Dengan sentuhan desain menarik dan fungsional, nilai dan harga sebuah produk bakal meningkat.
Saat AGRINA bertandang ke Klinik Desain Merek dan Kemasan di lantai 14 Departemen Perindustrian (Depperin), Jakarta Selatan, tampak ratusan produk Industri Kecil Menengah (IKM) yang siap dikirim ke daerah. Klinik ini, ujar M. Jaswin, salah satu konsultannya, bertugas membantu memfasilitasi desain pengemasan dan merek produk IKM secara gratis atau sebatas pengganti tinta printer dan kertas. Pengelolanya juga memberikan pelatihan desain, pengemasan, dan merek bagi pelaku IKM dan mahasiswa yang berminat di bidang pengembangan usaha IKM. Tahun lalu, Depperin mengerjakan order desain pengemasan dan merek sekitar 400 IKM.
Harga Naik
Salah satu produk akan dikirim adalah Manisan Pala Ilomata milik Reni Umar, pengusaha IKM dari Kelurahan Girian Weru II, Girian, Bitung, Sulut. Menurut Reni Umar, pengemasan produk sudah menjadi prasyarat utama untuk masuk ke pasar swalayan. Ia berpendapat, pengemasan produk dengan tampilan menarik tak hanya menjaga kualitas produk, tapi juga ikut meningkatkan harga jual.
Buktinya, lanjut Reni, sebelum dikemas apik, harga produk manisan palanya laku dijual seharga Rp7.000 per bungkus (250 gr). Namun setelah mendapatkan perbaikan desain pengemasan dari Depperin, harganya naik menjadi Rp8.500 per bungkus. ”Dengan biaya pengemasan Rp1.500 per bungkus, memang sedikit keuntungannya, tapi dikalikan banyak ‘kan lumayan,”ujarnya bersemangat saat dihubungi via telpon.
Reni memang sengaja tidak menaikkan harga terlalu tinggi sebagai bagian dari strategi pemasaran. “Agar masyarakat kenal dulu produk kami, jadi harga sementara ini kami jual Rp8.500 per bungkus. Kalau ada kenaikan, mungkin jadi sekitar Rp9.000,” tutur Ikbal, menantu Reni. Alhasil, usaha yang dirintis sejak 1991 ini dalam dua bulan terakhir menghasilkan omzet sekitar Rp15 juta dari penjualan sebanyak 4.000 bungkus manisan. Dari omzet ini, Reni mengaku mengantongi untung bersih sebesar Rp1 juta.
Kenaikan harga dan volume jual produk berkat perbaikan kemasan juga diungkap Kasim, pengusaha kue Adee Mutiah Merdu dari Meureudu, Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kue Adee Mutiah Merdu yang berbahan baku singkong sebelumnya dijual Rp25.000 naik menjadi Rp30.000 per kg, sedangkan kue berbahan terigu dari harga Rp20.000 menjadi Rp25.000 per kg. Dalam sehari laku sekitar 130 kg. “Jadi ada peningkatan harga setelah kemasannya kami perbaiki, dan alhamdulillah makin banyak laku,” tutur Kasim yang usahanya sudah berlangsung selama 20 tahun secara turun temurun.
Masih menurut Kasim, awalnya desain pengemasan dibantu Depperin Jakarta, tapi belakangan pencetakan kemasan dilakukan di Medan lantaran di Aceh belum ada percetakan kemasan. Harga kemasannya Rp1.200 per buah plus ongkos ke Aceh menjadi Rp1.600. Awalnya, usaha Kasim hanya mempekerjakan dua orang tenaga kerja, tetapi sekarang sudah bertambah menjadi 10 orang. Hingga saat ini, kue Adee Mutiah selain dijual di Aceh, juga menembus pasar di Sumut hingga Jakarta.
Nilai tambah yang dihasilkan dari kemasan produk-produk IKM, berdasarkan laporan Federasi Pengemasan Indonesia, juga meningkatkan pendapatan industri kemasan nasional. Pada 2008 industri kemasan meraup pendapatan sebesar Rp20 triliun, dan tahun lalu naik menjadi sekitar Rp22 triliun.
Strategi Pemasaran
Lain lagi cerita di industri besar Grup Japfa. Di salah satu perusahaan agribisnis terbesar di Indonesia ini, kemasan tak sekadar mendongkrak harga jual. Melalui anak perusahaannya, PT Supra Sumber Cipta (SSC), Japfa memasarkan produk olahan ayam, daging sapi, dan udangnya dengan merek So Good.
Pada 2005, kemasan So Good meraih Packaging Consumer Branding Award pada produk kategori nugget. Award emas dari Indonesia Brand Summit Identity ini untuk branding, design, merchandising, and technical printing. “Ini menunjukkan strategi pemasaran kita itu sudah luar biasa diterima. Karena apa? Dalam pemasaran ‘kan ada 4P: product, price, place, dan promotion. Nah, packaging (pengemasan) ini P yang kelima,” komentar Ani Astuti, Product Manager So Good, menjawab AGRINA.
Kemasan, lanjut Ani, bisa memberikan kontribusi yang baik dalam pemasaran. Pasalnya, begitu konsumen datang ke pasar swalayan, ribuan merek produk ada di depan matanya. Karena itu, “Kemasan tidak hanya harus eye-catching tapi juga eye-attracting sehingga memberi daya tarik lebih ketika konsumen datang ke rak kita. Jadi, packaging, menurut saya, bukan pemborosan tetapi merupakan suatu langkah pembuka untuk memperoleh ketertarikan konsumen,” papar lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP), Jakarta ini.
Saat ditanya tentang nilai tambah antara nugget curah dengan yang dikemas, ibu dua anak tersebut mengatakan, Japfa tidak memproduksi nugget curah sehingga tidak bisa langsung dihitung. Namun, pengemasan menghabiskan 7% dari total biaya produksi. Sebagai gambaran tentang nilai jual, di salah satu ritel besar di Jakarta, nugget curah dibanderol Rp27.500 per kg. Sedangkan produk sejenis yang dikemas dan diberi suatu merek dilabel Rp40.400 per kg.
Peran kemasan memang tak semata mendongkrak harga jual. Namun kemasan pun berfungsi sebagai pelindung produk dari kerusakan, pemberi kenyamanan kepada konsumen, dan sebagai alat komunikasi dari produsen ke konsumen. Ke depan peran kemasan semakin besar seiring dengan pertumbuhan pangsa pasar produk olahan yang, kata Ani, bisa mencapai sekitar 10%.
Untuk membidik selera dan menyesuaikan bujet konsumen, Japfa juga membuat ukuran kemasan yang lebih kecil, dari yang mula-mula 500 gr menjadi 400 gr dan 200 gr. Warna pun dibuat berbeda yang menunjukkan rasa. Misalnya, “Kita punya ada tiga rasa untuk chicken nugget: original (biru), hot & spicy (sedikit merah), dan spicy garlic (hijau). Pada produk chicken stick, ada varian rasa keju yang dikemas dengan warna kuning. Jadi, warna ini untuk memudahkan orang dalam memilih,” terang Ani.
Singkat kata, dengan kemasan hasil pemikiran tim pemasarannya, Japfa menyediakan produk berkualitas yang tetap terjaga kesegarannya, kandungan nutrisinya tetap bagus, dan layak dikonsumsi sampai batas waktu kadaluarsa.
Marwan Azis, Peni SP