Warga Desa Kapaka Madeta dan Desa Kawango Hari di Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, masih trauma dengan kasus antraks. Meninggalnya delapan warga—selain adanya enam orang yang luka-luka—setelah mengonsumsi daging ternak yang terkontaminasi bakteri antraks membuat para peternak terus dibayangi rasa khawatir memelihara sapi atau ternak berkaki empat lainnya.
Dany Detta Umbu (45), peternak dari Kapaka Madeta, Kamis (4/5), mengatakan, pascakematian delapan warga di Kodi pertengahan April lalu, dia dan anggota keluarganya takut memelihara ternak. Perhatian mereka terhadap 26 sapi, 10 kerbau, dan 3 kuda bahkan sudah mulai menyurut.
Padahal, keluarga itu cukup bersusah payah untuk membangun peternakan itu sejak tahun 1999. Bahkan, selama lima tahun belakangan ini mereka sudah mulai merasakan betapa usaha beternak membantu perekonomian keluarga, termasuk biaya pendidikan anak-anak.
Dany mengaku, satu ekor sapi dengan berat 200-300 kg laku dijual Rp 2 juta-Rp 5 juta. Hewan piaraan lainnya, seperti kerbau, dengan bobot yang sama bisa terjual Rp 3 juta-Rp 7 juta per ekor, sedangkan kuda sekitar Rp 1 juta-Rp 3 juta per ekor.
Namun, munculnya kasus antraks pertengahan April lalu telah membuat Dany berupaya meninggalkan usahanya yang sudah tergolong jadi itu, apalagi kini ternak peliharaannya di Sumba tidak lagi laris.
Menurut sejumlah peternak, pengumpul dan pedagang untuk sementara tidak membeli atau menjual ternak khususnya di Kecamatan Kodi. Mereka menunggu perkembangan upaya penanganan kasus antraks tersebut.
"Kami khawatir karena tahun ajaran baru, Juli 2007, sudah dekat. Kalau ternak sulit dijual, kami pasti tidak punya uang untuk biaya pendidikan anak," kata Yulius Pandangao, warga lainnya.
Jika kasus ini terus menimpa ternak sapi, kuda, dan kerbau, lanjut Yulius, warga mungkin akan beralih ke peternakan ayam, atau mencari pekerjaan lain. Namun, beralih pekerjaan tentulah bukan pilihan gampang. Lahan kering dengan rumput savana di wilayah itu bisa dikatakan hanya cocok untuk peternakan.
Kepala Dinas Peternakan NTT Yacobus Ch Leyloh mengatakan, karena NTT merupakan salah satu daerah yang menyuplai kebutuhan ternak ke provinsi lain, kasus antraks mendapat perhatian khusus. Karena itu, pihaknya telah mengirimkan 75.000 dus obat-obatan antraks ke Sumba Timur dan Sumba Barat serta melakukan penyuluhan langsung kepada peternak.
Sumba Barat bahkan hingga Juni 2007 menghentikan aktivitas keluar-masuk ternak berkaki empat. Namun, kondisi ini tentunya berdampak kepada warga.
Sumber : www.kompas.com