Jakarta - Indonesia secara resmi diterima menjadi anggota ke-27 Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), sejak pekan lalu. Organisasi perikanan tuna dunia ini hanya khusus untuk kawasan Samudera Hindia sebagai tempat perburuan ikan tuna oleh kapal-kapal internasional yang dipasok ke seluruh dunia.
Menurut Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Saut Hutagalung, di Jakarta, keberadaan Indonesia dalam IOTC diperkuat dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 9/2007 tentang Persetujuan Pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia.
Saut mengatakan, diperlukan perjuangan empat tahun untuk menjadi anggota IOTC, padahal ratusan armada kapal Indonesia sudah belasan tahun menangkap ikan tuna di Samudera Hindia dan menjadi salah satu eksportir tuna terkemuka. Keanggotaan ini juga semakin meningkatkan kerja sama untuk menanggulangi illegal fishing di Samudera Hindia
Keanggotaan dalam IOTC memberi keuntungan, antara lain menghemat waktu dan biaya karena ada kerja sama penelitian dan pengumpulan data perikanan, pemanfaatan TAC (Total Allowable Catch), MCS (Monitoring, Controlling and Surveylance), penegakan hukum, serta pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan yang banyak membutuhkan tenaga ahli.
Keuntungan lainnya, ungkap Saut, perusahaan perikanan Indonesia tidak dianggap melakukan penangkapan tuna secara ilegal di perairan laut lepas, dan mendapatkan jaminan akses pemasaran tuna di pasar internasional.
Dia menjelaskan, sistem perikanan tuna di Indonesia berkembang sangat pesat pada periode akhir tahun 1980-an sejak diperkenalkannya pasar untuk tuna segar (fresh tuna). Perkembangan pasar ini yang mendorong berkembangnya perikanan long line, dan teknologi ini disukai para nelayan Indonesia karena operasi penangkapan yang relatif pendek.
Meningkatnya ekspor tuna segar juga mendorong naiknya nilai ekspor tuna secara keseluruhan. Nilai ekspor dari perikanan tuna sejak tahun 2000 berfluktuasi sekitar US$ 200 juta per tahun. Indonesia diharapkan meningkatkan penangkapan ikan tuna dan memperluas pasar ekspor maupun pasokan untuk industri dalam negeri yang sempat menurun.
PPSC Siap Dukung
Sementara itu, Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC), Jawa Tengah, Julius Silaen menegaskan, pihaknya siap mendukung peningkatan penangkapan ikan tuna di Samudera Hindia. PPSC adalah salah satu pangkalan armada kapal tuna terbesar setelah Jakarta dan Bali. Jumlah kapal besar dan kecil di PPSC pada 2006 mencapai 674 unit.
Silaen yang dihubungi SP, Senin (16/7), mengungkapkan, puluhan kapal tuna berbobot di atas 30 gross ton kini sudah bisa masuk PPSC setelah terhambat sekitar lima tahun karena terjadi pendangkalan di jalur masuk pelabuhan. Pendangkalan menyebabkan kapal-kapal tuna berbobot besar terpaksa mendarat di pelabuhan lain.
Saat ini, katanya, sedimentasi pasir laut yang menyebabkan pendangkalan sudah dikeruk, dermaga sepanjang 300 m dan penahan gelombang laut juga sudah selesai dibangun.
Sumber : www.suarapembaruan.com