Umur 1,5—2 tahun, bobotnya sudah mencapai 100—130 kg. Karkasnya pun besar, 55%—60%. Layaklah Dombos Texel sebagai domba pedaging.
Berbeda dengan domba yang selama ini dikenal di tanah air, Dombos Texel berbulu wol putih keriting halus berbentuk spiral. Bulu wol menyelimuti seluruh tubuh, kecuali pada kepala, bagian bawah perut, dan keempat kakinya. Kulit di bawah bulu tampak merah keputihan.
Postur tubuh relatif tinggi, besar dan panjang. Dada lebar dan dalam. Leher dan keempat kakinya relatif panjang. Sedangkan ekornya pendek dan kecil.
Lingkar dada Dombos jantan sekitar 105 cm dan betina 95 cm. Tingginya 80 cm dan panjang badan domba jantan 90 cm. Sedangkan domba betina tingginya 70 cm dengan panjang 75 cm. Moncong dan kuku berwarna hitam. Telinga kecil dan pendek mengarah ke samping dan tidak bertanduk, baik jantan maupun betina.
Di negeri asalnya, Belanda, domba Texel memang bertipe dwiguna, penghasil daging rendah lemak dan wol. Domba ini hasil persilangan domba Leicester si penghasil daging dan Lincoln Longwool yang memproduksi bulu.
Bongsor
Sejak didatangkan pemerintah pada 1954, domba ini tidak mendapat perhatian sampai populasinya nyaris punah. Baru pada 2005, Pemkab Wonosobo, Jateng, dan Fakultas Peternakan UGM berupaya membangkitkan kembali potensi Texel sekaligus mengangkatnya menjadi domba khas daerah.
Tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi nama domba ini Dombos (Domba Wonosobo). Berdasar data Dinas Peternakan dan Perikanan Wonosobo, populasi Dombos dan persilangannya pada 2006 sudah mencapai 8.700 ekor. Tahun ini ditargetkan meningkat menjadi 8.800 ekor.
Menurut drh Bambang Supartono, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Wonosobo, pengembangan Dombos dilakukan dengan memurnikan genetikanya. Setelah itu dijadikan sumber nutfah untuk memperbaiki performa domba-domba lokal yang lebih kecil. Hasil persilangan inilah yang digemukkan sebagai sumber daging.
Produksi pejantan dan indukan unggul dilaksanakan di Kwadungan, Butuh, Purwojiwo, dan Lamuk, di Kecamatan Kalijajar. Sementara produksi wol saat ini mulai dimanfaatkan untuk berbagai kerajinan, seperti topi, tikar dan kasur.
Berdasarkan tingkat kemurnian dan statistik vitalnya, Dombos dibagi dalam empat kelas: A, B, C, dan D. Kelas A dan B bernilai jual tinggi, sedangkan kelas C dan D relatif murah.
Harga minimal seekor Dombos jantan kelas A umur 1,5 tahun dengan bobot 125 kg sekitar Rp4,5 juta. Sedangkan yang betina berumur sama, berbobot 80 kg, sekitar Rp1,3 juta/ekor. Harga Dombos kelas C dan D sekitar Rp300 ribu/ekor.
Hasil persilangan Dombos kelas A dengan domba lokal pada umur 6 bulan bobotnya mencapai 30—35 kg. “Setelah berumur satu tahun, domba jantan saya jual Rp1,5 juta,” ungkap Abdul Jamil, anggota Kelompok Ternak Dombos Sumber Langgeng, Dusun Gesing, Gemblengan, Kec. Garung, Wonosobo.
Dalam dua tahun, Dombos biasanya beranak tiga kali. Rata-rata jumlah kelahiran 1,5 ekor. Bobot anak jantan pada umur 120 hari bisa sampai 45 kg/ekor.
Menurut Syarif Abdurrahman, Sekretaris KT Dombos Sumber Langgeng, pertambahan bobot badan (ADG) Dombos mencapai 175 gram/hari. Padahal, pakannya hanya rumput ditambah sisa tanaman ubi dan daun singkong yang senilai Rp6.000/hari/ekor.
Bila diberi pakan konsentrat secara intensif, ADG-nya bisa naik sampai 270 gram/hari. Kini dinas bersama Fapet UGM tengah mengembangkan pabrik pakan ternak mini berbasis tanaman rami.
Faiz Faza (Yogyakarta)