Pengalamannya yang panjang menjadikan lembaga pendidikan di Yogyakarta ini matang dalam pendidikan perkebunan. Tak heran bila alumninya cepat mendapat pekerjaan.
Cikal bakal Politeknik Perkebunan LPP Yogyakarta adalah College Gula Negara (CGN) yang didirikan pada 1950 untuk menyiapkan tenaga ahli gula Indonesia. Pada 1960 CGN berubah menjadi Akademi Gula Negara (AGN). Sepuluh tahun kemudian, cakupan kegiatan lembaga ini tidak hanya lingkup pergulaan, tapi juga berkembang ke aneka tanaman. Karena itu AGN diubah menjadi Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP). LPP ini berfungsi mempersiapkan sumberdaya manusia perkebunan, khususnya bagi BUMN Perkebunan di Indonesia.
Seiring perkembangan bisnis perkebunan dan atas dukungan BUMN Perkebunan, LPP membuka program pendidikan untuk mempersiapkan tenaga terampil di industri ini dengan mendirikan Politeknik Perkebunan LPP pada 1997. Program yang dibuka adalah Diploma-III dan Diploma-IV Budidaya Tanaman Perkebunan yang lulusannya setingkat strata satu (S-1) pada 2010 ini.
Program D-III mencetak mandor besar yang cakap mengelola sumber daya perkebunan seluas lima hektar dan menaungi para mandor madya. Sedangkan D-IV untuk memenuhi kebutuhan supervisor dan tenaga level asisten. ”Karena banyak masukan dari perusahaan yang menginginkan alumni dengan program ini,” ujar Indaryati, Kepala Bagian Administrasi, Akademik dan Kemahasiswaan.
Magang Tiga Kali
Sebagai pusat penyedia tenaga profesional di bidang perkebunan, kurikulumnya merupakan perpaduan antara teori dengan masukan dari perusahaan perkebunan, baik BUMN maupun swasta mitranya. “Agar terjadi link and match,” cetus Ari Wibowo, Humas Politeknik Perkebunan LPP. Beberapa dari sejumlah kolega kerja adalah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I-PTPN XIV, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), PT Meta Epsi Agro, PT Musirawas Citra Harpindo, Sugar Group Companies, dan PT Astra Agro Lestari.
Agar alumninya terampil, mahasiswa wajib menjalani magang atau praktik kerja lapangan (PKL) tiga kali, masing-masing selama tiga bulan. Magang pertama untuk pengenalan industri, kedua, guna memperdalam kompetensi teknis, dan magang, yang ketiga memperdalam kompetensi manajerial. “Untuk PKL ini mahasiswa tidak perlu mencari tempatnya. Kita yang mencarikan di core unit perusahaan-perusahaan mitra,” tambah Ari.
Masa Tunggu Singkat
Masa tunggu alumni untuk mendapatkan pekerjaan seusai belajar di politeknik ini tergolong singkat. Pada 2007—2009, rata-rata masa tunggunya berturut-turut 10,1, 8, dan 7,9 bulan. Hal ini menunjukkan sumber daya manusia perkebunan pada saat ini semakin dibutuhkan.
Untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran, disediakan 10 laboratorium, tiga hektar kebun percobaan, dan balai latihan kerja. Sedangkan tenaga pengajar sebagian besar bergelar S-2. Lama studi mahasiswa rata-rata selama 3,5 tahun dengan jumlah lulusan sekitar 100 orang per tahun.
Indaryati menjelaskan, selain program reguler, politeknik juga membuka program khusus bagi peningkatan pendidikan karyawan perusahaan perkebunan. Jumlahnya sekitar 300-350 orang per tahun. Sedangkan penerimaan mahasiswa reguler hanya sekitar 160 orang per tahun terbagi dalam empat program studi, yaitu Budidaya Tanaman Perkebunan, Teknik Mesin, Teknik Kimia, dan Akuntansi. Tahun ajaran 2010/2011 ini Politeknik LPP kembali membuka pendaftaran mahasiswa baru bagi calon karyawan atau, karyawan tugas belajar dari pabrik gula milik PTPN dan Perkebunan Besar Swasta (PBS).
Faiz Faza (Yogyakarta)