Jumat, 10 Agustus 2007

Dua Ratus Kapal Penangkap Ikan Tuna di Benoa Tidak Melaut

Hanya sekitar 200 unit kapal penangkap ikan tuna dari 765 unit kapal di Benoa, Bali, yang tidak melaut akibat cuaca buruk, tingginya gelombang dan kesulitan bahan bakar minyak.

            Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan Departemen Kelautan dan Perikanan, Ardius Zaenuddin, mengatakan kapal-kapal yang sedang tertambat (tidak melaut) di pelabuhan umum Benoa, Bali, itu merupakan kapal berukuran kecil, yakni 100 grosston (GT) ke bawah. Sedangkan kapal tuna yang berukuran 100 GT ke atas tetap melaut atau berada di fishing ground.

            Di Bali, kata dia, terdapat sekitar 756 unit kapal, dan sebagian besar masih melaut. "Jadi berita terjadi pemogokan kapal ikan tuna di Benoa akibat diterapkannya sistem pemantauan kapal perikanan atau Vessel Monitoring System/VMS tidak benar," tegasnya di Jakarta, Rabu (8/8).

            Dari 765 unit kapal yang berpangkalan di pelabuhan Benoa, Bali, kata Ardius, sebanyak 223 unit kapal berukuran di atas 100 GT. Dari jumlah itu, sebanyak 137 unit telah dipasang transmitter milik negara dengan tingkat keaktifan hanya 23%. Padahal kewajiban pemasangan VMS pada kapal ikan merupakan ketentuan internasional.

            Sejak DKP memperkenalkan peralatan VMS pada 2003 dengan memberikan bantuan 1.500 unit transmiter kepada pemilik kapal berbobot lebih dari 100 groston, hingga kini baru 50% yang diaktifkan.

            "Pemasangan peralatan VMS untuk memudahkan pemantauan gerak kapal, posisi kapal, indikasi pelanggaran di laut, keamanan kapal seperti antisipasi perompakan dan manajemen sumberdaya ikan," jelasnya.

            Sejak 2006, DKP meluaskan cakupan pemantauan kapal sehingga yang tadinya pemasanganan VMS hanya untuk kapal berbobot lebih dari 100 GT kemudian juga bagi kapal berbobot lebih dari 60 GT hingga 100 GT.

            Dengan perluasan tersebut maka 1500 unit transmiter bantuan DKP akan ditarik selanjutnya dipinjamkan kepada pengusaha atau pemilik kapal berbobot 60-100 GT. "Untuk kapal asing maupun kapal Indonesia berbobot lebih dari 100 GT diwajibkan membeli, memasang dan mengaktifkan serta membayar airtime secara mandiri," katanya.

            Menurut Ardius, hingga 6 Agustus 2007 sebanyak 729 unit transmiter telah terpasang pada kapal perikanan yang memasang dan membayar airtime secara mandiri berasal dari Medan, Tual, Bitung, Muara Baru, Kendari, Merauke dan beberapa lokasi lainnya sedangkan yang aktif sebanyak 667 unit.

            "Ditargetkan hingga akhir 2007 pemasangan peralatan VMS pada kapal ikan bisa mencapai 70-80%, dan kalau memungkinkan 100%," katanya.

 

Penulis: Sidik Sukandar

 

Sumber : www.media-indonesia.com

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain