seperti yang diungkap Dedi Setiadi, “Kepada peternak, kita menerapkan sistem pembayaran khusus setiap 15 hari sekali, yaitu tanggal 15 dan tanggal 30.” Ketua Umum Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) ini menambahkan, pembayaran dipotong langsung dari hasil penjualan susu dari berbagai pembeli susu. Pinjaman ini dikembalikan dengan bunga 8% per tahun selama tiga tahun.
Gencar Sosialisasi
Penggunaan biogas ini, menurut Dedi, jauh lebih menguntungkan dibandingkan elpiji, “Yang biasa beli elpiji, dialihkan untuk bayar biogas. Tiga tahun yang akan datang, dia akan bebas dari biaya, jadi dia tidak merasa dirugikan.” Namun, diakuinya, program ini memang memerlukan sosialisasi yang intensif. “Sosialisasi ke masyarakat harus kuat, mereka harus melihat dulu karena sudah gagal dua kali (dengan program biogas ini),” imbuhnya.
Keunggulan penggunaan biogas ini selain dari hemat energi dan pelestarian lingkungan juga segi keamanan. “Kalaupun bocor, tidak akan meledak. Paling-paling hanya baunya yang hebat,” ucap Dedi sambil tertawa. Hartawan menimpali, “yang terpenting adalah perawatan yang baik. Dengan perawatan yang baik, fasilitas ini direkomendasikan dapat bertahan selama 15—20 tahun.”
Renda Diennazola