Jakarta - Pemerintah akan mengeluarkan aturan yang mewajibkan eksportir produk perikanan memiliki sertifikat kesehatan (health certificate) dan terdaftar di instansi pemerintah, sementara nilai ekspor produk perikanan ke China oleh perusahaan tak terdaftar mencapai US$100 juta.
Kebijakan tersebut ditetapkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menyusul kasus penolakan seluruh produk perikanan Indonesia yang diekspor ke China oleh pemerintah negara itu.
Dengan kebijakan itu-seluruh eksportir produk perikanan asal RI tersebut diwajibkan memiliki sertifikat kesehatan-sehingga perusahaan itu terdaftar sebagai perusahaan resmi yang diizinkan mengekspor.
Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi menegaskan perdagangan komoditas itu ke luar negeri yang tidak tercatat berpotensi menimbulkan persoalan baru berupa pelarangan impor oleh Pemerintah China dan merugikan negara. "Nanti, untuk melakukan ekspor harus mendaftar ke DKP," katanya di Jakarta, kemarin.
Terkait dengan masalah China, menurut dia, sampai saat ini DKP masih mencari sembilan perusahaan eksportir ke China yang tidak terdaftar itu.
Eksportir yang tidak terdaftar itu dipastikan memasok produk perikanan lebih banyak dibandingkan perusahaan yang tercatat oleh DKP.
Freddy menyebutkan produk perikanan yang dipasok perusahaan tidak terdaftar mencapai US$100 juta atau dua kali lipat dari nilai ekspor perusahaan yang terdaftar di DKP.
"Ekspor produk perikanan kita ke China ternyata sekitar US$55 juta. Tidak sampai US$155 juta karena lebih dari US$100 juta itu dipasok oleh perusahaan yang tidak terdaftar," tambah dia.
Aturan disiapkan
Direktur Kelembagaan Luar Negeri pada Ditjen Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan (P2HP) DKP Anang Noegroho S. M. menuturkan kewajiban mendaftar selama ini sudah dilakukan. "Tapi diberlakukan untuk pemasok ke Uni Eropa, Korsel, dan Kanada."
Tiga negara itu, jelasnya, yang meminta eksportir perikanan terdaftar di departemen teknis. Namun, Anang menyatakan, DKP tengah menyiapkan aturan sehingga seluruh eksportir perikanan diwajibkan mendaftar ke DKP.
Akibat pelarangan impor oleh China yang mendadak, kalangan pengusaha di beberapa daerah mulai mengidentifikasi volume ekspor tujuan Negeri Tirai Bambu yang tertahan.
Di Kalsel, seperti dikutip Antara, sekitar enam ton udang beku batal dikapalkan ke China karena larangan itu. Jumlah nya mencapai 50% dari total permintaan komoditas di provinsi itu.
Ketua Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) Shidiq Moeslim mengatakan kalangan pengusaha juga mulai mencari pasar lain untuk melanjutkan ekspor yang telanjur tertahan karena larangan China.
Potensi Ekspor Produk Perikanan Ke China | |||
Provinsi Penghasil |
Jenis Olahan |
UPI (unit |
Kapasitas Produksi (ton) |
Sumsel Lampung |
Udang beku Udang beku Bekicot kaleng |
5 7 |
21 229,3 |
Jatim |
Udang beku Tuna loin rebus Teri nasi Kerupuk Tuna kaleng Sardine |
89 |
5.100 |
Kaltim |
Udang beku Udang kering Cooked peeled frozen shrimp |
17 |
54,6 |
Kalsel |
Udang beku Udang kering Udang rebon |
12 |
19,5 |
Sulsel |
Udang beku Fillet ikan Tuna beku Tuna segar |
48 |
116,7 |
Maluku |
Fillet ikan beku Fillet tuna Skipjack loin beku Surimi |
25 |
105 |
Ket : *) Melalui Taiwan dan Hongkong
Sumber : DKP 2006