Memanfaatkan alat panen bermotor, masalah kelangkaan tenaga kerja di daerah yang terpencil bisa diatasi.
Selama ini panen tandan buah segar (TBS) dan pemotongan pelepah pada tanaman sawit dilakukan pekerja perkebunan menggunakan alat yang dinamakan egrek dan dodos. Egrek ini semacam arit yang bergagang panjang digunakan untuk memanen TBS atau memotong pelepah pada tanaman yang tinggi, di atas 1,5 meter. Sedangkan dodos dimanfaatkan untuk kepentingan yang sama, tetapi pada tanaman yang relatif masih pendek.
Kedua alat tersebut mengandalkan ketrampilan dan tenaga si pekerja agar bisa mendapatkan hasil maksimal. Menurut Ir. Dapot M. Sitompul, mantan Administratur Kebun PT Agricinal, perusahaan kelapa sawit berlokasi di kawasan Putri Hijau, Bengkulu Utara, seorang pekerja dijatah memanen 15 ha per minggu atau 2—2,5 ha per hari. Pria yang kini menjadi Kepala Pembibitan dan Koordinator Revitalisasi Perkebunan ini di perusahaan tersebut menambahkan, dalam sehari pekerja dapat memanen TBS berkisar 1,2—1,5 ton. Pekerja ini memanen dari pukul 06.30—12.00.
Upah panen, lanjut Dapot, tergantung produktivitas si pekerja. Standar minimalnya 400—450 kg untuk memperoleh upah sebesar Rp30.000. Lebih dari itu, perusahaan menganut sistem insentif yang sifatnya progresif.
Lebih Cepat dan Efisien
Dalam situasi jumlah tenaga kerja terbatas dan mahal, Malaysia Palm Oil Board (MPOB) atau Dewan Minyak Sawit Malaysia bekerja sama dengan Jariz Technologies SDN BHD membuat inovasi untuk mempercepat panen. Mereka meluncurkan egrek dan dodos bermotor. Kedua alat ini juga diperkenalkan kepada pelaku bisnis di Indonesia saat berlangsungnya International Conference and Exhibition on Palm Oil 2009 di Jakarta Mei lalu.
Menurut pengakuan Samad, pekebun di Malaysia, satu unit egrek bermotor dapat menyelesaikan panen pada luasan 10—15 ha dalam waktu kurang dari 6 jam, pukul 10.00—16.00. Sedangkan dodos bermotor, berdasarkan pengalaman seorang pekerja Bangladesh di salah satu kebun Malaysia, dapat mengirit waktu dua jam dalam memotong pelepah kelapa sawit. Dalam sehari ia memotong pelepah 400 tanaman dari pagi sampai pukul sebelas siang. Dengan dodos manual, ia baru selesai pukul satu siang.
Efektivitas alat bermotor tersebut memang lebih tinggi. Produsennya mengklaim, aplikasinya dapat menghemat jumlah tenaga kerja hingga separuh. Produktivitas pekerja dapat meningkat hampir tiga kali lipat sehingga biaya panen menyusut sampai 75%. Pengoperasiannya juga mudah. Tinggal letakkan mata egreknya di pangkal tandan, lalu hidupkan motor, tak sampai semenit TBS sudah jatuh ke tanah. Bahkan pekerja wanita pun mampu menjalankan alat sepanjang 3,6 m dengan konsumsi bahan bakar 1,5 liter per hari ini.
Bagi pengusaha kelapa sawit di daerah yang langka tenaga kerja, pemanfaatan alat ini jelas membantu. Namun di daerah yang padat tenaga kerja, pemanfaatannya perlu diperhitungkan sebaik-baiknya menyangkut dampak ekonomis dan sosialnya.
Untuk memperoleh manfaat alat tersebut, memang tidak murah. Sang produsen menawarkan satu unit alat bermotor itu dengan harga US$1.200. Umur ekonomisnya sekitar tiga tahun. Ini tentu sangat jauh dibandingkan yang manual. Di pasaran Bengkulu, harga egrek sekitar Rp50.000 per unit, sedangkan dodos Rp30.000 per unit.
Peni SP