Senin, 30 Maret 2009

Solusi Alternatif Kelangkaan Pupuk

Sistem distribusi tertutup ditawarkan untuk mengatasi kesulitan petani memperoleh pasokan pupuk bersubsidi.

Hampir setiap musim tanam padi tiba, media massa selalu mengungkap terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi di lapangan. Alhasil, masing-masing pihak saling menyalahkan. Pabrik pupuk dinilai memproduksi kurang dari kebutuhan petani. Distributor dituduh menyelewengkan pupuk subsidi ke kalangan lain. Sementara petani dinilai boros dalam menggunakan pupuk.

Peluang sengketa diduga terjadi pada penyaluran dari Gudang Lini IV Pengecer ke Petani sesuai jalur distribusi berdasarkan peraturan menteri perdagangan (Permendag) 21/M-DAG/PER/6/2008. Pada mekanisme ini, tidak ada pendataan petani dan petani tidak terjamin mendapat pupuk sesuai harga eceran tertinggi (HET).

Untuk mengatasi hal tersebut, PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) menggandeng Bank BRI. Kedua pihak ini bekerja sama membentuk Sistem Informasi Pusri – BRI (SI-PUBRI). Layanan kepada petani dilakukan dengan Kartu Puri Tani. Bentuknya mirip kartu ATM yang digesek ke mesin electronic data capture (EDC) dan berfungsi untuk membayar pupuk ke BRI. Kartu Puri Tani tersebut yang memuat nama kelompok tani (KT), alamat KT, nama-nama anggota (KT), alokasi kebutuhan selama setahun disesuaikan SK Bupati.

Pusri mendata KT yang akan menjadi peserta SI-PUBRI. KT ke BRI setempat untuk mendaftar sebagai peserta SI-PUBRI dengan bekal surat pengukuhan KT dari Kepala Desa dan identitas diri (Ketua dan Bendahara). BRI kemudian membuka rekening atas nama KT dan memberikan buku tabungan. Selanjutnya, bila lolos verifikasi, KT mendapat Kartu Puri Tani.

Lebih Lancar

Dengan kartu tersebut, KT membayar pupuk ke BRI sesuai kebutuhan kelompok.  “Penebusan pupuk tidak sekaligus tapi bertahap, sesuai kegiatan budidaya. Biasanya tiga kali,” ucap Bambang Kiswanto, Ketua Kelompok Tani Karya Bakti, Desa Bakung, Kec. Mijen, Kab. Demak, Jateng, via telepon. 

Pihak BRI mengecek saldo dan kuota pupuk KT tersebut. Bila saldo kurang, KT menambah deposit. Kalau saldo cukup, langsung didebet. BRI lantas memberikan resi untuk pengambilan pupuk di Gudang Lini IV Pengecer yang ditunjuk Pusri.

“Dengan sistem begini, memang lebih lancar dari sebelumnya (sistem terbuka). Petani nggak perlu rebutan, pasti dapat. Kalau dulu ‘kan rebutan karena yang nggak punya sawah juga bisa beli pupuk. Sekarang nggak bisa begitu karena pendataannya di kelompok dengan buki pembayaran pajak (PBB),” ungkap Bambang.

Namun sayang, lanjut petani pemilik 9 ha sawah tersebut, jumlah pupuk yang didapatkan kurang dari kebutuhan. Bila mestinya 250 kg (urea) per ha, hanya dapat jatah 150 kg.  Untuk menutup kekurangan,  petani membeli pupuk majemuk. 

Kekurangan itu, menurut Drs. H. Wakiyo, SH, M.Si, Direktur CV Wahyu Abadi Utama, distributor pupuk Pusri di kawasan Mulyorejo, Demak, karena alokasi pupuk memang juga kurang. “Dari kebutuhan Demak yang 43.000 ton per tahun, hanya mendapat 31.000 ton,” paparnya ketika dihubungi lewat telepon.

Selain jatah pupuk yang kurang, pelaksanaan pendistribusian pupuk semacam ini menurut pandangan Wakiyo, masih perlu pembenahan dari sisi perangkat EDC di BRI yang kadang tidak berfungsi sehingga petani harus bolak-balik ke bank. Di sisi lain, pihak petani juga perlu waktu untuk membiasakan diri dengan sistem tersebut. Meski perlu pembenahan, paling tidak Bambang dan Wakiyo sama-sama mengonfirmasi, petani memperoleh pupuk subsidi sesuai HET.

Peni SP

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain