Menomorsatukan pembeli merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam berdagang buah-buahan.
Banyak cara yang dilakukan para pedagang untuk menjajakan buah-buahan. Mereka yang bermodal kecil memilih gerobak untuk berdagang di pinggir jalan atau keliling perumahan. Sementara mereka yang bermodal besar membuka toko atau gerai buah kelas menengah atas.
Baik di ruangan ber-AC maupun di bawah terik matahari, jualan buah tetap laku, dan menguntungkan. Berikut pengalaman beberapa pelaku usaha yang sempat diwawancarai AGRINA.
Ir. I Made Donny Waspada
Jaga Tali Silaturahmi
Banyak hal yang harus dipelajari oleh seseorang apabila ingin terjun di bisnis gerai buah, terutama agar bisa bersaing dengan pasar swalayan. Demikian diungkapkan Ir. I Made Donny Waspada, pemasok buah ke pasar swalayan, sekaligus pemilik 7 toko buah di
Hal yang dimaksud, pertama, mempelajari dulu sumber-sumber buah lokal atau importir buah. Kalau perlu bantu-bantu dulu menjadi penyalur di sumber-sumber buah lokal itu sampai mendapat kepercayaan dari bandar. Paling tidak, langkah ini akan membuahkan pengetahuan mengenai sumber buah, pengirim, harga, kontinuitas pasokan, cara pembayaran, dan sifat petani.
Sementara untuk buah impor, Anda mesti mendatangi beberapa importir, kerennya bersilaturahmi. Di
Intinya, lanjut dia, hubungan silaturahmi, baik di buah lokal maupun impor, sangat memegang peranan penting. Bila silaturahmi berjalan baik, biasanya untuk modal dipinjami dulu, misalnya dalam bentuk buah. “Kalaupun menggunakan uang tunai, paling hanya sebagai syarat. Yang penting, begitu barang dagangan habis, cepat bayar, selesai urusan,” jelasnya.
Dengan menjaga silaturahmi, Donny mampu membuka satu toko buah tiap tahun, dan terus bertahan menjadi pemasok pasar swalayan. Kunci lainnya adalah memperhatikan kesejahteraan karyawan dan fokus dalam berusaha. Selain itu, “Kita mesti sabar, jujur, tahan banting, menjaga kepercayaan, selalu bersyukur, dan jangan lupa berzakat. Mudah-mudahan usaha gerai buah yang dilakoni selalu mendapat ridha-Nya,” harap Donny.
Saiful
Buah Lokal Lebih Untung
Awalnya, Saiful hanya memanfaatkan mobilnya untuk menarik para pedagang sayuran di pasar. Namun, sejak setahun silam ia banting setir menjadi pedagang buah-buahan di kawasan Stasiun Kereta Api Lenteng Agung, Jakarta Selatan, ya di atas mobil.
Ragam buah yang diperdagangkan, yaitu salak, jeruk, apel, dan pir. Namun, ketika musim rambutan atau mangga, ia pun menjualnya. Buah-buahan itu ia beli dari Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur.
Sekali belanja, Saiful rata-rata menghabiskan Rp2 juta. “Saya beli kontan lantaran tidak mau utang sebab harganya lebih mahal,” akunya. Ia memilih buah-buahan yang harganya terjangkau sehingga gampang dijual. “Kalau saya bawa buah yang lebih mahal, malah nanti nggak laku,” imbuhnya.
Tiap hari Saiful belanja ke Kramatjati untuk melengkapi buah yang sudah habis atau yang tinggal sedikit. Agar dagangannya laris manis, ia menjajakan siang malam. Pagi sampai sore ia mangkal di kawasan pasar. Sementara malam, sampai pukul 22.00, ia jualan di Lenteng Agung.
Dari hasil jualan tersebut, pria berusia 47 tahun ini mengaku mendapat keuntungan rata-rata Rp500.000 sehari. “Limayanlah buat menutupi kebutuhan hidup sehari-hari,” ucapnya.
Menurut Saiful, keuntungan lebih banyak diperoleh dari penjualan buah lokal. Dari jeruk misalnya, di Kramatjati ia membeli seharga Rp3.500/kg (isi 6—7 buah). Sebelum dijual, dipilah menjadi dua bagian yang berukuran kecil dan besar. Jeruk kecil dijual Rp4.000/kg. Sedangkan yang besar Rp5.000/kg. Sementara keuntungan dari salak, paling besar, Rp700/kg.
“Sebenarnya yang paling besar keuntunganya dari buah musiman, seperti rambutan,” tandas Saiful. Sementara dari buah impor, lanjut dia, untungnya tipis. “Buah impor hanya untuk pelengkap, supaya dagangannya lebih menarik,” imbuhnya.
Ririn Amalia
Tidak Terpengaruh Supermarket
Pelaku usaha gerai buah saat ini cukup banyak. Namun keberadaannya bukan untuk ditakuti karena berdagang itu sangat tergantung kepada cara bagaimana menjual. Agar pelanggan tidak lari, harus dilayani dengan baik. Misalnya, bila ada pembeli yang minta buahnya diantar, ya dituruti. Itulah sebagian prinsip usaha yang dipegang teguh Kios Buah Mughi Khasil di Jl. Alternatif Cibubur-Cileungsi, Kab.
“Kami berupaya untuk memberi kepuasan kepada konsumen. Selain itu, kami tidak membedakan pembeli, pembeli kecil pun tetap dilayani dengan baik,” ungkap Ririn Amalia, pengelola kios tersebut. Dengan menomorsatukan pembeli, pelanggan Mughi Khasil cukup banyak. “Sampai sekarang, penjualan kami tidak terpengaruh oleh keberadaan supermarket,” tandasnya.
Pada 1995, keluarga Ririn membuka kios buah di Nagrak, Cileungsi. “Dua tahun berselang, kami mampu membuka kios buah di Cibubur,” akunya. Kios buah ini menjajakan hampir semua jenis buah-buahan, lokal maupun impor, kecuali leci dan stoberi.
Buah lokal diperoleh dari Pasar Induk Kramatjati. Sedangkan buah impor dari para agen yang langsung mengantar ke tempat jualan. Ririn mengaku, awalnya pembayaran ke grosir maupun agen dilakukan kontan. Setelah terjalin kepercayaan, pemasok memberi keleluasaan pembayaran dengan satu bon mundur. Sementara ia belanja 2—3 hari sekali.
Ririn sangat menyayangkan ketersediaan buah lokal yang kadang terbatas. “Kami harus pesan dulu, baru beberapa hari kemudian ada. Bila tidak ada di pasar induk, terpaksa mencari ke sentra produksi,” ucapnya. Ia memberi contoh alpukat yang saat ini sulit diperoleh. Padahal banyak dicari konsumen. Walau demikian, omzet penjualan di Cibubur saja mencapai Rp4 juta—5 juta sehari. Malahan, bila hari libur dan awal bulan bisa memperoleh Rp7 juta—6 juta