Selasa, 1 Mei 2007

Biar Tradisional, Konsumen Tetap Berjejal

Sejak berdiri 20 tahun lalu, Restoran Ayam Goreng Fatmawati bertahan melestarikan masakan tradisional Indonesia.

 

Restoran cepat saji semiprasmanan ini menyajikan berbagai masakan tradisional Indonesia dengan menu andalan ayam goreng kuning dan ayam bakar. Kedua menu itu diolah khas bertabur rempah-rempah asli Indonesia. Selain ayam goreng kuning dan ayam bakar, masih ada ayam goreng pedas dan ayam laos.

Menurut Johan Wahyudi, Direktur Utama PT Ayam Goreng Fatmawati Indonesia  (AGFI), bahan baku ayamnya berupa ayam ras petelur jantan. Ayam pejantan itu dibeli seharga Rp14.000—Rp16.000/ekor dalam bentuk karkas, lalu dipotong menjadi 4 bagian. “Harganya lebih murah dibanding ayam kampung, tapi tekstur dagingnya mirip,” jelasnya. Selain itu, lanjut dia, karakter bumbunya, berdasarkan pengalaman, ternyata lebih meresap ke daging ayam petelur jantan. Kecuali itu, khusus untuk ayam laos, berbahan baku ayam ras broiler.

 

58 Gerai

Ayam Goreng Fatmawati (AGF) mulai berkembang sejak 1990. Kala itu AGF masih merupakan usaha pribadi Ny. Fatmawati. “Dengan harga jual ayam goreng Rp2.500/potong waktu itu, omzet kami mencapai Rp100 jutaan sebulan,” ungkap Johan.

Sukses besar itu meyakinkan pengelola AGF untuk melakukan pengembangan. Alhasil pada 28 Januari 2000, mereka mendirikan PT AGFI untuk mengelola jaringan waralaba. “Tujuan didirikan AGFI adalah menciptakan lapangan pekerjaan, melestarikan masakan tradisional, melestarikan produk perajin lokal untuk peralatan restoran, serta menciptakan pasar bagi petani dan peternak lokal,” tandas Johan.

 

Lebih jauh mengenai restoran yang menjual resep tradisional ini  bisa Anda baca di Tabloid Agrina versi Cetak volume 2 Edisi No. 52 pada halaman 5 yang terbit pada Rabu, 2 Mei 2007.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain