Rumah kompos menjadi salah satu solusi bagi rehabilitasi lahan “sakit”.
Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan lahan pertanian menjadi rusak. Tanahnya mengeras dan unsur-unsur hara di dalamnya terikat sehingga tidak tersedia bagi tanaman.
Lahan yang ”sakit” itu harus direhabilitasi agar fungsinya sebagai media untuk tumbuh tanaman pulih kembali. Caranya dengan mengembalikan semua bagian dari tanaman, kecuali hasilnya yang dikonsumsi manusia, ke dalam tanah lagi. Demikian diungkapkan Hilman Manan, Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air (PLA), Deptan. Bagian-bagian tanaman yang kembali ke tanah itulah bahan penyubur tanah atau biasa disebut bahan organik. “Agar supaya kualitas bahan organik lebih baik dan cepat terurai, bahan organik yang masih mentah perlu diolah terlebih dahulu menjadi kompos siap pakai dengan teknologi sederhana yang disebut fermentasi di dalam rumah kompos,” jelas Hilman.
Rumah Kompos
Potensi bahan baku untuk pembuatan kompos sangat melimpah, antara lain berupa jerami. Dari sawah yang memproduksi satu ton gabah, dihasilkan dua ton jerami. Bila produksi gabah nasional sekitar 60 juta ton, maka potensi jumlah jerami sekitar 120 juta ton. Kecuali jerami, tersedia pula kotoran ternak dari populasi ternak ruminansia dan unggas. Ada juga eceng gondok di perairan waduk, gulma, semak belukar, dan sampah pasar dan rumah tangga, serta sisa-sisa tanaman lain.
Memanfaatkan potensi bahan organik, Kelompok Tani Harapan Baru, Desa Salebu, Mangunreja, Tasikmalaya, membangun rumah kompos dengan bantuan Deptan. Dede Yusuf Supriadi, sang Ketua Kelompok, menjelaskan, rumah kompos terdiri dari bangunan rumah yang sederhana tapi cukup kuat berukuran 8 m x 10 m. Fungsinya untuk tempat produksi kompos, fermentasi, menyimpan dan pelindung bagi alat dan mesin, gudang, serta kantor administrasi. Luas lahan idealnya 150—200 m2.
Alat dan mesinnya terdiri dari mesin pencacah dan penghancur (chopper) satu unit, mesin penyaring satu unit, kendaraan roda tiga pengangkut bahan baku dan kompos), dan dekomposer (bioaktivator). Pendukung lainnya meliputi instalasi listrik dan air, mesin jahit karung, sealer, timbangan duduk, sekop, garpu, bak fermentasi, terpal plastik, alat keselamatan berupa helm kerja, pemadam api, dan perangkat mebel kantor.
Yan Suhendar
Analisis Biaya Pembuatan Kompos per Bulan |
Uraian Harga Satuan (Rp) Total (Rp) Biaya Mesin APPO (Solar), 1 liter/jam 4.400 688.000 Kendaraan Roda 3 (Bensin), 3 liter/hari 4.500 270.000 Oli Mesin, 3 liter/bulan 30.000 90.000 Van Belt, 1 set/bulan 70.000 70.000 Dekomposer, 1 liter/ton bahan 18.000 2.880.000 Upah Karyawan, 4 orang/bulan 700.000 2.800.000 Gaji Manajer,1 orang/bulan 2.000.000 2.000.000 Penyusutan Alat (5 tahun) APPO (harga Rp30 jt/unit) 500.000 Kendaraan Roda 3, (harga Rp17 juta/unit) 283.333 Mesin Pengayak, (harga Rp15 juta/unit) 250.000 Listrik satu bulan 500.000 Karung Plastik (ukuran 40 kg), 2.400 buah 5.000 12.000.000 Biaya tak terduga 5% 1.172.233 TOTAL BIAYA 23.503.600 PEMASUKAN Penjualan kompos 96.000 kg 600 57.600.000 Keuntungan per bulan 34.096.400 R/C ratio 2,45 |
Catatan:
1. Bahan baku 8 ton/hari (160 ton/bulan), hasil kompos 60% dari bahan baku 96 ton/bulan
2. Kapasitas mesin 1 ton/jam
3. Jumlah jam kerja per hari = 8 jam, Jumlah hari kerja per bulan = 20 hari