Tidak punya lahan luas tapi ingin memelihara lele? Kolam bongkar pasang ini bisa dicoba.
Salah satu segmen budidaya lele yang mulai dilirik dan bisa diterapkan orang awam adalah segmen ujung berupa kegiatan pembesaran dalam kolam bongkar pasang (knockdown). Praktik ini cukup mudah dijalankan karena tidak membutuhkan lahan yang luas. Menurut Didi Junaedi, Bagian Program Pengembangan Masyarakat SEAMEO BIOTROP di Bogor, kolam ini lebih mudah dibongkar pasang sehingga lebih praktis. “Ukuran 2 m x 3 m yang biasa kita pakai, perangkatnya paling bambu, paku, pahat, dan palu. Terpalnya ukuran 4 m x 5 m. Ketinggian air maksimal itu 40 cm,” jelas Didi.
Di samping itu kolam bongkar pasang juga lebih memudahkan pembudidaya pada saat penyortiran dan pemanenan. Kolam ini juga lebih tahan dari hama sehingga faktor kehilangannya sedikit karena di atasnya mudah dipasangi jaring untuk menghindari ancaman hama dan burung terhadap benih lele. Kebersihan kolam jenis ini juga terjaga karena tak berbau lumpur.
Tiga Kolam
Menurut hitungan Didi, investasi awal kolam bongkar sekitar Rp2 juta untuk membuat kolam, yaitu bambu, terpal, benih lele, pakan, serokan, ember, selang sampai gayung. “Kalau kita melepas 1.000 ekor, paling dapatnya satu kuintal 7—9 ekor per kg. Biasanya tingkat kematian 20% dari jumlah ikan. Kalau sudah lebih dari 20%, kita rugi,” paparnya.
Untuk pakan lele, sebenarnya cukup fleksibel, bisa dengan pellet, jeroan ayam, keong mas, atau juga bekicot. Pemberian pakan biasanya dilakukan tiga kali sehari pada pagi, sore, dan malam. Untuk pakan tambahan, di atas air kolam ini separuhnya ditaruh eceng gondok yang juga berfungsi sebagai naungan sewaktu lele masih kecil.
Masa panen lele di kolam bongkar pasang bisa berlangsung antara 50 hari sampai 3 bulan dengan hasil sebanyak 100—110 kg. Dengan asumsi harga jual Rp10.500 per kg, maka omzet yang didapat selama tiga bulan bisa mencapai Rp1.155.000. Untuk urusan balik modal, hal tersebut bisa diraih biasanya setelah 11 bulan.
Salah satu pengguna kolam bongkar pasang itu adalah Nasrudin, petani lele Sangkuriang di Gadog, Bogor. Di kolamnya ia menggunakan pellet seharga Rp5.000—Rp5.400 per kg. “Per meter persegi pakannya 10—14 kg. Per meter persegi modal untuk pakan dan benih Rp72.000, sampai habis lele,” ungkap Nasrudin.
Berdasarkan pengalaman Nasrudin, kendala utama budidaya lele dalam kolam ini adalah ketika musim hujan karena terjadi penambahan jumlah air di kolam. Hal ini harus diantisipasi karena kadar keasaman kolam akan cepat meningkat sehingga bisa membuat kulit lele terkelupas dan berwarna merah. Pergantian air yang dalam cuaca normal hanya dilakukan seminggu sekali pun harus segera dilakukan jika terjadi hujan. “Menurut teori hujan ‘kan kadar keasamannya tinggi, makanya dikasih gula supaya jangan asam. Jumlahnya lumayan banyak tergantung besarnya kolam,” tegasnya.
Bagi masyarakat awam dengan lahan yang terbatas, usaha kolam bongkar pasang untuk budidaya lele ini cukup efektif karena mudah diaplikasikan. Idealnya, usaha kolam ini harus memiliki minimal tiga kolam untuk hasil maksimal. “Kolam ini lebih aman, terutama dari racun yang ada di tanah. Kalau kolam tanah itu kandungan pestisidanya sudah tinggi,” tutup Nasrudin.
Ridwan Harahap