Terkuaknya kasus rabies yang menyerang Provinsi Bali akhir November lalu sungguh memprihatinkan karena Pulau Dewata itu sedari dulu termasuk kawasan daerah bebas rabies.
Sebanyak delapan desa di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, positif dinyatakan terkena wabah rabies yang menyerang hewan anjing. Penetapan tersebut, berdasarkan gejala klinis yang tampak, baik pada hewan penular rabies khususnya anjing, maupun korban manusia, epidemiologi penyakit, dan hasil pengujian secara laboratoris di Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar.
Demikian diungkapkan Turni Rusli Syamsudin, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen Peternakan, Deptan. Turni menambahkan, kasus itu dikonfirmasi ulang di BBVet Maros pada 28 November 2008 terhadap warga masyarakat di Desa Ungasan, Kadonganan, dan Jimbaran, Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan.
Gencarkan Vaksinasi Rabies
Sebelumnya Bali merupakan daerah yang terbebas dari rabies, tetapi setelah adanya wabah tersebut wilayah ini menjadi daerah terkena. Untuk mengatasinya, pemerintah melaksanakan vaksinasi massal terhadap anjing peliharaan dan mendata populasi dan pemilik anjing serta memberikan sosialisasi kepada masyarakat. “Anjing-anjing liar yang berkeliaran dan tidak ada yang memelihara, akan dimusnahkan dengan cara memberikan vaksin yang mematikan (racun) melalui pembiusan,” jelas Turni melalui telepon.
Sementara, Anak Agung Gde Putra, dari BBVet Denpasar, mengungkap, pada 20 dan 21 Dessember 2008 telah dilakukan gerakan vaksinasi massal dan serentak di 72 banjar. Pihaknya mengerahkan lebih dari 220 personel dengan hasil sampai saat ini 3.054 ekor telah divaksinasi dan 351 eliminasi (data kumulatif). “Kita akan melakukan validasi data populasi anjing di Semenanjung Bukit agar dapat menetapkan coverage vaksinasi, masih ada anjing yang sulit di-handle sehingga belum memperoleh vaksinasi. Demikian juga anjing liar,” ungkap Gde Putra.
Selanjutnya, immune belt (sabuk perbatasan antara daerah tertular dengan daerah bebas) diperluas, sepanjang Pantai Legian sampai ke utara, atau sekitar 7,5 km dari Semenanjung Bukit. Tim Eradikasi tengah berada di lapangan dengan pendekatan massal dan serentak untuk memotong siklus penularan rabies. “Immune belt diperluas ke seluruh desa di Kota Denpasar dengan memberikan prioritas pada hari-hari awal terhadap desa-desa yang terancam, ada sekitar empat desa,” urai Gde Putra.
Sementara itu, Deptan telah mengirimkan vaksin rabies sebanyak 50.000 dosis dan 3 kg racun Strychnin atau setara dengan 12.000 dosis vaksin serta peralatan suntik sebagai langkah awal penanggulangan rabies di Bali.
Vaksin Rabies Baru
Rabies, salah satu penyakit zoonosis (menular dari hewan ke manusia) yang paling ditakuti. Penyakit ini dapat menular akut pada susunan syaraf dan menyerang semua hewan berdarah panas, terutama anjing, kucing, dan kera. Apabila gejala klinis timbul, selalu diikuti dengan kematian.
“Vaksinasi hewan yang rentan rabies bisa menekan kasus rabies. Oleh karena itu, perlu pengembangan vaksin yang aman, efektif, dan protektif. Salah satunya dengan pengembangan vaksin anti-idiotipe,” ujar Sayu Putu Yuni Paryati, Mahasiswa S3 Program Studi Sains Veteriner, IPB, yang mengembangkan Antibodi Anti-Idiotipe sebagai Kandidat Vaksin Rabies, seperti dilansir Prohumas IPB.
Menurut Sayu, antibodi anti-idiotipe berkarakteristik serologis internal image bisa diproduksi dalam jumlah banyak dan tidak mengandung risiko infeksi. Keunggulan antibodi ini mampu meniru sifat antigenik. Dari hasil penelitian selama ini, antibodi anti-idiotipe menginduksi terbentuknya antibodi yang menetralisir virus rabies, meski kadarnya masih lebih rendah dibanding vaksin virus rabies.
Sedangkan Dr. Drh. Denny W. Lukman, ahli Kesmavet FKH IPB, menganjurkan pemda setempat melakukan surveillance di kabupaten lain untuk mencegah berjangkitnya rabies di daerah lain.
Yan Suhendar