Senin, 6 Agustus 2007

Ini Dia Komplek Agribisnis Landak

Mulai 2006, Pemkab Landak menetapkan 12 kawasan usaha agribisnis terpadu. Empat di antaranya sedang dibangun, dan dampaknya mulai kelihatan.

 

Kawasan usaha agribisnis terpadu (KUAT) merupakan sistem usaha tani terintegrasi dari hulu sampai hilir. Melalui sistem ini, kawasan diharapkan bisa tumbuh dan berkembang lebih cepat sehingga mampu mendorong perbaikan kesejahteraan masyarakat setempat.

Menurut Ir. Pa’du Limbong, Kepala Dinas Pertanian Landak, penetapan KUAT dimaksudkan untuk membangun pusat pertumbuhan agribisnis dan agroindustri. Dan lebih penting lagi, akses pasar terjamin.

 

Baru Empat

Untuk bisa dijadikan KUAT, suatu wilayah harus memiliki potensi lahan yang didukung iklim, jenis tanah, SDM, serta sarana dan prasarana usaha tani. Pengembangan KUAT berdasarkan surat keputusan gubernur dan bupati. Atas dasar itu, ditetapkan 12 komplek agribisnis terpadu. Sejak tahun lalu, empat kawasan mulai dikembangkan, yaitu Senakin Komplek di Kecamatan Sengah Temila, Ngarak Komplek di Mandor, serta dua di Mempawah Hulu (Sompak dan Kampet Komplek).

Komoditas unggulan Senakin adalah padi, yang dipadukan dengan perikanan, peternakan, dan perkebunan. Sementara di Ngarak dan Sompak, yaitu padi, peternakan, serta perkebunan. Di Kampet, selain padi, peternakan, dan perkebunan, bakal dijadikan sentra jagung.

Pa’du mengungkapkan, sasaran jangka pendek dari program itu untuk meningkatkan produktivitas padi dari rata-rata 3,7 ton menjadi 6 ton gabah kering giling (GKG)/ha. Juga ditargetkan ada perluasan areal tanam dari 56.000 menjadi 65.000 ha dan intensitas penanaman dari satu kali menjadi dua kali setahun. 

 

Antusias

Saat AGRINA mengunjungi Senakin dan Ngarak, tampak kegiatan usaha tani padi, perikanan, dan peternakan mulai bergeliat. “Masyarakat di sini sangat antusias untuk meningkatkan usaha tani,” ucap Drs. Mardiro, Kades Senakin.

Senakin Komplek berketinggian 25—1.000 m di atas permukaan laut (dpl) dan meliputi 6 desa. Komplek ini memiliki potensi lahan sawah 8.509 ha dan lahan kering 31.505 ha. Dari jumlah itu, areal padi yang sudah digarap mencakup 7.246 ha di sawah dan 5.171 ha di ladang. Intensitas penanaman padi pun sudah meningkat, dari sekali menjadi dua kali setahun. “Produktivitas pun meningkat menjadi 6—7 ton gabah kering panen/ha,” kata Mardiro yang mengusahakan satu hektar sawah dan satu hektar kebun kakao.

Tak hanya di Senakin, sawah di Ngarak pun sudah bisa dua kali panen. “Dulu, masyarakat di sini malas menanam padi. Tapi kini bersemangat karena memang menguntungkan. Dan dalam waktu dekat, kami akan mencetak sawah baru,” urai Suparman, Ketua Kelompok Tani Nek Baruang, Desa Kayu Tanam, kawasan Ngarak Komplek.

“Dengan adanya program KUAT, sistem budidaya berubah dari tradisional menjadi moderen,” imbuh Sakimin, Kabid Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Landak. Petani, lanjut dia, sudah memahami pentingnya penerapan pancausaha tani, seperti penggunaan benih unggul, pemupukan berimbang, dan pengendalian hama penyakit.

Sebagian petani yang tergabung dalam 16 kelompok tani di Senakin Komplek memadukan usahanya dengan perikanan dan peternakan. Perikanan diupayakan di kolam atau sistem mina padi. 

Pengembangan peternakan sedang diuji coba di Desa Senakin melalui Kelompok Tani Usaha Bersama (KTUB). “Pada Februari lalu, dinas pertanian memberi bantuan bergulir 50 ekor sapi Madura indukan. Jadi setiap anggota memperoleh jatah 2 ekor,” aku Cosmas Ahan, Ketua KTUB. Namun, ia menyesalkan janji bantuan pejantan yang tak kunjung datang. Padahal semua sapi itu sudah siap kawin. “Tahun ini kami sudah menganggarkan pengadaan 60 ekor pejantan. Diperkirakan terealisasi Agustus—September. Sehingga nanti, setiap 10 ekor betina diberi bantuan satu ekor pejantan,” papar Matius, Kepala Tata Usaha Dinas Pertanian Landak.

 

Perlu Tambahan

Untuk menggenjot agribisnis di wilayah KUAT, petani masih menghadapi berbagai persoalan. Sarana irigasi masih sangat diperlukan pembangunannya guna menunjang kegiatan agribisnis. Pemda Landak melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) bidang irigasi terus berupaya membangun dan merehabilitasi sarana dan prasarana yang ada. Terbukti dari terus meningkatnya biaya pembangunan setiap tahun secara signifikan.

Menurut Ir. Bride S. Allorante, MM, Kepala Bidang Pengairan, Dinas PU Landak, keseriusan pemda untuk pembangunan irigasi ini tidak diragukan lagi. Bayangkan saja dari 12 kabupaten/kota di Kalbar, hanya dua atau tiga kabupaten, termasuk Landak, yang organisasi penanganan Operasi & Pemeliharaan (O&P) Pengairannya masih eksis sampai ke tingkat petugas bendung. Dalam pertemuan regional O&P pengairan se-Kalimantan dan Sulawesi tahun lalu terungkap, dana O&P Pengairan Kab. Landak lebih besar daripada kabupaten kaya, seperti Kutai Kartanegara.

Pun penangkaran benih, sedikitnya diperlukan 800 ha. Demikian pula alsintan, seperti traktor tangan dan mesin pemanen. Alat itu sangat dibutuhkan karena kawasan itu kekurangan tenaga kerja. “Untuk lahan 450 ha yang terjangkau oleh irigasi misalnya, butuh 30 unit traktor supaya pengolahan tanah bisa rampung 15 hari,” ungkap Ever Afat, Kepala BPP Sengah Temila.

Matius mengaku, alat pertanian masih menjadi kendala. Karena dana terbatas, pihaknya baru mampu menyediakan 4—5 unit traktor/tahun. Itu pun mesti dibagikan kepada 13 kecamatan.

Di luar itu, tenaga pendamping seperti PPL dan inseminator belum cukup. “Di Sengah Temila hanya ada 2 tenaga inseminator, itupun yang seorang sudah pensiun,” ucap Yuvenalis Victor, tenaga keswan dari kecamatan tersebut. Demikian pula PPL, sangat terbatas, sehingga wilayah kerja seorang PPL terlalu luas, bisa dua desa.

“Walaupun kawasan ini baru dibangun dan masih banyak hambatan, yang pasti, masyarakat setempat sudah merasakan ada perubahan kesejahteraan,” ucap Damianus SE, Manajer KUAT Senakin.

 

Dadang WI

 

Siluk pun Bisa

          Di luar ikan konsumsi, Landak menyimpan potensi pengembangan ikan hias, khususnya arwana alias siluk. Adalah Budi Ang King, pria yang bermukim di Sengah Temila ini, sudah setahun menangkarkan siluk super red. “Awalnya saya hanya hobi. Kini dicoba dibisniskan,” aku pria yang meninggalkan usaha di Jakarta pada 1998 itu.

          Di tengah kebun seluas 20 ha yang ditanami sawit dan buah-buahan, Budi membangun 3 kolam dan diisi 30 ekor idukan siluk. Calon induk, ia beli Rp4 juta/ekor. Walau pun belum menghasilkan, Budi yakin bisnis siluk masih menjanjikan. Selain harganya selangit, permintaan pasar pun terus meningkat. “Agribisnis, termasuk penangkaran siluk ini lebih menjanjikan ketimbang usaha di Jakarta. Selain itu hidup sebagai petani ternyata lebih tenang,” paparnya.

          Di Landak, potensi lahan untuk penangkaran siluk cukup banyak. Kondisi ini ditopang oleh keberadaan 16 sungai yang tersebar di 9 kecamatan. Selain itu, Landak juga memiliki 6 danau yang terletak di Ngabang, Mandor, dan Menjalin.

 

Dadang

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain