Kamis, 16 Agustus 2007

Deptan Identifikasi Sejumlah Wilayah Untuk Pengembangan SRI

Departemen Pertanian (Deptan) mengidentifikasi sejumlah wilayah untuk mengembangkan padi dengan metode System of Rice Intensification (SRI).

Direktur Pengelolaan Lahan, Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air Deptan, Suhartanto di Jakarta, Rabu mengatakan, beberapa wilayah yang akan dimanfaatkan untuk pengembangan padi SRI yakni seluruh provinsi di Jawa, Kabupaten Nagan Raya Nangroe Aceh Darussalam, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Merauke Papua.

"Deptan hanya melakukan identifikasi lahan, sedangkan pengembangan padi SRI ini nantinya akan dilakukan oleh pihak swasta," katanya.

Rencananya, PT Medco siap mengembangkan padi SRI organik pada lahan seluas 10 ribu hektar, tambahnya.

Beberapa waktu lalu Chairman Medco Foundation, Arifin Panigoro, mengatakan pihaknya akan mengembangkan padi SRI seluas 10 ribu hektar di Jawa Barat.

Pihaknya telah melobi sejumlah bank, termasuk Bank Saudara, anak perusahaan Medco Group, untuk memberikan permodalan senilai Rp100 miliar bagi petani SRI organik.

"Ada Bank BRI, Bank Agro dan Bank BNI yang sudah confirm untuk mewujudkan pertanian ini," katanya.

Nantinya masing-masing petani akan menerima pinjaman Rp8-10 juta per hektar dengan mekanisme bantuan dari perbankan melalui program kemitraan.

Menurut Suhartanto, pengembangan padi dengan pola SRI mampu menghemat air, penggunaan pupuk dan pestisida serta benih.

Penanaman padi dengan SRI tidak memerlukan banyak air, selain itu tanpa penggunaan pupuk anorganik maupun obat-obatan pembasmi hama dan penyakit berbahan kimia.

"Sedangkan penggunaan benih hanya memerlukan tiga hingga lima kilogram per hektar sementara cara biasa benihnya 30-40 kilogram," katanya.

Menurut dia, dari hasil percontohan di beberapa wilayah membuktikan produktivitas tanaman mencapai 7-10 ton per hektar lebih tinggi dari sistem konvensional yang hanya 4,6 ton per hektar.

Namun dia mengakui, pengembangan padi SRI organik memerlukan pupuk organik yang sangat tinggi yakni mencapai enam ton per hektar atau senilai Rp2,4 juta.

Pengangkutan pupuk organik sebanyak itu ke tengah sawah tentu saja menjadi kendala buat petani selain pengolahan kompos yang memerlukan peralatan.

"Kendala lain yakni merubah kebiasaan petani yang sudah terbiasa menggunakan pupuk dan obat-obatan kimia serta air yang banyak dalam menanam padi," katanya.

Namun, kata Suhartanto, dengan produktivitas yang lebih tinggi tersebut, keuntungan petani akan meningkat apalagi harga beras organik juga lebih mahal dibanding beras medium.

 

Sumber : www.kapanlagi.com

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain