Menyusul polemik harga dasar gula yang akhirnya diputuskan pemerintah, polemik tentang pergulaan kembali muncul. Kali ini terkait pro kontra tentang tuntutan penghilangan pembedaan antara jenis gula rafinasi (refined sugar) dan gula kristal putih (plantation white sugar).
Wakil Sekjen Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) Adig Suwandi di Surabaya, Kamis (4/5) kemarin menentang keras tuntutan penyamarataan yang pertama kali dilontarkan oleh Asosiasi Gula Rafinasi tersebut. "Pembedaan berbagai jenis gula, khususnya antara gula rafinasi dan gula kristal putih masih sangat diperlukan kalau pemerintah ingin terus menyelamatkan petani lokal," katanya.
Menurut Adig, hanya dengan pembedaan harga itulah satu-satunya cara pemerintah melindungi petani tebu dan pabrik gula (PG) lokal dari liberalisasi perdagangan gula yang tidak fair dan sarat distorsi. Gula rafinasi digunakan sebagai bahan
Pengadaan gula rafinasi dilakukan secara impor langsung dari negara produsennya. Walau demikian ada juga produsen gula jenis ini di
Harga raw sugar saat ini berkisar 280-285 dolar AS per ton. Ini merupakan harga sampai gudang pelabuhan importir di negara tujuan. Dengan harga tersebut, sangat mungkin gula rafinasi dalam negeri berbahan
Karena itulah dia bersikeras agar pemerintah melakukan pengendalian dengan cara membatasi segmen gula rafinasi yang dikhususkan hanya untuk bahan baku industri.
Sumber : www.suarakarya-online.com