Selasa, 29 Mei 2007

Sistem Angon Tekan Biaya Pakan

Titik impas pemeliharaan itik kurang lebih pada skala 200 ekor. Kalau peternak punya 500 ekor, keuntungannya sudah memadai, sekitar Rp100.000/hari.

 

Demikian ungkap Warkiya, seorang peternak sekaligus Ketua Kelompok Tani Agribisnis Itik Bebek Jaya yang berlokasi di Desa Babadan, Kec. Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jabar. Syaratnya, itik harus dipelihara dengan baik, terutama diberi pakan yang bergizi dengan jumlah mencukupi sehingga tetap produktif sampai umur dua tahun.

 

Bekatul, Ikan, dan Sayuran

Warkiya adalah peternak itik yang tengah menikmati gurihnya keuntungan bisnis itik. “Jadi peternak itu penghasilannya lebih besar dan bisa dapat uang secara harian,” ungkap Warikya. Tumbuhnya industri pengolahan telur asin dan bahan makanan berbahan dasar telur itik, misalnya kerupuk, membuat budidaya itik semakin berkembang di wilayah ini..

Jalur pantura memang dikenal sebagai sumber pangan yang berlimpah, termasuk pakan  itik, seperti bekatul (kulit ari beras), ikan, dan sayur-sayuran.  Tak heran jika usaha ternak unggas air begitu marak di wilayah Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, hingga Pemalang.

Itik dipelihara di dalam kandang yang berdekatan dengan sumber air, misalnya di sepanjang bantaran sungai jauh dari pemukiman warga. Tujuannya agar tidak mencemari lingkungan serta mendekati habitat alamiahnya.  “Itik  yang dipelihara di pekarangan,  umur 1,5 tahun produksinya sudah berkurang,” jelas Warkiya.

Pada umumnya, itik diberi pakan berupa campuran bekatul,  ikan-ikan kecil atau limbah pengolahan fillet, kulit kerang, dan kangkung. “Semua bahan dicampur dengan perbandingan 40 : 40 : 20 dengan frekuensi pemberian 2—3 kali sehari,” ujar Sugiharto, Ketua Kelompok Tani Itik Maju Jaya, Panimbangan Wetan, Brebes, Jateng. Pemberian kulit kerang bertujuan agar kulit telur kuat, sedangkan ikan menjadikan kuning telur lebih cerah.

 

Pedaging Belum Ekonomis

Untuk menyiasati biaya pakan yang terus meningkat, sebagian peternak menggembalakan itiknya. “Mulai dari meri (anak itik) sampai bayah (itik dara), ‘kan  belum menghasilkan telur. Jadi, biasanya itik diangon (digembalakan) di sawah,” ujar Nunik Pratiwi, Kepala Bagian Peternakan, Dinas Kelutan dan Pertanian Kotamadya Tegal, Jateng.

“Dengan cara dikandangkan, untuk mendapatkan bayah biayanya sekitar Rp30.000/ekor. Kalau diumbar hanya sekitar Rp20.000/ekor,” ujar Ahmad Wakhid, Ketua Kelompok Tani Itik Tigan Jaya, di Desa Karanganyar, Kecamatan Panguragan, Kabupaten Cirebon, Jabar. Sistem angon juga diterapkan pada itik dewasa yang mulai turun produktivitasnya.. Di samping untuk meringankan biaya pakan, itik jadi lebih sehat karena mendapatkan pakan yang bervariasi.

Selain telur, peternak juga masih mendapat tambahan pemasukan dari itik afkir yang dijual sebagai itik pedaging. Sayangnya, pemeliharaan itik jenis ini belum bisa dibilang menguntungkan. Menurut Syahroni, peternak itik di Brebes, untuk mendapatkan itik ukuran 1,5 kg yang dipelihara selama 6 bulan membutuhkan biaya Rp17.500/ekor. Jika harga jual itik afkir rata-rata Rp20.000/ekor, maka keuntungannya hanya Rp2.500/ekor/6 bulan.

 

Enny Purbani T., Yan Suhendar.

 

Tiktok Juga Menjanjikan

Santoso yang berlatarbelakang arsitektur memulai usaha pembibitan Tiktok sejak tahun 2000. Tiktok yang merupakan persilangan antara itik dan entok menawarkan sejumlah kelebihan. Rasa dagingnya gurih, tidak berbau amis, dan teksturnya pun lembut karena tiktok sudah dipotong umur 1,5—2 bulan dengan bobot 1,8—2 kg/ekor.

Saat ini, Santoso memiliki dua buah resto yang mengolah masakan berbahan dasar tiktok. Kedua restonya di wilayah Depok, Jabar, menghabiskan rata-rata 60 ekor/hari yang dipasok dari peternakan tiktoknya. “Prospek tiktok ke depan sangat menjanjikan. Saya sudah diajak kerjasama untuk mendirikan lima buah resto tiktok di wilayah Depok dan Jakarta,” bebernya.

Dalam usaha pembesaran tiktok, Santoso melibatkan masyarakat sekitar kandang yang terletak di Sawangan, Bogor. Biasanya, para peternak membeli 100—200 ekor bibit tiktok/minggu dengan harga Rp6.000/ekor. Setelah dipelihara selama 1,5—2 bulan, tiktok laku dijual dengan harga Rp25.000/kg.

Jika biaya pakan selama dua bulan Rp11.000/ekor, maka ongkos pembesaran tiktok hanya Rp17.000/ekor. “Kalau ditambah biaya lain sekitar Rp3.000/ekor, total biaya  pembesarannya Rp20.000/ekor. Jadi petani bisa untung Rp5.000/ekor,” ucap Santoso. Lebih lanjut Ketua Koperasi Peternak Itik Pedaging Indonesia cabang Depok ini menghitung, bila punya 1.000 ekor, peternak dapat memperoleh laba Rp5 juta/siklus (2 bulan).

Untuk usaha pembesaran tiktok, 1 m˛ dapat diisi 8—10 ekor. Jika peternak memelihara  500 ekor, berarti ia membutuhkan lahan seluas 500 m˛. Pria paruh baya ini sebenarnya berharap usahanya bisa menerapkan sistem waralaba. Namun faktor modal yang masih menjadi hambatan. Padahal menurutnya, keuntungan budidaya dan pembesaran tiktok sudah jelas.

 

Selamet Riyanto

 

Analisis Usaha Budidaya Itik Petelur

(Skala Usaha 500 Ekor, Masa Produksi 24 Bulan)

A. Biaya Produksi

I. Biaya Tetap

a. Biaya pembuatan kandang (125 m2)                                  Rp  2.500.000

b. Pembelian peralatan kandang                                            Rp     250.000

c. Pembelian itik siap bertelur (500 ekor x Rp30.000)           Rp15.000.000

d. Upah tenaga kerja (1 orang x 24 bulan x Rp500.000)       Rp12.000.000

                                                                                                ---------------

                                                                        Subjumlah    Rp29.750.000

 

II. Biaya Tidak Tetap

Pakan untuk 500 ekor itik

a. Nasi kering (loyang) (15 kg x Rp1.500 x 720 hari)             Rp16.200.000

b. Dedak/bekatul (40 kg x Rp1.100 x 720 hari)                      Rp31.680.000

c. Ikan petek/pirik segar (40 kg x Rp1.500 x 720 hari)           Rp43.200.000

d. Sayuran (5 kg x Rp550 x 720 hari)                                     Rp  1.980.000

                                                                                                ---------------

                                                                        Subjumlah    Rp93.060.000

  Jumlah Biaya Produksi  Rp122.810.000

 

B. Pendapatan (Produksi Telur 60%)

1. Penjualan telur (500 ekor x 60% x Rp800 x 675 hari)        Rp162.000.000

2. Penjualan itik afkir (500 ekor x 95% x Rp17.000)              Rp    8.075.000

                                                                                                ----------------

                                                                        Subjumlah    Rp170.075.000

 

C. Keuntungan

-  Keuntungan :   Pendapatan  - Biaya Produksi

                           Rp170.075.000 – Rp122.810.000                 = Rp 47.265.000

 

-  Keuntungan per bulan: Rp47.265.000  :  24 bulan              = Rp   1.969.375

 

D. B/C Ratio          :    Rp47.265.000  :  Rp122.810.000               =  0,38

 

E. Titik Impas Harga:   Rp122.810.000  :  202.500 butir   = Rp606,47/butir

 

F. Titik Impas Produk :   Rp122.810.000  :  Rp800          = 153.513 butir

 

Sumber : KT Ternak Itik Adem Ayem, Brebes, Jateng,  Mei 2007.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain