Makassar - Kalangan masyarakat perunggasan Sulawesi Selatan (Sulsel) mengeluhkan keberadaan PP No.7/2004 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lingkup Departemen Pertanian, yang dinilai melemahkan daya saing peternak unggas di luar Jawa karena mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.
Selain itu, PP yang pelaksananya adalah Balai Karantina Hewan dan Tumbuhan di seluruh Indonesia tersebut juga ditengarai dijadikan acuan oleh sejumlah pemerintah daerah untuk membuat peraturan turunan yang hanya bersifat retributif, dan tak jarang memunculkan moral hazard berupa pungutan liar oleh oknum petugas.
Ketua Umum Forum Komunikasi Masyarakat Perunggasan (FKMP) Sulsel Wahyu Suhadji mengatakan meskipun berlaku di seluruh Indonesia, PP No.7 menjadi tidak relevan di Jawa karena hilir mudik unggas di wilayah itu tidak perlu melewati pintu karantina di bandara atau pelabuhan, seperti halnya unggas yang dari Sulsel dan daerah lainnya yang dikirim ke Jawa.
Unggas kiriman tersebut juga sering harus melewati karantina di beberapa titik kedatangan sehingga biaya pun menjadi berlipat.
Aneka retribusi
Namun, persoalan belum berakhir sampai di situ. Peternak di luar Jawa juga kerap harus membayar aneka retribusi dengan berbagai kedok di setiap titik pemeriksaan antarkota/ kabupaten.
"Nama retribusinya macam-macam. Ada yang wajar tapi tidak sedikit yang tidak masuk akal. Kesannya dicari-cari untuk menarik retribusi. Pokoknya dikaitkan dengan unggas dan hampir semuanya mengacu pada PP No.7 Tahun 2004," keluh Wahyu di sela-sela satu seminar perunggasan di Makassar, kemarin.
Akibatnya, peternak yang sebenarnya juga telah kalah efisien dalam hal teknologi, biaya pakan, dan ongkos transportasi, menjadi makin kehilangan daya saing dibandingkan sesama mereka di Pulau Jawa. Selisih harga pakan antara Jawa dan luar Jawa saja saat ini mencapai Rp10.000/sak.
"Hampir 90% peternak ayam broiler di Sulsel akhirnya bangkrut karena tidak mampu lagi bersaing. Apalagi peternak juga masih harus menanggung kerugian hingga Rp36 miliar sepanjang Januari-April 2007 karena dampak isu flu burung yang membuat permintaan produk ayam menurun drastis," ujarnya.
Sumber : Bisnis Indonesia