Selasa, 10 Juli 2007

Walaupun Kampungan Tetap Menguntungkan

Bila dikelola dengan skala usaha yang ideal, bisnis kambing maupun domba bisa mendatangkan untung besar.

 

Pasar kambing dan domba (kado), baik lokal maupun ekspor,  masih terbuka lebar. Menurut H. Ujang Munajat, peternak domba intensif di Kp. Sadamukti, Tenjolaya, Cicurug, Sukabumi-Jabar, permintaan kado yang paling potensial secara reguler datang dari kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Bandung.

Di samping itu, permintaan juga datang dari Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan negara-negara Timur Tengah. Sayang, peluang pasar itu belum diikuti pengembangan  manajemen usaha ternak kado yang modern.

 

Pasar Menganga

Tidak usah bicara pasar ekspor, pasar lokal saja kita masih kesulitan memenuhinya,” tukas Ujang yang mampu menjual 50 ekor per bulan. Pasar kado di dalam negeri meliputi pedagang sate dan gulai, kambing guling, hajatan, akikah, dan Hari Raya Idul Adha (Idul Kurban). Hal ini diakui M. Nasik, saudagar kado di Sawangan, Depok, Jabar. Dalam sebulan, ia mendapatkan  4—5 orang pembeli untuk akikah yang biasanya minta 1—2 ekor per orang. Untuk pesta, setiap pembeli butuh 4—8 ekor. Sementara kepada para pedagang sate dan gulai, Nasik memasok10—20 ekor per bulan.

Namun, Sjambjah Ketua Kelompok Tani Ternak (KTT) kambing Peranakan Ettawa (PE) Mandiri, Dusun Nganggring, Girikerto, Turi, Sleman, Yogyakarta, mengaku, kelompoknya banyak mendapatkan permintaan ekspor. Permintaan akan kambing penghasil susu itu datang dari Malaysia dan Jerman. Hanya saja baru Malaysia yang bisa dipasok 100 ekor/bulan anakan PE kelas C.

Untuk mendapatkan pasokan sebanyak itu, KTT menjalin kemitraan dengan peternak kambing PE di Jepara, Purwodadi, Banjarnegara, Cilacap, Purwokerto, Lumajang, dan Malang. Peternak di daerah-daerah itu awalnya membeli bibit dari KTT Mandiri. “Kalau mengambil bibit dari sini, kita tanggung pemasarannya,” tegas Sjambjah yang mampu menjual 300—1.000 ekor/bulan di pasar lokal.

Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah pada 2004 mengimpor 9,3 juta ekor dari Australia, Jerman, Thailand, dan Selandia Baru. Pun untuk kepentingan ibadah haji, Arab Saudi butuh 2,5 juta ekor/tahun.

Berdasarkan data Ditjen Peternakan, kebutuhan kambing dan domba secara nasional sekitar 5,6 juta ekor per tahun. Agus Ramada, Direktur Utama PT Eka Agro Rama, perusahaan pembibitan kado di Cangkuang, Banjaran, Bandung, menambahkan, populasi kado di tanah air tersebar hampir di seluruh wilayah. Tapi sentra utamanya di Jawa. Tahun lalu populasi kado di Jabar mencapai 3,5 juta ekor atau  49% dari jumlah populasi nasional.

 

Umur dan Bobot

Harga jual kado sangat tergantung umur, bobot badan, dan momentum (musim). Menurut Basri, pedagang kado di Pasar Barat Banjaran, Bandung, kado umur 4—8 bulan harganya Rp250 ribu—Rp300 ribu. Sedangkan usia 8 bulan sampai setahun Rp400 ribu—Rp500 ribu, di atas setahun bisa mencapai Rp1 juta—Rp1,5 juta.

Lain halnya di Kampoeng Ternak (KT) di Bogor. Menurut Yuyu Rahayu, pengelola KT, kado bibit untuk induk betina umur di atas satu tahun dijual Rp700 ribu—Rp750 ribu. Sementara yang jantan dengan umur sama dipatok Rp1,5 juta per ekor. Domba untuk penggemukan (bakalan) harganya Rp22.000 per kg bobot hidup dengan bobot rata-rata 20—30 kg per ekor dan umur 6 bulan—1 tahun.

Menjelang Idul Adha, biasanya harga kado naik. Daliyo, Ketua Kelompok Ternak Kambing Sumber Rezeki di Desa Campang, Gisting, Tanggamus, Lampung, mengatakan, mendekati Hari Raya Kurban, harga kado super umur 1—1,5 tahun melambung sampai Rp1,5 juta—Rp2 juta per ekor. Sedangkan ukuran medium dengan umur satu tahun dihargai Rp1,2 juta per ekor.

Harga kado memang fluktuatif, tapi tidak setajam ayam pedaging. “Pergerakan harga domba relatif dapat diikuti dan diprediksi oleh peternak. Misal, pada saat musim kurban harga tinggi. Saat itulah yang tepat bagi para peternak menjual hewan peliharaannya,” tutur Ujang.

 

Masih Tradisional

Walaupun permintaan terus meningkat, pertumbuhan populasi kado di dalam negeri relatif kecil. Soalnya, sistem usahanya masih tradisional. “Bukan mustahil suatu saat akan terjadi kelangkaan produksi daging domba dan kambing. Sehingga untuk pelaksanaan ibadah kurban mesti mendatangkan dari Australia atau Selandia Baru,” papar Agus.

H.A.M.Sampurna, Ketua Umum Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI), mengakui, kondisi usaha kado memang belum banyak dilakukan secara intensif. “Kepemilikan peternak rata-rata 5—10 ekor. Padahal, idealnya seorang peternak memiliki 30 ekor,” tandasnya.

Tampaknya, perhatian pemerintah untuk pengembangan agribisnis kado juga masih minim. Buktinya, “Penanganan pemerintah kurang fokus, khususnya di bidang perbibitan,” ucap Sampurna yang juga memiliki Peternakan Domba Agung Panghuripan, di Batu Tumpang, Pasir Impun, Bandung. Memang, “Banyak kebijakan yang menghambat usaha ini. Misalnya di Sukabumi, ada pembangunan pabrik yang mengakibatkan berkurangnya lahan subur sebagai sumber rumput,” imbuh Ujang.

Hal senada disampaikan Purnomo, Direktur Kampoeng Ternak. “Pengembangan peternakan kambing domba masih menghadapi hambatan infrastruktur yang belum tertata dengan baik,” komentarnya. Ia memberi contoh, ketika akan mengembangkan di Nusatenggara Barat, data pemda di sana menunjukkan sudah ada pembangunan infrastruktur lantaran sudah ada peternakan sapi. Namun ternyata di lapangan tidak ditemukan jejak peternakan itu dengan infrastruktur yang baik. “Kenyataan itu menjadi biaya tinggi bagi pengembangan yang kita lakukan,” sesalnya.

 

Bibit Unggul Terbatas

Salah satu faktor penyebab lambatnya pertumbuhan kado adalah keterbatasan penyediaan bibit unggul. Karena itu, “Diharapkan pemerintah memprogramkan ketersediaan bibit unggul,” harap Sampurna. Selain itu, lanjut dia, pemerintah perlu mensosialisasikan teknik budidaya yang tepat sehingga peternak mampu menghasilkan ternak berkualitas. “Jika mengandalkan HPDKI saja, apa kekuatan modalnya?,” lanjut Sampurna.

Sebenarnya pemerintah sudah mulai mengambil langkah. Dinas Peternakan Lampung misalnya, mengembangkan kambing Boerawa untuk memasyarakatkan bibit unggul kepada peternak. Menurut Agus Arubusman, Kasi Bibit UPTD Inbidkan, Dinas Peternakan Lampung,  pihaknya sudah mendatangkan 40 ekor pejantan Boer dari Australia. Setelah dikawinsilangkan dengan kambing Peranakan Ettawa (PE) berkembanglah kambing Boerawa. Tahun lalu, dinas memberikan bantuan bibit kambing Boerawa kepada 35 kelompok ternak di Kabupaten Lampung Selatan dan Tanggamus.

Pun Dinas Peternakan dan Perikanan Wonosobo-Jateng, telah mengembangkan Dombos (Domba Wonosobo). Domba yang satu ini unggul sebagai domba pedaging lantaran umur 1,5—2 tahun bobotnya sudah mencapai 100—130 kg. Karkasnya pun besar, 55%—60%.

Dari segi pembiayaan, Dr. Mat Syukur, Kepala Pusat Pembiayaan Pertanian, Deptan, mengatakan, peternak kambing dan domba dapat mengakses kredit dari skim pelayanan pembiayaan pertanian (SP3). SP3 ini diperuntukkan bagi semua komoditas: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. ”Pokoknya semua agribisnis, termasuk peternak domba dan kambing masuk ke SP3, baik yang individu maupun kelompok,” ungkapnya. Jumlah kredit SP3 sudah disiapkan sebanyak Rp159,5 miliar. Sampai 31 Mei 2007, sudah tersalurkan sekitar Rp18,2 miliar. 

Yang tidak kalah penting, baik pemerintah maupun swasta, sebaiknya melakukan pemberdayaan dan pendampingan kepada peternak. “Pemberdayaan dan pendampingan harus dilakukan dengan memberikan pelatihan. Ini supaya peternak dapat berbudidaya secara benar dan mampu membangun etos kerja dengan rasa tanggung jawab, serta terjalinnya kerjasama antaranggota kelompok,” tutur Abdul Jabbar Zulkifli, GM Kampoeng Ternak, yang juga Sekjen HPDKI.

 

Yan S., Krus H., Tri M.,Selamet R.,Syafnijal, Faiz

 

Kemitraan Tingkatkan Usaha Peternak

 Kemitraan, salah satu upaya mengembangkan usaha peternakan kambing maupun domba (kado). Kemitraan ini pula akan mendorong usaha kado menjadi penghasilan utama peternak.

Contoh pola kemitraan sudah diterapkan oleh Kampoeng Ternak (KT), perusahaan peternakan di Bogor, Jabar. Dan pengusaha ternak perseorangan, H. A.M. Sampurna, pemilik Peternakan Domba Agung Panghuripan, di Batu Tumpang, Pasir Impun, Bandung.

Menurut Purnomo, Direktur Kampoeng Ternak, kehadiran lembaganya berperan mengelola unit-unit pembibitan, pemberdayaan peternak, dan pemasaran hasil ternak dengan pola kemitraan. Melalui sistem bagi hasil 60% untuk peternak dan 40% untuk KT, membuat peternak sudah dapat menjalankan sistem usaha dengan baik. “Target produksi kita, tahun petama diharapkan peternak mampu memelihara 5 ekor. Tahun kedua 7 ekor, dan tahun ketiga 10 ekor induk,” ucapnya. Sejak 2002, KT sudah menyalurkan bibit kambing dan domba sebanyak 2.743 ekor yang tersebar di 29 kelompok dan peternak mitra di berbagai daerah, atau 1.500 peternak  yang tersebar di 17 provinsi di Indonesia.

Lain halnya H.A.M. Sampurna, ia melakukan kemitraan dengan modal kepercayaan terhadap peternak di berbagai wilayah Jawa Barat. Jumlah populasinya saat ini 2.000 ekor domba yang dikelola mitranya.  “Dengan kemitraan diharapkan peternak mampu mengembangkan menjadi usaha pokok, yang idealnya peternak mempunyai 30 ekor,” harapnya.

Yan S.,Selamet R.

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain