Peningkatan produksi dengan memperbaiki rendemen lebih disukai perusahaan karena tidak perlu tambahan input dan tenaga pemanen.
Menurut Oil World Annual 2007, saat ini produktivitas minyak sawit mentah (crude palm oil-CPO) Indonesia hanya 3,72 ton per hektar (ha) per tahun, jauh di bawah potensi genetiknya yang mencapai 10 ton. Padahal produktivitas benih yang disepakati produsen benih dan diusulkan menjadi standar nasional Indonesia (SNI) saja minimal 6 ton CPO dan minyak inti sawit (palm kernel oil-PKO) per ha per tahun.
Perbaikan Rendemen
Untuk mendongkrak produksi CPO, dapat dilakukan dengan cara menaikkan produksi tandan buah segar (TBS) dan atau meningkatkan rendemen minyak. Perbaikan produksi TBS harus dikompensasikan dengan penggunaan input yang lebih banyak, seperti penambahan jumlah pupuk dan tenaga pemanen.
Cara peningkatan produksi yang kedua tampaknya lebih disukai pelaku bisnis. Dewasa ini tidak sedikit perusahaan mulai menggunakan parameter produksi CPO per ha untuk mengukur kinerja di kebun menggantikan parameter produksi TBS. Peningkatan produksi CPO tanpa keharusan penambahan input maupun manajemen panen itu dapat dilakukan dengan relatif mudah melalui peningkatan rendemen.
Meskipun lebih terbatas dibandingkan TBS, peningkatan rendemen minyak masih mungkin dilakukan. Pemulia benih sawit umumnya menggunakan komponen persentase daging buah (mesokarp) dan kandungan minyak di dalam daging buah untuk mendapatkan bahan tanaman dengan rendemen tinggi. Kedua karakter tersebut, terutama persentase daging buah, bersifat diturunkan. Keuntungan dari peningkatan rendemen lebih disukai karena sifatnya yang inheren ada dalam tanaman tanpa harus memberikan input lebih banyak. Apalagi menurut hitungan Bambang Palgoenadi, Direktur Agronomi PT Astra Agro Lestari Tbk. pada 2006, peningkatan rendemen sebesar 1% saja pada pengusahaan perkebunan seluas 10.000 ha akan memberikan pemasukan bersih Rp5 miliar per tahun.
Keunggulan
Untuk memperoleh bahan tanaman unggul kelapa sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan telah membangun suatu program pemuliaan jangka panjang yang terarah dan berkesinambungan. Program pemuliaan sawit dilakukan dengan mengikuti prosedur reciprocal recurrent selection (RRS) yang unggul dalam mengeksploitasi sifat-sifat yang diinginkan secara serentak. Pemuliaan ini telah menghasilkan 10 varietas sawit yang dirilis pada 1984-1985 dan 2002.
PPKS yang juga produsen benih kelapa sawit berkapasitas 30 juta benih per tahun ini terus berupaya merakit bahan tanaman baru dengan karakteristik yang lebih baik dari varietas terdahulu. Pada 2007, PPKS merilis varietas kelapa sawit baru yang diberi nama DxP PPKS 540. Nilai plus yang ditawarkannya adalah persentase daging buahnya yang tinggi.
Varietas baru tersebut merupakan hasil persilangan terbaik antara tetua RS 3 T self (lini murni SP 540 T) dengan tetua-tetua dari dura PA 131 D self dan dura TI 221 D x GB 30 D. Persilangan tersebut menghasilkan persentase daging buah berturut-turut sebesar 88,5% dan 87% serta rendemen minyak berturut-turut sebesar 32,3% dan 29,9%.
Potensi produksi TBS dan CPO dari kedua persilangan itu adalah 28,1 ton TBS per ha per tahun dan 8,1 ton CPO per ha per tahun. Penggunaan varietas kelapa sawit dengan persentase daging buah dan rendemen minyak yang tinggi ini diharapkan cocok dengan keinginan pengelola perkebunan saat ini.
Uji Tanam
Sebelum dirilis menjadi varietas unggul, PPKS telah melakukan serangkaian pengujian progeni (keturunan) hasil silangan di empat lokasi, yaitu PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Jambi (7 pengujian) dan Kebun Marihat (6 pengujian), PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Tanjung Garbus (3 pengujian), PT Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan (satu pengujian) dan Salim Group di Riau (4 pengujian). Penanaman percobaan dilakukan pada 1986/1987 dan 1992/1993 dengan kerapatan tanam 130—136 pohon per ha.
Hasil penelitian itu menunjukkan, tetua-tetua dari RS 3 T self (lini murni SP 540 T) secara konsisten memperlihatkan persentase daging buah lebih tinggi, yaitu 87,1%, dibandingkan dengan rata-rata seluruh persilangan yang diuji, 82,3%. Persentase minyak/daging buahnya juga lebih tinggi, 58,1% dibandingkan rata-rata seluruh tetua yang diuji 56,2%. Tingginya kedua komponen mutu tandan ini pada akhirnya membuat rendemen (oil extraction rate/OER) tetua-tetua RS 3 T self mencapai 31,1%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata pengujian yang sebesar 28,5%.
Kombinasi terbaik tetua-tetua RS 3 T self untuk menghasilkan persentase daging buah tinggi adalah dengan tetua-tetua dari PA 131 D self dan dari tetua-tetua TI 221 D x GB 30 D. Keturunan-keturunan hasil persilangan dengan tetua-tetua dari kedua dura tersebut menghasilkan persentase daging buah berturut-turut 88,5% dan 87% serta rendemen minyak berturut-turut sebesar 32,3% dan 29,9%.
Karakter-karakter penentu produksi CPO juga ditunjukkan oleh tetua-tetua keturunan PA 131 D dan tetua-tetua keturunan TI 221 D x GB 30 D. Namun demikian, karena keturunan PA 131 D self x RS 3 T self menghasilkan TBS lebih tinggi, 183 kg per pohon per tahun (rata-rata selama periode umur 6—9 tahun), maka produksi minyaknya juga lebih banyak dibandingkan keturunan (TI 221 D x GB 30 D) x RS 3 T self.
Hasil persilangan PA 131 D self x RS 3 T self dan (TI 221 D x GB 20 D ) x RS 3 T self inilah selanjutnya dirilis sebagai DxP PPKS 540 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 371/Kpts/SR.120/7/2007 tanggal 5 Juli 2007.
A.Razak Purba, Edy Suprianto, Nanang Supena, Peneliti PPKS Medan