Sudah jadi rahasia umum, petani sulit mengakses pembiayaan dari perbankan. Dengan menjadi anggota koperasi yang berhasil, mudah baginya mengembangkan usaha taninya.
Petani adalah ujung tombak rantai pasokan pangan. Meski perannya cukup penting dalam membangun ketahanan pangan, toh tidak mudah bagi petani dalam memperoleh pembiayaan dari bank. Keengganan bank sedikit banyak bisa dimengerti karena pengelola bank harus mempertanggungjawabkan dana yang didapatnya dari para nasabah. Bagaimana kalau kreditnya dikemplang petani?
Kasus kemplang-mengemplang kredit dikisahkan Yusron Efendi, Manajer Koperasi Tani Syariah Ewindo di Kecamatan Kaliwates, Jember, Jatim, kepada AGRINA. Koperasi ini menaungi petani-petani mitra PT East West Seed Indonesia (EWSI), produsen benih hortikultura di Purwakarta, Jabar. “Dulu petani kita sempat bekerjasama dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mengatasnamakan kontrak (pembelian benih dengan perusahaan). Dengan jaminan kontrak itu, ketika ada masalah, BPR menagih ke perusahaan,” tutur Yusron.
Padahal, dalam mengucurkan kreditnya kepada petani mitra EWSI, BPR tersebut tidak berhubungan langsung dengan perusahaan. Akibatnya, BPR ini rawan ”dicurangi” petani atau kreditnya macet karena pencairan tidak tepat waktu. Misalnya, jangka waktu kredit 6 bulan, padahal siklus tanamannya 8 bulan. Jadi, ketika jatuh tempo, petani tak mampu membayar angsuran sehingga kredit diperpanjang dan petani terbebani.
Berkoperasi yang Benar
Untuk mengatasi hal itu, dibentuklah Koperasi Tani Syariah Ewindo pada 2007. Rabobank Foundation memberi bantuan kepada koperasi ini dalam bentuk pinjaman lunak senilai Euro 118 ribu atau Rp1,7 miliar. “Sebelum dana itu diberikan, kita dilatih, dididik cara berkoperasi yang benar. Bahkan, istri petani juga mendapat pelatihan tentang pengelolaan keuangan rumah tangga,” terang Yusron. Sebagai koperasi petani pembenih, para anggota pun dilatih cara berbudidaya yang lebih baik sehingga kuantitas dan kualitas produksi mereka meningkat.
Pelatihan itu dibiayai sepenuhnya oleh Rabobank Foundation. Salah satu bentuk pembenahan organisasi adalah pelatihan kader-kader dari petani anggota. Pada tahun pertama, targetnya memberikan pemahaman kepada anggota bahwa dalam berkoperasi itu tidak mencari keuntungan dulu. Pada tahun kedua mulai cari untung. Untung itu pun harus semata-mata untuk anggota. Tahun ketiga barulah kesejahteraan anggota yang disasar.
Koperasi juga memperoleh materi manajemen sistem informasi lengkap dengan perangkat lunaknya, pelatihan aplikasi perangkat lunak, tersebut hingga ke standar operasional prosedur (SOP).
Kembangkan Bisnis
Ketika pelatihan sudah mencukupi, Rabobank Foundation memberi kepercayaan kepada koperasi untuk membangun dirinya dengan memberikan pinjaman lunak. Alhasil, Koptas Ewindo berkembang cukup pesat. Berdasarkan data yang disodorkan Hartawan Indriadi, Project Officer Rabobank Foundation, jumlah anggota bertambah dari 450 orang pada 2008 menjadi 700 orang tahun berikutnya. Total asetnya pun membengkak dari Rp3,738 miliar menjadi Rp3,972 miliar. Demikian pula jumlah tabungannya dari Rp82 juta naik ke angka Rp189 juta.
Dalam menyalurkan kreditnya kepada petani anggota, koperasi menganut sistem syariah (bagi hasil). Target keuntungan petani yang dijadikan dasar perhitungan. Bagian koperasi ditentukan di depan, tetapi pembayaran dilakukan setelah panen. Misalnya, dengan pembiayaan Rp3 juta, petani akan memperoleh Rp6 juta. Bagian koperasi 3%-nya. Kalau petani tidak mencapai target 100%, besaran bagi hasil disesuaikan.
Untuk menghindarkan penyalahgunaan kredit oleh petani, pencairan dilakukan ketika di lahan si pemohon sudah ada tanaman. Jadi, koperasi tak akan tertipu.
Peni SP, One Sucahyo (Kontributor Jember)