Program pembiayaan kredit pertanian dengan bantuan jaminan pemerintah sebesar Rp 255 miliar, yang digulirkan sejak akhir 2006, belum sepenuhnya dinikmati petani yang tidak memiliki aset sebagai agunan pinjaman.
“Hingga akhir Mei 2007 total dana yang tersalurkan sebanyak 159,5 miliar, dari lima bank pelaksana,” kata Kepala Pusat Pembiayaan Pertanian Deptan Mat Syukur.
Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3) dimaksudkan sebagai solusi bagi petani yang masih kekurangan modal dalam usaha agribisnisnya. Kepala Pusat Pembiayaan Pertanian Departemen Pertanian Mat Syukur menjelaskan dengan jaminan dana dari deptan yang ditempatkan di bank-bank pelaksana tersebut diharapkan bisa dimanfaatkan oleh petani.
Menurut Mat Syukur, peluang kredit ini sangat besar. Tapi, penyerapan kredit oleh petani masih kecil karena para petani ini tidak memiliki aset sebagai agunan yang disyaratkan oleh pihak perbankan.
Mat Syukur mengatakan SP3 ini menjadi salah satu program pembiayaan kredit pertanian dalam arti luas dengan bantuan jaminan kredit dari pemerintah. Sasaran SP3 pada sektor agribisnis dalam arti luas.
“Untuk SP3 semua sektor pertanian dari hulu, on farm, hingga hilir bisa memanfaatkan kredit ini seperti tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, perdagangan produk pertanian, mesin-mesin untuk usaha pertanian,” jelasnya.
Dalam pelaksanaanya program SP3 terbagi dalam tiga kelompok, yaitu untuk usaha mikro nilai pinjamannya hingga Rp 50 juta, Rp 50 juta-Rp 250 juta untuk kecil 1 dan Rp 250 juta-Rp 500 juta untuk kecil 2. Dana penjaminan kredit untuk SP3 ini disalurkan melalui lima bank, diantaran Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank Jatim, dan Bank NTB.
Dalam program SP3 ini sebagian agunan di jamin pemerintah atau sebagai risk sharing, jaminan kredit sebagai agunan pemerintah sebesar 40% untuk pinjaman hingga Rp. 50 juta, 30% untuk pinjaman sebesar Rp 50 juta hingga Rp. 250 juta sedangkan untuk pinjaman Rp. 250 juta hingga Rp. 500 juta sebesar 10%.
“Jadi kalau ada peternak atau petani yang pinjam sampai Rp. 50 juta pemerintah menjamin 40% atau ada porsi 40% yang dicadangkan pemerintah sebagai risk sharing. Sisanya petani harus menyiapkan 60% dari agunan yang harus dipenuhi sebagai syarat untuk pinjaman ke bank tersebut,” jelasnya.
Tetapi kenyataan di lapangan, petani masih banyak yang kesulitan dalam penyiapan agunan sebesar 60% aset yang dimilikinya. Kesulitan ini yang membuat pihak Deptan terus melakukan terobosan-terobosan dalam membantu pembiayaan usaha pertanian ini.
Salah satu cara Deptan ingin melakukan perubahan aturan kerjasama dengan pihak bank pelaksana agar petani yang berskala usaha kecil yang meminjam sampai 10 juta ada kemudahan dalam hal agunan. “Artinya, nanti tidak harus strike, harus ada sertifikat tanah atau kelayakan usahanya. Ini yang akan kita atur ketentuanya dan pemerintah bisa mengambil lebih besar porsi risk sharnig-nya,” katanya.
Mat Syukur menambahkan, petani kecil harus mendapatkan prioritas penyaluran modal. "Kemampuan mereka meminjam maksimal Rp 5 juta atau Rp 10 juta," katanya. Meskipun masih dalam tahap pengodogan, Mat Syukur meyakini cara ini tidak terlalu memberatkan petani dalam hal agunan yang harus disiapkan.
Tri Mardi Rasa