Serangan penyakit bulai (downy mildew) pada tanaman jagung sudah lama dialami petani di berbagai sentra jagung Provinsi Lampung. Namun selama ini belum ada pestisida yang ampuh untuk mengendalikan penyakit tersebut.
“Berbagai cara sudah kami lakukan untuk mengendalikan serangan bulai, tapi kami masih bingung bagaimana cara mengatasinya dan belum ada pestisida yang ampuh,” ujar Suparno, Ketua Kelompok Tani Sinar Tani, Desa Margototo, Kec. Metro Kibang, Kab. Lampung Timur kepada AGRINA saat dikunjungi di rumahnya (16/6).
Bahkan akibat serangan bulai, lanjut dia, penurunan produksi bisa mencapai 50% dan bahkan lebih. Misalnya, pada musim lalu Suparno hanya panen 4 ton per ha, padahal jika tidak terserang bulai produksinya bisa sampai 7 ton per ha.
Berbagai benih sudah diujicoba Suparno bersama anggotanya, tapi belum banyak membantu mengendalikan penyakit yang disebabkan cendawan Peronosclerospora maydis (java downy mildew) dan P. philippinensis (philippine downy mildew) ini. Bahkan tingkat serangan bulai meluas pada saat cuaca pancaroba, yakni perubahan musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya.
Cara Baru Atasi Bulai
Barulah sejak PT BASF Indonesia memperkenalkan perlakuan benih menggunakan teknologi Acrobat dan Regent Red serangan bulai dapat dikendalikan. Pada demplot ujicoba yang dilakukan Suparno di lahannya tidak ditemukan serang bulai sama sekali. Sementara pada tanaman jagung yang tidak mendapat perlakuan terdapat serangan bulai hingga 50%.
Acrobat terbukti mampu mengendalikan penyakit bulai pada jagung, dan Regent Red sangat efektif untuk mengendalikan hama tanah, seperti orong-orong, jangkrik, semut merah, dan lalat bibit. Selain itu, Regent Red juga sebagai zat pengatur tumbuh tanaman.
Saat ini tanaman jagung pada musim kedua milik Suparno seluas 5.000 m2 sudah berumur 90 hari. Selain tidak terserang bulai, batang tanaman yang mendapat perlakuan berukuran lebih besar dan lebih tinggi serta merata. Tinggi batangnya rata-rata 2,5 m. Tongkolnya juga lebih besar dan panjang. Diprediksi tanaman ini sudah bisa dipanen pada umur 110 hari atau pada 26 Juni 2010. Sementara tanaman yang tidak mendapat perlakuan, selain batangnya lebih kecil, lebih rendah, dan tidak merata, juga ukuran tongkol lebih kecil dan pendek. Dan serangan bulai mulai terlihat pada tanaman umur 15 hari.
Melihat perbedaan yang mencolok ini, Suparno bersama 45 anggota kelompoknya sepakat untuk mengaplikasikan teknologi Acrobat dan Regent Red pada 95 ha kebun jagung mereka pada musim tanam berikutnya. Sebab mereka merasa puas atas hasil ujicoba yang sedang dilakukan ini. Apalagi untuk mendapatkan kedua produk itu mereka tidak kesulitan karena sudah tersedia di kios-kios pupuk dan pestisida di desa mereka.
Pada ujicoba ini, Suparno mencampur satu kantong benih jagung ukuran 5 kg dengan 25 g Acrobat (5 g per kg benih) dan 50 ml Regent Red (10 ml per kg benih). Adapun perlakuannya dimulai dengan merendam benih selama 8 jam, setelah ditiriskan benih dicampur dengan Regent dan diaduk hingga merata di dalam ember. Kemudian dimasukkan Acrobat dan kembali diaduk hingga rata. Setelah itu dikering-anginkan selama 15 menit, selanjutnya benih siap ditanam.
Lubang tanam dibuat menggunakan tugal tanpa olah tanah karena sudah musim tanam kedua, dengan jarak tanam 35 cm x 75 cm. Selanjutnya pemupukan dilakukan pada umur 15 dan 40 hari, yaitu pupuk majemuk 100 kg, urea 200 kg, dan SP36 100 kg. “Melihat suburnya tanaman, mudah-mudahan bisa menghasilkan hingga 5 ton per setengah hektar ini,” harap Suparno.
Syafnijal D. Sinaro (Kontributor Lampung)