Masih kata Glenn, pihaknya meneliti bawang merah sejak 1996, tapi baru 2006 menghasilkan varietas unggul Tuk Tuk. Begitu pula dengan sawit, menurut Dwi Asmono, Ph.D, Direktur Riset PT Sampoerna Agro, Tbk., untuk menghasilkan satu varietas unggul perlu waktu 10 tahun dan investasi yang besar. Berapa investasinya? “Tergantung masing-masing perusahaan,” kata Dwi, melalui telepon, Rabu (15/10).
Namun, bagi EWSI, investasi untuk menciptakan varietas unggul sangat penting. Perusahaan ini bersedia menyisihkan 10 persen dari total penjualannya buat penelitian dan pengembangan benih unggul. EWSI menyadari, “Source of growth dari perusahaan kami, tergantung kemampuan kami menciptakan produk untuk petani. Karena itu, perlindungan varietas tanaman (PVT) sangat penting buat perusahaan yang melakukan breeding atau pemuliaan dengan serius,” lanjut Glenn kepada AGRINA, Rabu (15/10).
Perlindungan Varietas Privat
Memang, menurut UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), negara wajib melindungi varietas baru, unik, seragam, stabil, dan bernama. “Kata kuncinya: perlindungan hukum,” ujar Ir. Hindarwati, M.Sc., Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (PPVT), Deptan. Menurut alumnus Universitas Gajah Mada (Yogyakarta) dan Universitas Wisconsin (Amerika Serikat) itu, benih atau tanaman yang telah mereka kreasi tersebut mengandung hak kekayaan intelektual sehingga sepatutnya dilindungi. “Kalau sudah dilindungi, koridor haknya bisa dipakai karena menjadi milik privat, bukan milik umum,” katanya.
Dengan perlindungan itu, pemilik varietas unggul hasil kreasi tersebut berhak memperbanyak, melisensikan, memperdagangkan, dan lain-lain. Menurut Hindarwati, untuk tanaman semusim, masa perlindungannya 20 tahun, sedangkan tanaman tahunan 25 tahun. “Selama masa perlindungan, pemilik varietas memperoleh manfaat ekonomi seperti memberikan lisensi ke pihak lain untuk mendapatkan benefit-sharing,” imbuhnya.
Hingga 31 Agustus lalu, PPVT sudah menerbitkan 17 sertifikat hak PVT. Untuk tanaman semusim antara lain kacang panjang (varietas Parade, Peleton, Panji, dan Kanton), selada (Karina dan Nuansa), dan kangkung (Mahar) produksi EWSI. Sedangkan pada tanaman tahunan antara lain sawit varietas DxP Sriwijaya 1 sampai 6, produksi PT Binasawit Makmur (PT Sampoerna Agro Tbk). Sebenarnya, yang sudah dimohonkan hak PVT-nya ada 166 varietas, tapi masih banyak yang dalam tahap pemeriksaan substantif.
Selain perlindungan, PPVT juga mendaftar varietas temuan di daerah, tetapi bukan milik privat. Misalnya padi Padan dari Nunukan, Kaltim, durian Si Gundul dari Lombok Barat, dan beras hitam dari Subang, Jabar. Sampai 31 Agustus lalu, jumlah yang sudah terdaftar 227 varietas. “Kalau pendaftaran, itu berarti milik daerah, sedangkan perlindungan varietas berarti milik privat (terdapat unsur pemuliaan),” terang Hindarwati.
Bagaimana sanksi hukumnya? Bagi pengguna benih unggul privat tanpa izin pemiliknya, dihukum maksimum 7 tahun penjara dan denda Rp2,5 miliar. Bagi pembocor informasi material varietas privat, diganjar maksimum 5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Sedangkan pengguna yang mengkomersialkan turunan benih privat, dihukum maksimum 5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. “Dengan PVT, bukan saja produsen yang dilindungi, tapi juga konsumennya karena mereka menggunakan benih yang diakui secara legal,” kata Dwi.
Syatrya Utama