Umur 7—9 bulan mulai panen. Terus berbuah sepanjang musim. Setahun sudah balik modal. Permintaan pasar belum terpenuhi.
Itulah beberapa kelebihan usaha tani pepaya (Carica papaya). “Dibanding jenis buah lain, pepaya paling menarik untuk diusahakan,” tandas Nano Wijayatno, petani pepaya di Karawang, Jabar. Sampai saat ini permintaan pasar di dalam negeri saja belum terpenuhi. Apalagi untuk memenuhi permintaan dari China dan negara-negara Uni Eropa.
Kecuali itu, budidaya pepaya tidak serumit buah semusim. Dan untuk jadi duit tidak perlu menunggu sampai tahunan. Panen buahnya pun bisa dilakukan 5—7 hari sekali, sepanjang tahun.
Pepaya Mini
Pepaya yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah jenis pepaya besar dengan bobot 2—3 kg per buah dan panjang 30—40 cm. Pepaya golongan Bangkok ini antara lain pepaya Jinggo, Dampit, Cibinong, dan Paris.
Sejalan dengan kemajuan teknologi, kini sudah berkembang pepaya yang ukurannya lebih kecil, seperti tipe Solo maupun Hawaii. Pepaya mini ini berbobot 400—600 gram per buah sehingga dapat habis dikonsumsi oleh 1—2 orang sekali makan. Ada juga pepaya yang berukuran sedang seperti varietas California yang berbobot 800 gram—1,2 kg per buah.
Memang, pepaya berukuran kecil itu sudah lama berkembang di luar negeri. Tapi di Indonesia belum banyak petani yang mengembangkannya. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, konsumen di kota-kota besar mulai menggandrunginya lantaran citarasanya lebih manis, menyegarkan, dan praktis. Buah tak perlu dikupas, cukup dipotong dan dimakan menggunakan sendok.
Bagi petani, pepaya ukuran sedang dan mini menjanjikan keuntungan besar. Di tingkat petani, pepaya California dihargai Rp2.000.—Rp2.500 per kg. Sementara pepaya mini Rp4.000—Rp5.000 per kg. Di pasar swalayan, lebih gila. Pepaya California dan pepaya mini dijual Rp 9.000—Rp11.000 per kg.
Lokal Punya
Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, IPB, Bogor, sudah berhasil memproduksi benih jenis pepaya mini. “Jangan sekali-kali membeli benih dari luar negeri. Bukan masalah ekonomi saja, tapi dikhawatirkan benih itu membawa penyakit Papaya Ring Spot Virus (PRSV),” ungkap DR. Sobir, Kepala Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, IPB.
Penyakit ini sangat ganas, menyerang semua bagian tanaman, mulai di persemaian hingga tanaman di kebun. Dan, sampai sekarang tidak ada obatnya. Sementara hingga kini Indonesia masih terbebas PRSV. “Jangan sampai keunggulan Indonesia terbuang lantaran mengintroduksi benih dari luar,” Sobir mewanti-wanti.
Sobir sangat khawatir
Mesti Telaten
Secara umum, pepaya ukuran kecil tumbuh subur bila ditanam di lahan gembur dengan ketinggian 300—500 meter di atas permukaan laut (dpl). Namun hasil penelitian Sobir bertahun-tahun, pepaya tersebut akan lebih baik bila ditanam di ketinggian kurang dari 300 m dpl. Soalnya, intensitas serangan penyakit antraknosa di wilayah berketinggian itu relatif lebih rendah. Kehilangan hasil akibat antraknosa ini bisa mencapai 20%. Walaupun ada masalah lain di dataran rendah, yaitu serangan hama Thrips, tapi ini lebih mudah dikendalikan ketimbang serangan penyakit.
Di kebun, pepaya ditanam dengan jarak 2 m x 2,5 m. Sehingga dalam satu hektar lahan ditanami 1.500—1.700 bibit. Sebaiknya, setiap lubang tanam diisi dua bibit. Setelah umur tiga bulan lalu dipilah, sehingga satu lubang berisi satu tanaman.
Walaupun budidayanya tidak njelimet, pepaya butuh perawatan yang intensif. Pasalnya, ia berproduksi dan panen sepanjang tahun sehingga perlu asupan pupuk yang memadai. “Pupuk Nitrogen (urea), K (KCl), dan Ca (kapur) harus cukup,” saran Sobir. Dari pengalaman beberapa petani, pemupukan dilakukan tiga bulan sekali.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengairan, terutama saat penanaman. Pepaya butuh air cukup tapi tidak boleh tergenang. Bila kekurangan air, buah tidak akan terbentuk.
Pascapanen
Penanganan panen dan pascapanen pepaya di tanah air menjadi hal sangat penting karena menyebabkan banyak buah tidak bisa dipasarkan. Yang kerap ditemui saat panen misalnya pepaya jatuh sehingga memar, ditaruh di tanah atau di keranjang tanpa alas, dan getah berlepotan. Kehilangan hasil akibat keteledoran itu bisa mencapai 20%—40%.
Padahal, menurut Sobir, penanganan panen dan pascapanen mesti dilakukan mulai dari pemilihan waktu petik yang tepat, cara petik, penanganan di kebun, penanganan di tempat pengumpul, sampai di perjalanan. “Sebaiknya, ketika panen menggunakan sarung tangan. Selain melindungi tangan dari getah juga menghindarkan kerusakan pada kulit pepaya,” katanya.
Pepaya tipe Solo atau yang berukuran sedang, sudah bisa dipanen setelah berumur 7—9 bulan. Tanaman ini produktif sampai umur 3 tahun. “Umur ekonomis pepaya itu rata-rata 3 tahun,” Sobir membenarkan. Dalam satu bulan bisa dipanen 4—6 kali. Sekali panen, setiap pohon dapat menghasilkan 100—130 buah.
Menurut hitungan Nano dan Sobir, untuk mengupayakan satu hektar kebun pepaya diperlukan modal investasi sebesar Rp44 juta—Rp45 juta. “Bila dirawat intensif, dalam setahun sudah balik modal,” urai Nano.
Dadang, Selamet
Boks
Laba Rugi Budidaya Pepaya California
(dalam juta rupiah)
Satuan Tahun I Tahun II Tahun III Total
Penjualan 35,10 102,96 93,60 231,66
Biaya:
Pemasaran 3,51 8,42 8,42 20,36
Tenaga kerja 7,51 15,70 14,76 37,96
Pupuk 15,60 20,80 20,80 57,20
Pestisida 2,40 2,40 2,40 7,20
Investasi:
Sewa lahan 3,00 3,00 3,00 9,00
Bibit 1,08 1,08 1,08 3,25
Persiapan lahan 0,33 0,33 0,33 1,00
Penanaman 2,17 2,17 2,17 6,50
Pupuk 1,73 1,73 1,73 5,20
Pengapuran 0,43 0,43 0,43 1,30
Alat dan lainnya 1,00 1,00 1,00 3,00
Total biaya 38,77 57,07 56,13 151,97
Keuntungan (3,67) 45,89 37,47 79,69
Kebutuhan investasi : Rp44.200.000
ROI rata-rata per tahun : 60,10%
Sumber: Nano Wijayatno, petani pepaya Karawang, Jabar